
Puisi-Puisi Andrian Eka Saputra
Kenangan
-untuk perempuan yang dulu mencintaiku
kupandangi potretmu dalam bingkai
tersenyum selayaknya dahulu
ketika kita duduk bertemu
dan kupinjam detak jam untuk merayu
“dik, cinta itu waktu,
berdetak untuk melahirkan masa lalu.
kelak, kita menyebutnya sebagai kenangan.
dan engkau, seabadinya kenanganku.”
kini hanya kenangan
terus berdetak selayaknya keabadian
dan kau semakin hilang
menyisa kepedihan
Boyolali 2013
Kenangan II
“Hidup adalah proses yang puitik,” katamu.
“Lahir dari jerit dan air mata,
dan berakhir dengan iringan serupa.”
Hujan menghentak dadamu,
Mengajak melompat ke masa lalu.
Kisah demi kisah kau ambil dari dalam dada
“Perempuan itu kekasih rasa,” katamu,
“Kenangan lekat di dalamnya.”
Sore itu aku hanya diam
kauhujani dengan beribu kesah.
Hingga akhirnya hujan reda,
kau kembali dari masa lalu
dan pandangmu memeluk mataku.
“Inikah yang lekat dalam rasamu,
di masa depan?” batinku.
Yogyakarta, 2014
(gambar: kompasiana)
Sebagaimana Biasanya
sebagaimana biasanya, aku
duduk di depanmu
diam dan menunggumu menyapa
“kau selalu begitu. padahal kau tahu,
aku punya rasa bosan.
apa kau pura-pura lupa?”
matamu tenggelam saat jarum jam
mulai melemah
kau meringkuk di meja belakang punggungku
kau ikut diam
“aku hanya mengakrabi sepi.
sebagaimana biasanya,
pertemuan itu berujung perpisahan. aku hanya
membiasakan diri.”
kau meringkuk dan semakin
tenggelam air mata
kuputar jarum jam agar
waktu lebih cepat berlalu
sedang kita sebagaimana biasanya
diam
Boyolali, Juli 2014
Di Puskesmas
Lelaki kecil tertawa kecil
di atas kasur kecil di ruang kecil.
Tipes, kata dokter.
Apes, kata ibu.
Ibu menunggu di samping kasur
tidak bisa tidur apalagi mendengkur.
Bingung melihat anaknya
yang sakit tapi tertawa.
Tipes, kata dokter.
Apes, kata ibu.
Lelaki itu adik terkecil
biasanya paling usil.
Tiba saatnya ia sakit
di puskesmas tubuhnya lemas.
Boyolali, 2014
(gambar: Next Avenue)
Dendang Usai Pertemuan
Biarkan langit ditaburi bunga-bunga
dan berduka ditinggal pergi.
Rinduku padamu, tak tuntas malam ini.
Biarkan jalan digilas roda-roda
dan kenangan berjejak luka.
Cinta kita mesti mencatatnya.
Bola mata dan bau tubuh yang dirindukan
adalah candu bayang-bayang
bersamamu, membincangkan masa depan
dan masa lalu.
Dan biarkan waktu merencanakan sendiri
pertemuan kita di lain hari.
Boyolali, 2014
Kerinduan
Malamlah mimpi-mimpimu
Sebelum pagi, titah raja yang mesti kau jalani
membuat kecanggungan-kecanggungan baru
antara anak dan ibu.
Bermimpilah ibu,
Aku kembali bayi di gendonganmu
Merengek dan menetek
Menyesap kedekatan: susumu
mengalir dalam tubuhku,
Kasihmu mengalir dalam diriku.
Boyolali, 2015
(gambar: TheWallpaper.co)
Ziarah
Tak lagi dihirupnya bau tubuhmu
Selain sisa aroma bunga kenanga dan bunga selasih
yang dibawanya dari rumah
Kini menghias nisan, sajian pembuka kenangan.
Setelahnya doa (mungkin) juga tangis penyesalan
dan kepulangan—dan melupakan.
Boyolali, 2015
Sumber gambar: aoao2 – DeviantArt