
Memahami Inner Child Bersama BTS
Fenomena hallyu wave atau gelombang korea merupakan dinamika sosial yang kerap kali diperbincangkan. Salah satu pusat pembicaraan yang kerap menjadi topik hangat warga SNS adalah idol grup asal Korea Selatan, BTS. Kesuksesan mereka tidak dapat dilepaskan dari karya musiknya yang selalu membekas di hati penggemarnya. Nah, pada kesempatan ini mari kita melihat salah satu karya mereka yang berjudul “Inner Child”.
“Inner Child” merupakan salah satu lagu dari album Map of The Soul:7. Lagu yang dinyanyikan member BTS V menceritakan kesulitan yang dihadapinya dalam menjalani kehidupan. Lagu ini benar-benar relate atau dapat membuat orang lain merasakan hal yang sama. Kim Tae Hyung atau V menggambarkan perasaan yang penuh dengan keraguan dan ketakutan. Akan tetapi, tahukah kalian kalau lagu ini ternyata merupakan salah satu istilah dalam dunia psikologi? Lalu apa sih inner child itu? Inner child adalah bentuk ekspresi masa kecil yang tidak ikut tumbuh dewasa. Umumnya saat seseorang bertambah umur maka akan terjadi proses pendewasaan baik dari segi fisik maupun psikisnya. Akan tetapi, pada kasus ini terdapat emosi atau sifat yang masih terperangkap dalam ruang terdalam seseorang.
Baca juga: Self Healing Bagi Trauma Korban
Luka masa kecil yang terpendam dan terlupakan akan membuat ruang tersendiri dalam alam bawah sadar kita. Seperti luka sayatan yang dibiarkan terkena angin tanpa adanya penanganan, luka masa kecil ini akan semakin memburuk. Penyebabnya bisa saja berasal dari kekerasan dalam lingkungan keluarga, bullying, kecelakaan, pengabaian, pola asuh anak, dan masih banyak lagi. Sisa-sisa ketakutan dan kecemasan itu akan membekas di ingatan dan tubuh anak. Hal ini menyebabkan berhentinya proses pendewasaan pada sektor mentalitas mereka. Misalnya saja saat mereka dewasa, ada rasa takut dan cemas yang membuat mereka menghindari bertemu orang asing. Setelah dicari tahu, ternyata saat kecil ia merupakan korban perundungan. Bahkan saat ingatan melupakan kejadiannya, alam bawah sadar mereka masih mengingat emosi yang terpendam begitu lama.
Kenangan buruk yang menjadi inner child perlu mendapatkan penanganan. Walaupun demikian, bukan hal yang mudah untuk menemukan akar permasalahnnya. Hal ini terjadi karena beberapa orang tidak mengingat apa yang terjadi pada mereka saat kecil atau bahkan sengaja melupakannya. Kondisi ini apabila terus dianggap sebelah mata dapat membuat kompleksitas masalah semakin menjadi. Orang dengan inner child yang diabaikan akan cenderung mudah terpicu (trigger) pada hal-hal tertentu. Oleh karena itu, perlu adanya usaha untuk melepaskan belenggu inner child.
Mengetahui akar luka merupakan langkah pertama yang harus kita lakukan. Mencoba mengingat lalu menuliskannya pada buku merupakan cara yang sangat dianjurkan. Setelah mengetahui sumber luka maka kita harus melakukan validasi. Menerima luka merupakan hal yang susah karena ego akan bersikeras menolaknya. Menurunkan ego dan menerima luka harus tetap dilakukan. Terakhir, langkah yang paling sulit dilakukan adalah berusaha memeluk dan menyayangi bagian luka itu.
Setiap memori merupakan bagian dari diri kita. Banyak hal yang mudah dikatakan, namun sulit dilakukan. Layaknya inner child, sisi gelap yang perlu mendapat rangkulan. Bagian tergelap yang butuh lentera untuk kembali pulang.