
Kala Senja Mengutuk Semesta
Sendu Bersama Rindu
Menyakitkan memang bila mawar yang kau semai mati. Begitupun
harap yang membubung kelangit tak lagi berarti. Bayang semu yang
seolah-olah menciptakan potret yang hilang. Rinai hujan
yang memeluk bumi tak lagi mengesankan. Lukisan awan tak lagi
dinantikan.
Sejak bulan menjadi muram. Saat senja tak lagi sempurna,
deburan ombak hanyalah wacana. Semesta memang selalu punya cerita.
Banyak berpeluh rindu tanpa temu. Merangkai sajak tanpa tau jua. Di iringi
shimfoni tak bersua.
Mataku sayu tentang frasa tak jua membuah kata. Tentang harap
yang tak jua beradu mesra. Di sini berpayung sendu bersama rindu.
Melepas harap di sudut ruang beralaskan pilu.
Baca Juga: Kematian Chairil dalam Puisi “Yang Terhempas dan Yang Putus”
Salah Kaprah
Kutapaki sendu beralaskan pilu
Kala aku menemui sepucuk asa di sorot itu
Aku melewati setiap netra dipenghujung waktu
Senyap terperangkap dalam lembah
Tak jauh langkah riuh terdengar lemah
Kerisik terjatuh seolah senyap terpecah
Langkah saling menyamai tanpa resah
Kala kabu dirundung gundah
Karena keduanya salah kaprah
Menubuhkan sebagai langkah
Insting saling tertaut namun mengira ta selaras
Senyum saling membalas tapi merasa belum jelas
Sementara
Kala itu muram sedang membayang
Menapak beralaskan harap
Berlari menemui sosok yang tersenyum hangat
Belum sampai
Angin membawanya, membiarkanku bersama bayangnya
Pamit
Sementara, kurengkuh jiwaku
Kubiarkan bercengkrama dengan isi kepalaku
Sementara, ta ku gubris hatiku
Kubiarkan bercengkrama dengan waktu
Melepas, tanpa ikhlas
Memburu kembali waktu
Ilustrator: Afifah Azzahra