PRESIDEN JANCUKERS BICARA PLURALISME
Sejak pukul 09.00 WIB (06/10) para mahasiswa berkumpul di depan Stage Tari Tejokusumo FBS UNY. Mereka datang bukan karena ada demo, orasi besar-besaran, atau hal-hal yang berbau anarkis, mereka datang untuk mengikuti acara seminar kebudayaan. Seminar ini berjudul “Sinergitas Pluralisme dalam Eksistensi Seni dan Budaya”. Para peserta yang kebanyakan mahasiswa,terlihat sangat antusias mengikuti acara seminar. Memang pemateri dalam seminar kebudayaan ini tidak tanggung-tanggung, yaituCak Suijwo Tedjo, budayawan nyentrik, sekaligus Presiden Jancukers.
Acara seminar dibuka dengan tari kebudayaan. Lalu dilanjutkan dengan sambutan-sambutan dari ketua panitia seminar yaitu Afsari, ketua BEM Arda Sedyoko, dan Wakil Dekan 3 Dr. Kun Setyaning Astuti M.Pd secara bergantian. Acara pertama diisi dengan stadium general oleh Sugito. Stadium general dibuka dengan guyonan yang menghibur. Mas Gito, panggilan akrabnya, juga sempat mengkritik tema yang diusung panitia. Menurutnya, judul seminar ini terlalu sulit di hafal dan terlalu bertele-tele. Ia pun membahas tentang esensi kondisi pluralisme di Indonesia sekarang ini.
Stadium general usai, acara sempat kosong beberapa menit. Hal ini membuat peserta sedikit bosan, kekosongan yang rencananya diisi dengan hiburan dari UKM Kamasetra tidak jadi tampil. Penonton sempat kecewa dan gaduh dengan gagalnya penampilan UKM Kamasetra.
Acara inti diisi oleh Cak Sujiwo Tedjo. Presiden Jancukers itu mengajak peserta duduk lesehan. Sujiwo menyampaikan beberapa hal tentang kebudayaan, kesenian yang beraneka ragam di Indonesia. Semua kebudayaan yang negara kita miliki merupakan identitas diri. Namun,tidak harus menutup diri terhadap datangnya sebuah kebudayaan luar. Intinya, sejauh mana kita memilah dan mengemasnya sehingga menjadi lebih menarik dan tidak meninggalkan ke-Indonesia-an kita.
Bincang-bincang serius dengan Sujiwo dipurnai dengan sharing atau tanya jawab, sesekali budayawan nyentrik itu bernyanyi bersama dengan mahasiswa. Sehingga tidak salah jika Sujiwo menjawab pertanyaan peserta seminar dengan cara bernyanyi.
“Dalam acara ini berbeda dengan acara seminar-seminar yang lain dikarenakan tempat dan pembicara sendiri yang membuat acara ini menjadi nggak begitu formal. Pesertanya aja di suruh maju sama pembicaranya, acara nya sendiri langsung spontan,” tutur Afsari mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Prancis.
Ketika ditanyai mengenai acara seminar ini, komentar para peserta pun beragam, salah satunya Erik, mahasiswa Seni Rupa “Acara hari ini menyenangkan banyak hal-hal yang dapat diambil dan juga sertifikatnya.” Akan tetapi ia juga menggaris bawahi persoalan seperti tempat dan jalannya acaranya. “Tempatnya nyaman nggak nyaman, tapi asyik-asyik aja. Tapi juga lebih di cari tempat yang lebih nyaman lagi. Karena basic dari tempatnya bukan buat seminar tapi buat pertunjukan.” Mengenai jalan acaranya, ia mengomentari dan memberi masukan, “Sempet kecewa sama acaranya tadi, dengan kekosongan acara, tapi ke depannya di atur lebih baik lagi. Jangan kejadian yang kaya tadi terulang lagi, kan yang harusnya tampil malah nggak jadi tampil.” (RAP & LMK)