KADO BERSAMPUL


Kardus itu masih tertutup rapat. Dengan pita merah yang masih terikat rapi. Disampuli kertas  kado dengan corak polkadot berwarna jingga dan merah muda. Posisinya masih menyudut di salah satu sudut ruang tamu. Ruangan berukuran 4×4 meter dengan jendela yang langsung menghadap ke arah matahari terbit itu diisi dengan sofa warna kuning gading dengan bantal yang berwarna serupa, dan dialasi sebuah karpet berwarna coklat muda dengan motif  bunga tulip yang bermekaran.

Pada sudut yang berhadapan dengan Kardus itu, diletakkan sebuah guci setinggi satu meter dengan gambar naga  berekor panjang dan berputar-putar melingkari kepalanya. Di sebelah guci itu  berdiri sebuah almari kaca dengan perabot-perabot terbuat dari kuningan dan keramik. Ruang tamu itu tampak mewah, rapi, dan bersih. Kecuali debu-debu yang telah berlapis-lapis menyelimuti permukaan sofa hingga membuat warnanya terlihat sedikit kusam. 

Setelah sekian lama, muncul lah sepasang anak laki-laki dan perenpuan dengan usia yang sepertinya tak berselang jauh sedang berkejar-kejaran masuk ke dalam ruangan itu. Si anak laki-laki menggunakan kemeja rapi dan celana di bawah lutut berwarna biru, serta menggendong ransel berwarna abu-abu dengan corak warna hitam di punggungnya. Sementara si anak perempuan menggunakan dress warna biru muda dengan renda yang berwarna-warni. Jika diamati dengan seksama kedua anak itu memiliki kemiripan yang  cukup jelas. Kulit mereka putih dan bersih. Rambut mereka sama-sama lurus dengan warna yang tidak terlalu hitam. Mereka juga memiliki bentuk mata yang sama-sama sipit, bentuk dagu yang sedikit runcing, dan bentuk bibir tipis.
Melihat sepasang anak itu, kardus teringat tentang laki-laki tua yang membawanya keluar dari sebuah toko mainan. Tokonya tak jauh dari dari perempatan, hanya sekitar sepuluh meter menghadap barat. Ketika masuk, pengunjung langsung disambut dengan jajaran etalase yang penuh dengan mainan berbagai bentuk dan warna. Semakin kedalam akan lebih banyak lagi barang-barang dengan beragam fungsi dan bentuk. Mulai dari perlengkapan sekolah, perlengkapan makan, celengan, lampu hias, dan  toples-toples dengan bentuk-bentuk yang manis. Tepat di belakang etalase-etalase itu tersusun kardus-kardus bersampul warna-warni.
Laki-laki tua yang datang itu mengenakan pakaian yang sangat lusuh. Atasan kemeja dengan warna hijau yang memudar. Dibawahi celana kain hitam yang kumal. Dia menggenggam kantong kain yang berisi uang. Matanya berbinar melihat begitu banyaknya hadiah-hadiah yang memenuhi toko itu. Serta tumpukan-tumpukan kardus bersampul dengan motif dan warna-warna yang menarik. Namun Kardus lupa bagaimana selanjutnya hingga sekarang dia menghuni sebuah sudut ruang tamu yang mewah dengan sepasang anak yang berlarian di dalamnya. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post JALAN TAK PERNAH BERHENTI
Next post KISAH ROMANTIS DI BAWAH LANGIT NEW YORK