Proposal PKM Menjadi Syarat Kelulusan di FBS
Jumat (19/10/18) sore, ada yang tampak berbeda di sekitar Pendapa Tejakusuma, FBS, UNY. Hiruk pikuk puluhan mahasiswa menghiasi kawasan ini. Sebagian besar dari mereka tampak mengantre di depan PKM Center yang berada tepat di samping Pendapa.
Hari ini adalah hari terakhir pengumpulan proposal Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM). FBS memang mewajibkan mahasiswa semester lima untuk mengajukan proposal PKM 5 bidang.
Program ini sudah diadakan sejak tahun lalu, dengan dalih sebagai syarat kelulusan atau yudisium.
Hal ini ditegaskan oleh Dekan FBS, Prof. Dr. Endang Nurhayati, M.Hum., saat memberi sambutan di acara “Workshop Kewirausahaan dalam Rangka Pembinaan Leadership Mahasiswa FBS Angkatan 2018” di Auditorium UNY, pada Selasa (04/10/18) lalu.
Danang, selaku pengurus UKM Penelitian FBS Limlarts juga membenarkan hal tersebut. “Memang diwajibkan. Dekanat yang memutuskan program ini, bekerja sama dengan kami,” ungkapnya.
PKM memang merupakan program kerja wajib di UKM Limlarts. Akan tetapi, Solehah yang juga merupakan pengurus Limlarts menyangkal bahwa kegiatan ini adalah program yang dikehendaki oleh Limlarts. “Memang PKM ini proker kami, tapi yang mewajibkan adalah Dekanat dan kami hanya membantu,” tuturnya.
Sampai malam ini pun, PKM Center masih dipenuhi oleh mahasiswa yang baru dapat mengumpulkan proposalnya. Beberapa mahasiswa memang harus memperbaiki proposalnya karena tidak sesuai dengan ketentuan. “Punya saya harus diperbaiki lagi, karena formatnya salah. Ya wajar saja ya, karena bulan-bulan ini memang sedang waktunya mahasiswa membuat karya, yang tidak semua adalah penelitian,” ungkap Danang Purwoaji, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Daerah.
Sejumlah mahasiswa mengaku mengalami kerepotan akibat kegiatan ini. Mereka merasa bahwa waktunya tidak sesuai untuk menyusun proposal.
Disamping itu, prosedur pengumpulannya memang dirasa ribet.
Sosialiasi kebijakan ini baru diadakan ketika workshop, sekitar dua minggu sebelum batas pengumpulan. Oleh karena itu, rata-rata mahasiswa menjalankan sistem kebut semalam dalam mengerjakan proposalnya.
Nana, seorang mahasiswa Pendidikan Seni Rupa juga merasa sulit menulis proposal dalam waktu yang relatif singkat. “Di bidang saya memang tidak pernah menulis laporan begini, makanya rada berat. Belum lagi, tugas kuliah dan praktik-praktik,” katanya.
Senada dengannya, Silmil, mahasiswa Pendidikan Musik mengungkapkan bahwa di samping program ini bagus bagi mahasiswa, ini juga memberikan beban bagi mereka. “Repot sekali, karena saya belum dapat mengupload proposal saya. Karena harus pakai (wifi) YSU, dan internetnya nggak bisa,”akunya.
Pengarahan sebelumnya, tambahnya, “Pun tidak menarik, tidak jelas, tidak greget, jadi tidak ada motivasi untuk bikin PKM demi UNY tercinta.”
Hingga petang hari, masih banyak mahasiswa yang belum mendapatkan kupon yang ditandatangani oleh Ketua Limlarts sebagai bukti telah mengumpulkan dan mengunggah proposal PKM. Nantinya kupon ini akan ditukar di Dekanat untuk mendapat selembar sertifikat. Sertifikat inilah yang akan melengkapi persyaratan yudisium.
Di samping permasalahan tersebut, ternyata masih banyak mahasiswa yang tidak paham dalam proses penyusunan proposal. Mereka mengharapkan Limlarts mau turun langsung untuk membimbing, jika memang kegiatan ini wajib diikuti seluruh mahasiswa berbagai jurusan.
“Harusnya ada bimbingan, karena ketika workshop kurang jelas. Supaya mahasiswa bisa maksimal dan tidak hanya asal-asalan,” kata Nesi, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Melalui program ini, diperkirakan akan ada 900 judul proposal PKM lima bidang dari FBS. “Sejauh ini sudah banyak yang mengumpulkan, tetapi banyak yang belum unggah internal,” jelas Danang. ***
Wajib tapi waktu singkat, pengarahan juga ga jelas. Nama workshopnya “kewirausahaan” tapi ujung2nya suruh bikin PKM. Sehat? Dan yang jelas, ngabis2in duit buat ngeprint proposal!