
Dilematis Persoalan Tarif Fasilitas Kampus
[EDISI MAGANG]
Penulis: Yezia Ruthy Gabriela | Editor: Yustama Reanoka dan Muis Desta
Yogyakarta, kami berkumpul di kota ini sejak masa pandemi tengah berada di masa yang menakutkannya. Memutuskan untuk bertemu dengan banyak sahabat juga mahasiswa lain yang tengah menimba ilmu di kota Gudeg ini. Belajar disalah satu universitas terbaik, Universitas Negeri Yogyakarta. Serta bergabung dengan beberapa organisasi yang mana memberikan banyak pengalaman juga peristiwa unik lainnya.
Dua tahun telah silam. Pandemi yang dulu menakutkan kini perlahan hilang. Akhirnya semua bisa berjalan dengan semestinya sekaligus pembelajaran juga kegiatan organisasi mahasiswa. Kami sebagai organisasi mahasiswa berniat membuat kegiatan yang nantinya dapat menyambut mahasiswa lainnya. Berbagai macam rencana kegiatan, pengisi juga lagu-lagu hiburan kita telah siapkan. Namun, hanya satu yang masih menjadi pertanyaan. Tempat.
Tentu aneh jika tempat adalah hal terakhir yang kami pikirkan. Sebenarnya, saat itu bukan karena kami terlalu santai melainkan kebingungan. Dana telah didapatkan untuk kegiatan tersebut, berbagai bantuan dana juga kami telah perjuangkan untuk mendapatkannya. Sayangnya, dana tersebut masih kurang setelah melihat data tarif fasilitas kampus yang kami rasa terlalu tinggi bagi mahasiswa yang hendak melakukan kegiatan positif.
Baca Juga: Tarif Sewa Fasilitas Kampus Naik, Dana DIPA Ikutan Naik
Saat itu ada pula yang kami dengar tentang tarif layanan kampus, soal pemotongan harga, perbedaan tarif di hari libur dan hari kerja. Kami mendapatkan informasi jika kegiatan dilaksanakan di hari kerja maka tarif digratiskan. Namun, jika kegiatan dilaksanakan di hari libur maka tarif akan ditarik sesuai yang kami gunakan. Sungguh informasi yang sama sekali tak memberi kesejukan.
Sungguh dilema. Lagipula, jika kita memilih di hari kerja maka hanya akan sedikit mahasiswa yang datang dan berkontribusi karena mata kuliah yang perlu mereka ikuti. Lagipula, kegiatan mahasiswa yang seperti ini memang sepatutnya dilakukan di hari libur seperti Sabtu atau Minggu. Itu artinya sama saja, kita tak punya pilihan.
Ada banyak cara saat itu. Orang-orang ramai mengeluarkan ide, bahkan ada yang mengatakan untuk menyewa tempat lain. Ada pula yang menyuruh kami bertanya pada organisasi mahasiswa lain tentang kebenaran tarif fasilitas kampus. Nyatanya mereka sama. Keberatan. Banyak yang mengatakan resah, berat, kekurangan dana dan bahkan mempertanyakan haruskah sebesar itu di kampus sendiri?
Namun, mengapa memilih tempat lain? Setelah dipikir-pikir, sejatinya kita sebagai mahasiswa di kampus ini tentunya juga dapat menghidupkan serta memeriahkan suasana kampus tercinta kita. Selain itu, tentunya kampus ini juga sekaligus sebagai wadah yang dapat diraih untuk berkumpulnya seluruh mahasiswa. Dan juga, sudah menjadi hak kita sebagai mahasiswa untuk menggunakan fasilitas kampus yang sudah disediakan dengan begitu sempurnanya.
Pada akhirnya, kami tetap memutuskan untuk menyewa fasilitas kampus guna mengadakan kegiatan mahasiswa. Senang rasanya ketika kami saat itu mendapatkan potongan dan keringanan untuk membayar 20% dari harga yang telah ditentukan. Meski telah mendapatkan keringanan, kami sebagai mahasiswa masih merasa keberatan. Tentu saja rasa bersyukur ini masih menetap di hati.
Kegiatan dilakukan dengan baik serta dibantu oleh banyak pihak. Namun, di benak kami sebagai mahasiswa masih merasa janggal perihal tarif fasilitas dan layanan kampus yang kami anggap tinggi dan berat. Sungguh banyak hal ingin kami tanyakan sebagai mahasiswa.
Baca Juga: Keresahan Mahasiswa akan Tarif Layanan di FBSB
Sampai dikemudian hari, kami mendengar tentang informasi wawancara yang menyoroti isu ini. Sebagai mahasiswa, kami tentu menyambut wawancara ini. Kami turut serta membantu jalannya wawancara dengan membagikan kisah kami untuk menyewa tempat di kampus sendiri. Rasa sedih, resah, serta keberatan, lalu juga pemikiran kami sebagai mahasiswa turut kami bagikan disana sekaligus pertanyaan tentang kampus itu sendiri.
Terungkaplah beberapa hal yang pada akhirnya membuka kejanggalan di benak kami sebagai mahasiswa. Sejak dulu, UNY, memang sudah mempunyai hak untuk mendapatkan income generating serta asetnya dikelola guna pemeliharaan. Jadi tarif usaha telah dilakukan sejak dulu, bukan karena perubahan PTN-BH. Mengenai fasilitas yang dikenai biaya juga kepentingannya untuk bisnis alias non pembelajaran. Juga UNY sendiri yang menyesuaikan tarifnya dengan melihat program kerja suatu organisasi mahasiswa.
Intinya adalah semua peristiwa yang terjadi ini tentunya demi kebaikan bersama. Baik pihak kampus dan mahasiswa tengah berusaha mencari jalan terbaik agar tidak ada pihak yang dirugikan atau bahkan mengambil keuntungan dari isu ini.
2 thoughts on “Dilematis Persoalan Tarif Fasilitas Kampus”