MEMETIK KEBERHASILAN MELALUI BUKU HARIAN
Anne Frank tak pernah menyangka jika buku harian yang ia tulis 76 tahun yang lalu akan dibaca oleh jutaan orang di penjuru dunia. Ia tak pernah membayangkan jika kisah harian dalam persembunyiannya dari tentara Nazi akan banyak menginspirasi. Tak pernah melihat pula jika saat ini hasil tulisannya mendapat banyak apresiasi.
Anneline Marie Frank atau Anne Frank merupakan salah satu gadis yang menjadi saksi peristiwa Holocaust. Peristiwa pembantaian massal terhadap Yahudi ini memaksa ia dan keluargnya bersembunyi di kamar loteng dua tahun lamanya. Dalam hari-hari yang mencekam dan penuh was-was, Anne menuliskan apapun yang ia rasakan dalam sebuah buku harian.
Kisah Anne Frank menjadi bukti betapa pentingnya sebuah catatan harian. Anne dapat terhindar dari stres berat dengan menulis diary. Bahkan, berkat catatan hariannya, nama Anne Frank kini melegenda. Lalu, kira-kira apabila orang-orang menulis catatan harian apakah akan muncul Anne Frank-Anne Frank yang lain?
Agaknya pertanyaan tersebut cukup sulit untuk dijawab. Mengingat saat ini jarang ada yang bersedia meluangkan waktu untuk menuliskan kisah hariannya di sebuah buku. Terlebih para remaja, fenomena yang terjadi saat ini adalah anak-anak muda cenderung lebih suka bercerita melalui status di media sosial. Mereka lebih tertarik membagikan momen-momen indah yang dialami kepada orang lain dibandingkan kepada buku diary. Kiranya pada era ini menulis buku harian memang dianggap bukan sesuatu yang penting.
Bagi seorang pemula, menulis bukanlah pekerjaan yang mudah. Untuk menggali ide, menyusun alur berpikir, dan merangkai kata, terkadang kita merasa sulit bukan main. Banyak sekali pemikiran-pemikiran di otak kita, tetapi ketika harus menuangkannya di atas kertas sering kali kita mengalami kesukaran. Untuk dapat menulis dengan baik, memang perlu latihan dan juga pembiasaan.
Membuat catatan harian merupakan salah satu upaya pembiasaan diri untuk menulis. Dengan rutin menulis buku harian, maka akan membantu alur berpikir kita menjadi lebih rapi. Selain itu, buku harian juga dapat menjadi sarana mengurangi stres dan merekam perkembangan kemampuan menulis seseorang.
Beberapa figur dalam sejarah, seperti Marcus Aurelius (Kaisar Romawi), Napoleon Bonaparte (Kaisar Perancis), dan Oscar Fingal O’Flahertie (penulis sukses dari London) selalu meluangkan waktu untuk menulis buku harian. Lalu, apakah kita tidak ingin mengikuti jejak Anne, Napoleon, dan Oscar yang berhasil melalui buku harian? Ya, segala keputusan ada di tangan kita. (Nadhila Hibatul)