Bahasa Kedua ASEAN: Indonesia atau Melayu?

Usulan Perdana Menteri Malaysia, Ismail Sabri Yaakob, terkait bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN menuai berbagai tanggapan kontra di Indonesia. Pasalnya, bahasa Indonesia dianggap lebih layak untuk menjadi bahasa kedua ASEAN setelah bahasa Inggris.

Seperti kita ketahui, selama ini bahasa resmi yang digunakan oleh Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) adalah bahasa Inggris. Penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi tersebut tentu tidak perlu diperdebatkan. Namun, untuk usulan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN tampaknya telah mendorong masyarakat Indonesia untuk berdiskusi.

Dilansir dari Kompas.com, Ismail Sabri Yaakob menyebut bahwa selain di Malaysia, bahasa Melayu telah digunakan sebagai bahasa pengantar di beberapa negara, seperti Indonesia, Brunei, Singapura, Thailand Selatan, Filipina, dan sebagian Kamboja. Menurut Perdana Menteri Malaysia tersebut, tidak ada alasan mereka tidak dapat menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN.

Hal itu sontak mendapat berbagai tanggapan di Indonesia, salah satunya dari Mendikbud, Nadiem Makarim. Nadiem Makarim menolak usulan Perdana Menteri Malaysia tersebut. Menurutnya, perlu ada kajian lebih lanjut di tataran regional terkait usulan itu. Penolakan ini tidak lepas dari Kemendikbudristek yang menjalankan amanat undang-undang untuk mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia, serta meningkatkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional.

Baca juga: Sang Musisi Legendaris Berlagukan Kritis 

Dibandingkan dengan bahasa Melayu, bahasa Indonesia lebih layak dikedepankan dengan mempertimbangkan keunggulan historis, hukum, dan linguistik. Sandra Safitri Hanan dalam sebuah artikel web badanbahasa.kemdikbud.go.id menyebut bahwa bahasa Melayu yang digunakan Malaysia belum memiliki dasar hukum untuk mewakili kebakuan bahasa. Sebaliknya, bahasa Indonesia telah memiliki tata bahasa baku, pedoman ejaan, serta Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jika Malaysia dapat mengusulkan bahasa Melayu, mengapa Indonesia tidak? Indonesia juga berhak mengusulkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua ASEAN. Namun, tentu saja harus dengan alasan-alasan yang kuat dan ilmiah. Terkait hal itu, Badan Bahasa Kemendikbud melalui postingan akun instagramnya @badanbahasakemendibud menjelaskan alasan mengapa bahasa Indonesia lebih layak menjadi bahasa kedua di ASEAN.

Alasan mengapa bahasa Indonesia lebih layak menjadi bahasa kedua ASEAN.

1. Bahasa nasional dan bahasa negara adalah bahasa Indonesia, bahasa Melayu adalah bahasa daerah.

2. Bahasa Indonesia sudah dikembangkan menjadi bahasa ilmu dan teknologi, bahasa Melayu tidak.

3. Jumlah kosakata bahasa Indonesia lebih banyak daripada kosakata bahasa Melayu.

4. Bahasa Indonesia telah disiapkan menjadi bahasa internasional, sesuai dengan amanat UU No. 24 Tahun 2009.

5. Penutur bahasa Indonesia sejumlah 269.000.000 jauh lebih banyak dibandingkan dengan bahasa Melayu, baik di dalam maupun di luar negeri.

6. Bahasa Indonesia telah dipelajari di 47 negara.

7. Terdapat 428 lembaga penyelenggara program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA).

8. Pemelajar BIPA menemukan 142.484 orang yang tersebar di kawasan Amerop, Asia Tenggara, dan Aspasaf.

9. Bahasa Indonesia diperkaya oleh ratusan bahasa daerah yang tersebar di seluruh tanah air.

10. Tingkat kesalingpahaman ( mutual intelligibility ) bahasa Indonesia lebih tinggi daripada bahasa Melayu.

Postingan tersebut mendapat respon positif dan dukungan dari masyarakat Indonesia. Salah satu netizen menyebut, bahasa Indonesia itu modern, formal, dan mudah dicapai, tidak ada aksen tradisionalnya sama sekali. Indonesia memiliki ratusan suku bangsa yang memiliki bahasa Ibu yang berbeda pula, tetapi semua paham dan bisa berbicara bahasa Indonesia dengan baik. Postingan itu juga sontak dibanjiri dengan tagar #BahasaIndonesiaMenjadiBahasaASEAN.

Bagaimana menurut kalian? Apakah sepuluh alasan di atas cukup kuat untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua ASEAN?

One thought on “Bahasa Kedua ASEAN: Indonesia atau Melayu?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Sang Musisi Legendaris Berlagukan Kritis
Next post 17 Selamanya: Terjebak dalam Keabadian