Advertisement Section

MENGHADAPI MASALAH MENURUT PANDANGAN ISLAM

Menurut Hudojo (1990: 32) masalah adalah pernyataan seseorang, di mana seseorang tersebut belum mempunyai aturan atau hukum tertentu, yang dapat digunakan untuk menjawab pernyataan itu.

Masalah sering dijadikan alasan seseorang untuk tidak berkembang. Atau melampiaskan suatu amarah terhadap objek tertentu. Di mana objek tersebut bisa berupa benda, manusia, atau (lebih ekstrem lagi) menyalahkan Tuhan.
Untuk alasan yang terakhir itu, yang sering kita temui kejanggalannya. Tuhan Yang Maha Benar, masih saja mendapat pelampiasan amarah dari manusia. Hal ini yang hangat diperbincangkan dunia umum. Perihal masalah, manusia, dan Tuhan. Bagaimana peran Tuhan dalam masalah ini? Bukankah semua hal telah diatur oleh Tuhan? Tentang masalah, bukankah ini juga ‘permainan’ Tuhan?
Orang yang sering menyalahkan Tuhan, terkadang memang berpikir se-ekstrem itu. Mengembalikan semua hal kepada Tuhan-nya. Kembali pada ke-Maha Kuasaan Tuhan. Kembali kepada hak prerogatif Tuhan. Di mana Tuhan bertindak sebagai dalang, dan manusia sebagai wayang.
Padahal, tidak seperti itu. Tuhan memang punya hak mutlak atas kehidupan manusia. Tetapi, Tuhan (pasti) juga memikirkan hal-hal yang di mana itu bukan lagi menjadi kekuasaan-Nya. Di mana Tuhan memberikan kebebasan sepenuhnya kepada manusia. Misal, Tuhan tidak akan mengubah nasib manusia, sebelum manusia itu mengubahnya sendiri (Q.S. Ar-Raad: 11). Jadi, Tuhan memang mempunyai rencana tertentu untuk kehidupan kita. Tetapi, tidak mutlak semua (harus) sesuai rencana awal. Sebab, ada bagian-bagian tertentu, yang di daerah itulah kekuasaan manusia dibebaskan oleh Tuhan. Tempat di mana manusia bisa berekspresi. Bagaimana menjalin hubungan sesama manusia, dan sebagainya.
Lalu, kenapa terkadang ada seseorang yang masih mempunyai masalah dan tidak bisa mengatasinya? Sebenarnya ini adalah hal sepele. Di mana peran manusia sangat penting dalam hal ini. Ketika kita membaca firman Tuhan, bahwa Tuhan tidak akan memberikan beban–masalah, melebihi kemampuan kita. Maka, kita wajib mempercayainya. Sebab, Kebenaran Tuhan adalah hal mutlak. Namun, perlu kita kaji, apa yang dimaksudkan dalam hal ini.
Ketika seseorang mempunyai masalah, lalu, stress akibat terlalu berat memikirkan hal itu. Kemudian, menimbulkan konflik, yang berujung pada penyalahan Tuhan. Kiba wajib instropeksi diri. Apakah hal demikian sudah benar? Apakah kita sudah benar-benar memikirkan jalan keluar dari masalah kita. Karena, sebenarnya, jika kita mau mencoba untuk mencari suatu hal–baik jalan keluar atau yang lain–secara sungguh-sungguh, kita pasti bisa mendapatkan hal itu. Hanya saja, terkadang kita–sebagai manusia–melupakan hal itu. Kita lebih senang menyalahkan objek lain, selain diri kita sendiri.
Memang, terkadang, menilai diri kita sendiri itu, lebih sulit. Menilai orang lain, begitu mudah. Bahkan, menjadi keseharian. Menjadi budaya dalam suatu forum tertentu. Atau, bahasa kerennya, ngerumpi atau ngegosip.
Keduanya tentu tidak seharusnya kita lakukan. Karena menilai diri sendiri lebih penting, dari pada menilai orang lain. Ingat, Tuhan itu tidak akan menguji manusia di luar batas kemampuannya. Jadi, seberat apa pun masalah kita, pasti akan terselesaikan. Entah kapan dan bagaimana itu terjadi. Yang pasti, kita hidup tidak sendiri. Untuk itulah, hablun minannas–hubungan antarmanusia–perlu kita lakukan.[*]
Jogja, Desember 2014


oleh Andrian Eksa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post SURAT IMAJINER BUAT KETUA BEM FBS
Next post Sadari Ragam Persamaan bukan Perbedaan