Puisi Barkah Ramadhan

Sajak untuk Pelacurku

 

/1/

Di dalam kamar sempit itu

Di atas reruntuhan malam

Telah kita dirikan sebuah pagi

Dengan ciuman yang selalu diulang

Tak ada kata-kata

Hanya hembus nafasmu begitu berkobar

Bagai badai besar yang ditiupkan seluruh lautan

Tubuhku gemetar

Seperti gedung-gedung yang hampir ambruk

“Oh sayang, beri aku sebuah erangan,” kataku

Untuk kutunjukakan kepada orang-orang

Yang mulai kehilangan suara-suara jiwanya

 

/2/

Ketika kita telah sama-sama menelanjangi diri

Menanggalkan pakaian terbaik

Aku benar-benar melihat

Betapa tubuhmu dan tubuhku tampak lebih nyata

Kita seperti telah sama-sama melupakan

Siapa diri kita

Apa agama kita

Dan segala kemunafikan yang membungkus hari-hari kita

 

Oh, dadamu yang ditumbuhi bunga-bunga mawar

Begitu merah seperti birahiku yang terbakar

 

“Bolehkah kuciumi pucuk-pucuknya yang mekar?” tanyaku

 

“Jika hidup yang benar hidup sejatinya terlahir dari sebuah penderitaan

ciumlah sekaligus duri-durinya hingga bibirmu berdarah.”

 

/3/

Pada tubuhmu yang terkulai

Aku melihat sebuah dunia dalam kerapuhan

Dan keringat yang mengucur di sepanjang halus kulitmu

Seperti air mata yang disemburkan tanah air ini

Oh, tubuh yang menyimpan ratap tangis dan derita

Kupeluk kau erat-erat, sayangku

Ranjang itu menghantarkan kita ke tempat yang jauh

Sekejap menepi dari kekacauan hidup

Kita nikmati seluruh kemabukan

Sebagai wujud rasa syukur

Sebab kita telah banyak kehilangan

 

/4/

Dari sela-sela pahamu

Aku mencium aroma tanah kelahiran

Oh, rumah bagi segala yang tersingkir

dan segala yang ditinggalkan

Rumah yang selalu terbuka untuk nasibku

Meski hanya duka yang aku bawa

Meski hanya luka yang aku berikan

 

/5/

Saat kita sama-sama terpejam

Telah kita lupakan segalanya;

Kekayaan yang dimimpikan negara

Dan kekuasaan yang tak pernah berhenti diperebutkan

Tak ada lagi peperangan

Tak ada lagi ratap tangis

Hanya angin pagi

Yang menyusup di sela-sela nafasmu.

 

Yogyakarta, 2017.

 

Barkah Ramadhan, mahasiswa tingkat akhir di jurusan Sastra Indonesia FBS UNY. Karyanya pernah dimuat di sejumlah media kampus dan menjuarai beberapa lomba tingkat nasional. Saat ini sedang menikmati masa-masa senggang dari rutinitas kampus dan menunggui warung kopi yang ia pelihara di Kulon Progo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post Penemuan Mengenai Penciptaan Musik Klasik
Next post Climate Change dan Clean Energi