
Penatus Si Jago Sabung
Brakk….brakk…. Suara sabung ayam terdengar hingga ujung Widoro Kandang. Ayam-ayam jago beradu tarung mencabik-cabikkan jalunya. Menegakkan kaki, bulu, dan jenggernya. Ayam merah melukai sayap ayam hitam. Dibalas sabetan jalu, jengger ayam merah terkoyak. Ayam merah jatuh tersungkur, ayam hitam menang jalur.
Ditariknya ayam hitam. Dilekap lalu di tarung. Dikeluarkannya aji mumpung, si hitam berhasil membuat si merah mutung. Datang seorang petandang dengan membawa ayam jago putihnya. Jalu-jalu kaki diasah kuat-kuat. Dihampirinya sabung itu, si putih menari-nari dengan kekuatannya. Dihempasnya si jago merah, si jago hitam dibuat lemah tak berdaya. Bak kayu dilahap kobaran api, sabung ayam itu berlangsung singkat. Si jago putih menyihir penontonnya, bergegas pergi dan meninggalkan misteri. Si petandang lanjut bertandang ke Widoro Kandang.
***
Penatus dari negeri Majapahit. Petandang bermukim di Widoro Kandang. Si jago meninggalkan bekas, si tandang meninggalkan kandang. Penatus berjuluk Menak Jentiri datang dari negeri Wilwatikta, berdiam dalam pertapaannya. Ia datang bersama kakaknya, berjuluk Menak Jalibah dari negeri timur. Bagai pinang dibelah dua, si Menak penyuka sabung ayam.
Suatu ketika Menak Jentiri bertandang ke gubuk Menak Jalibah. Terletak di seberang hutan Gung liwang-liwung. Menak Jentiri datang bersama si jago putih. Diketuknya papan pintu. Tok…tok…tok.. “Kang mas, Jalibah.”
Menak Jalibah tidak menyahut. Datang seorang perempuan membawa sebakul beras. Diputarnya di atas nampan. Perempuan tua menyahut. “Kang masmu lagi di sawah. Ada apa adinda?” Kala itu suasana sunyi-senyap. Menak Jentiri membayankan niatnya bertandang ke gubuk Menak Jalibah. Ia berencana ingin menyabungkan si jago putih dengan si jago oranye. Niatnya pun tak mulus, bak jalan berliku. Si jago putih dilarang bertandang oleh istri kakaknya. Ia berpesan agar menyabungkan jagonya setelah kakaknya pulang berladang.
Mendengar sahutan itu, Menak Jentiri pergi meninggalkan istri Menak Jalibah dan menyusup ke dalam kandang. “Ya sudah Yu, aku tak pulang dulu.” Akal bulus Menak Jentiri tak diketahui oleh sang kakak ipar. Ia bergegas menuju ke sangkar si oranye. Disergapnya jago itu, Menak Jentiri memaksa si jago oranye bertanding dengan si jago putih. Petarungan itu tak diketahui oleh istri Menak Jalibah. Kedua ayam itu saling menegakkan jalunya. Disambarnya kuat-kuat, istri Menak Jalibah lantas mengetahui kejadian itu.
Keras kepala dan tamak, Menak Jentiri menghiraukan larangan kakak iparnya dan melanjutkan sabung ayamnya. Hingga suatu ketika, sabetan jalu si putih melukai jengger si oranye. Akibat perbuatannya itu, si jago oranye jatuh tersungkur. Sayap-sayapnya tercabik jalu. Menak Jentiri bingung dengan kejadian itu, mengurung si jago oranye dan bergegas pulang ke Widoro Kandang.
***
Kicauan murai bersahut merdu menyambut datangnya sang gulita. Burung-burung berbondong pulang dari lawatan negeri senja. Terketuknya sebuah pintu, datang seseorang membawa sebakul jagung dan singkong dari ladang. Menak Jalibah menyusuri gubuk tuanya, meletakkan bakulnya di dinding bambu yang kusam. Menak Jalibah lantas beranjak menuju ke kandang, menengok si jago oranye kesayangannya.
“Bu, kenapa si oranye ini cacat tercapik-capik?”