Advertisement Section

Ideologi, Harta, dan Kekayaan Indonesia dalam Pentas KHS

Yogyakarta– Minggu (06/05), kelompok drama dari prodi Sastra Indonesia angkatan 2015, yaitu “Komunitas Harap Santai”  (KHS)  telah berhasil menggelar pentas drama dengan judul “Nenek Tercinta”.

Pentas KHS merupakan pembuka dari parade “Siakad” yang merupakan tugas praktik dalam mata kuliah Kajian Drama. Selain KHS, kelompok drama lainnya yaitu DHS dan KRS, masing-masing akan pentas pada tanggal 10 dan 13 di tempat yang sama.

Pertunjukan drama yang digelar di Laboratorium Karawitan, FBS, UNY ini, terkonsep dengan sederhana. Panggung di-setting layaknya sebuah ruang tamu lengkap dengan perangkat meja kursi. Sebanyak 6 orang pemain berhasil mementaskan drama “Nenek Tercinta” dengan apik.

lppmkreativa
Foto: LPPM Kreativa

Drama yang disutradarai oleh Dwi Wulandari ini, menceritakan kehidupan seorang nenek yang semakin pikun, cerewet, dan suka marah-marah di usia senjanya. Hal ini dilakukan sang nenek semata-mata karena merasa ingin kembali mendapatkan kasih sayang atau sekadar perhatian dari anak, cucu, dan menantunya.

Namun, sifat nenek ini dianggap menyebalkan oleh menantunya, hingga mereka berupaya untuk menghilangkan nyawa sang ibu mertua dengan bantuan dukun. Manusia hanya bisa berencana, tetapi hasilnya Tuhan yang menentukan. Kenyataan pun berbalik, justru anaknya sendiri yang mati tertabrak.

“Sebenarnya, drama ini tidak sesederhana itu, mungkin banyak yang kurang memahami makna di balik drama ini,” ungkap Dwi.

lppmkreativa
Foto: LPPM Kreativa

Ia menambahkan, ”Nenek, kita ibaratkan sebagai Indonesia dan Lastri (menantu) sebagai orang pribumi atau mereka yang memakai harta kekayaan Indonesia. Devi yang merupakan anak dari Lastri dan sering memainkan kunci menggambarkan ‘perusak’ yang berusaha menghancurkan Indonesia dan kunci itu sendiri menggambarkan ideologi, harta, dan kekayaan Indonesia. Di sinilah konflik Indonesia terjadi.”

Pesan-pesan dari pementasan drama ini juga sampai kepada penonton, salah satunya adalah Cica Emi, mahasiswa Sasindo angkatan 2017. Ia mengungkapkan, “Lebih menghormati orang yang lebih tua, kan kita sudah diurus dari kecil, gitu.”

***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post Lomba Poster Ilmiah LIMLARTS: Lomba dalam Balutan Budaya
Next post Perkumpulan Seni Sastra Mbeling Pentaskan Klitih