
Persahabatan: Omong Kosong atau Kebutuhan
Friendship is bullshit. Ini adalah kalimat yang saya baca di sebuah pameran seni rupa beberapa waktu lalu.
Jika kalimat tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, artinya persahabatan itu omong kosong. Bisa jadi, beberapa orang setuju dengan kalimat tersebut. Akan tetapi, saya yakin banyak pula yang tidak setuju.
Apabila pertanyaan tersebut, secara kebetulan, diajukan pada saya, maka, jawabannya saya tidak setuju.
Jujur saja, saya ingin mewakili pendapat orang-orang yang mengaku sebagai makhluk sosial. Prinsipnya, makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri. Mereka selalu membutuhkan orang lain untuk mencukupi kebutuhannya.
Adam Smith menyebut manusia sebagai Homo Homini socius, yang berarti manusia menjadi sahabat bagi manusia lainnya. Oleh karena itu, manusia memang membutuhkan sahabat.
Sahabat menjadi tempat kita berbagi. Entah berbagi suka maupun duka. Sahabat tempat kita meminta. Kepada sahabat, kita lebih leluasa meminta bantuan.
Misalnya, kalimat sederhana yang sering kita ucapkan pada seorang sahabat ialah “ambilin dong!”. Lain halnya jika kita meminta bantuan pada orang yang belum dikenal. Kita masih menggunakan kata “tolong”.
Hanya dengan kalimat perintah yang tidak sopan pun, sahabat senang hati membantu kita. Oleh karena itu, persahabatan tidak dapat diremehkan.
Persahabatan adalah hubungan di mana dua orang menghabiskan waktu bersama, berinteraksi di berbagai situasi, dan juga menyediakan dukungan emosional (Baron & Bryne, 2006).
Pengertian di atas mewakili pernyataan bahwa seseorang membutuhkan sahabat. Tidak ada omong kosong dalam persahabatan.

Hanya manusia egois yang tidak membutuhkan sahabat. Manusia egois hanya memikirkan dirinya sendiri. Mereka tidak ingin memikirkan keadaan orang lain.
Meskipun, kenyataannya, manusia juga disebut makhluk individu. Manusia juga memiliki sisi egois. Akan tetapi, mustahil bila manusia tidak menjalin persahabatan.
Bahkan, saya yakin manusia yang menuliskan kalimat “Friendship is bullshit” juga memiliki sahabat. Tidak mungkin ia mampu menuliskan kalimat tersebut tanpa dukungan orang terdekat, yang dalam hal ini saya sebut sahabat.
Bayangkan saja, jika manusia betul-betul tidak memiliki sahabat. Kepada siapa mereka meluapkan emosi?
Ketika mereka bahagia, bersama siapakah mereka menikmati kebahagiaannya? Ketika mereka bersedih, siapa yang mereka butuhkan sebagai tempat curhat?
Tentu saja, jawaban dari banyak pertanyaan itu hanya satu. Sahabat.