The Story of Jungle

“Din, gimana mobilnya?”

“Bentar lagi bang”

“Uda laper banget gaissss”

“Sabarr juga yaaa”

Greng… greng suara mobil menyala dengan lampu yang di jalanan jalanan yang gelap dengan rembunan pepohonan. Suasana yang tentram dengan bintang dan terngnya rembulan. Jalanan begitu lenggang memang berpapasan dengan beberapa mobil dan pengendara motor. Jalanan kota semakin dekat dengan tujuan villa menginap mereka.

“Huahhh” Vino menguapkan saat akan melewati tikungan tikungan,namun dia tetap berjalan lurus rekan seperjalananya yang belokan berusaha keras untuk berteriak padanya agar membelokkan setirnya.

“Tidaaaaaaak, belok woyyyy”

“Haahhh”

“Remm… remmm”

Vero yang langsung langsung membangun karena kepalanya terbentur dengan depan sopir.

“Aduuhhh, benjol ga tuh”

“Aman aura kegantenganku” sambil memegang kaca dia berbicara pelan

memang dia tersadar ada yang aneh dengan jalan ini, mereka berdebat tentang jalanan yang lurus yang dilihat Vino. Lalu Udin berinisiatif untuk segera secara bergantian menyetir agar kejadian serupa tak terjadi.

“Kenapa sih tadi?”

“Nyetir ada tikungan malah lurus nyaris kan tabrakan”

“Wahhh… Wahhhhhh kalau sudah lelah gantian bro” sambil menutupi bahunya

Vino hanya terdiam sambil mengingat kejadian yang baru dia alami tadi, perjalanannya yang cukup panjang membuat mereka berdua terbangun setelah pulas. Udin fokus menyetir tanpa memedulikan lainnya, dia sibuk makan dan berdendang sendiri di dalam mobil.

Suara adzan menggema menandakan waktu subuh tiba, mereka berhenti di masjid untuk melaksanakan shalat dan sambil mampir di angkringan dekat masjid tersebut. Setelah kenyang mereka melanjutkan perjalanan dan sampai di penginapan kota tersebut. Suasana yang asri dengan beberapa pepohonan yang rindang membuat mata terasa segar. Mereka pergi menuju resepsionis untuk melakukan check in di hotel tersebut. Setibanya saat siang, mereka memutuskan untuk istirahat lalu setelah pergi jalan-jalan sambil menikmati kuliner yang begitu menggiurkan.

Baca Juga: Memories Aurora dalam Kegelapan 

Vero merebahkan tubuhnya di kasur, tak lama kemudian dia jatuh terlelap. Saat ini terbangun karena suara tawa Udin daln lainnya, tiba-tiba badanya tidak bisa digerakkan. Dia merasa ada sesuatu didekatnya, sosok yang tak begitu jelas. Tanganya menyentuh pinggangnya sampai dia merasa ketakutan, tak lama kemudian melihat sesuatu di atas plafon. Sosok berwarna hitam seperti bayangan rambut seperti manusia namun seram. Dengan tangan kuku panjang yang berwarna hitam, sedang mengendap di atap namun membalikkan membalikkan badan.

“Hahhahahaha… hahahah leee tholeeee … hahahahah”

“Pergi! pergiii! jangan ganggu aku, aku hanya ingin tidur” ucapnya gemetar.

“Hahahahhah kamu takut, aku akan turun” Sosok itu tertawa dengannyaring dan menggoda vero sambil tertawa.

“Tidak, jangan ganggu aku!! Pergi!!!”

Iyoo—iyoo aku tak ngaleh hahahahha wedi bocaheee hahahah…” lalu sosok itu pergi menghilang menembus atap dan Vero langsung terbangun.

Enek apa kon?” suara udin terdengar saat vero terduduk.

“Aku tadi ketindihan, tapi ora papa wesan

“Lihat apa kamu, sekilas matamu melirik ke atas tadi?”

“Wohh serem banget tp menjengkelkan, menggangguku…”

“Shalat dulu wudhlu biara aman” Udin menonton Vero yangs edikit bergidik ngeri

Ketika melihat, Udin dari ekor mata melihat perempuan melenggang melewati melewati depan kamar mereka. Dia tak memerdulikanya sampai ketika, mereka mendengar suara cekikikan bersama sayup-sayup angin sore.

“Gais, dengar ga? ada yang ketawa”

“Udah biarin aja, jangan nyanyikan lagi” Vero menyahut keluar dari kamar mandi.

“Kayaknya kamu kenal baik Ro?”

“Sialann…” sambil melempar handuk basahnya

Mereka pergi menuju kafe yang terkenal dengan kopinya sambil menikmati pemandangan gunung dan matahari terbenam. Mereka melupakan beberapa keajadian mengganjilkan saat berada di hotel tersebut, namun sampai di situ dalam perjalanan pulang konon pamali melewati jalan ini saat matahari sudah gelap. Namun, mereka justru melewati tempat-tempat tersebut ketika malam.

Dalam perjalananya ada pertigaan mereka bingung akan belok kemana kareana sinyal google maps yang mereka gunakan hilang. Mereka mencoba belok kekiri namun yang ditemuinya semak belukar semakin rimbun lalu mereka merasa salah jalan. Hingga akhirnya putar balik, kembali ketempat awal untuk mengambil arau satunya.

Jalanan begitu sepi, membuat bulu kuduk merinding. Belum lagi banyak warga tewas akibat erupsi gunung sehingga beberapa rumah kosong dan terbengkalai. Pepohonan begitu rimbun dengan udara yang dingin. Tak ada mobil yang melaju lalang hanya suara-suara binatang malam. Saat perjalanan, Udin melihat pepohonan dan bambu-bambu di sepanjang jalan. Namun, matanya terhenti saat bertatapan dengan bola mata dalam rerimbunan tersebut. Udin terhenyak dan memastikan apa yang dilihatnya, dia berkali-kali mengerjap-ngerjap untuk memastikanya.

“Vin, aku takut tadi ada yang liatin”

“Hussshhh dijaga omonganya”

“Seriuss” dengan wajah pasrah dan raut Udin menutup mata sepanjang jalan sampai di masjid berharap sosok tersebut menghilang.

“Gessss, pundakku berat. Ini gimana?”

“Nanti, kita nyari masjid buat shalat. siapa tahu ada yang ikut”

“Heshhh… aku takut beneran iki”

Mobil berhenti di masjid saat sudah turun dari tempat tersebut. turun dari mobil, dengan cara jalan Udin yang bahunya di sebelah kanan, sehingga ada sesuatu yang tinggi di sebelahnya.

Teman-temanya yang meblihat menasehati Udin agar segera bersuci atau mandi disini.

“Ayo, wudlu dan shalat dulu saja” Ucap Vino

Permintaan untuk sembahyang dan shalat setelah itu tak ada lagi keajadian yang tidak mengenakan sampai pagi hari mereka check out dari hotel tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post Mental Block: Cara menghadapinya ?
Next post Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut dengan Sikat Gigi