Advertisement Section

Lampu kuning

Lampu kuning temaram di ruang tengah menyala pukul lima subuh. Aku tahu, itu pasti Abang yang baru pulang setelah semalaman tadi pergi melaut dengan Pak Sukir. Air mukanya tampak lelah, tanpa mengucapkan sepatah kata, aku yakin dia pasti merindukan kasur tipis di kamarnya secepat mungkin.

Sebuah Ensiklopedia Hidup di Tengah Kota Metropolis

Di antara hiruk pikuk dan menara beton, terdapat ruang hijau yang membentang luas di tengah kota metropolis, menyimpan kekayaan yang tak terhingga. Bukan sekadar taman, melainkan sebuah ensiklopedia hidup yang merangkum keindahan seluruh nusantara. Tempat ini merupakan bukti bahwa untuk memahami dan mengapresiasi keberagaman Indonesia, tidak selalu perlu menempuh ribuan kilometer. Cukup dengan melangkah di atas tanahnya. 

English for Freshmen 2025: Layarkan Persaudaraan di Laut Pengetahuan

Yogyakarta – Departemen English Fakultas Bahasa Seni dan Budaya (FBSB) Universitas Negeri Yogyakarta menggelar English for Freshmen (EFF) pada Jumat, 8 Agustus 2025, sebagai bagian dari PKKMB prodi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) dan Sastra Inggris. Tahun ini, EFF mengusung tema “Sail into the sea of discoveries and encore in the harbour of unity and grow”, dengan konsep pelayaran yang mempresentasikan gugus sebagai nama-nama pulau.

Pentingnya Rasa Tanggung Jawab bagi Mahasiswa

Di tengah dinamika kehidupan kampus yang semakin kompleks, tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian mahasiswa mulai melupakan dan menyepelekan arti penting dari rasa tanggung jawab. Padahal, tanggung jawab merupakan landasan utama dalam membentuk karakter mahasiswa yang mandiri dan berintegritas. Seorang mahasiswa tidak hanya dituntut untuk cerdas secara akademis, tetapi juga mampu memegang komitmen serta menjalankan kewajiban dengan penuh kesadaran. Rasa tanggung jawab yang tertanam sejak masa perkuliahan akan menjadi bekal berharga dalam menghadapi dunia kerja dan kehidupan bermasyarakat.

Jolenan Somongari

Jolenan, merupakan tradisi mengarak jolen sejauh 2,5 kilometer, bolak-balik ke arah timur kemudian kembali ke barat. Sejarah ini bermula dari dua anak kembar bernama Kedhana dan Kedhini yang saling mencintai. Karena keduanya memiliki hubungan darah, orang tua mereka sangat kecewa. Terusirlah keduanya dari rumah. Karena tidak memiliki modal hidup, keduanya terus berjalan mengembara sembari mengamen. Tidak ada yang pernah menyangka bahwa jalan dan nyanyiannya kedua anak kembar itu diikuti oleh orang-orang sehingga membentuk rombongan yang memanjang. Rombongan itu lantas berhenti di sebuah tempat dan kemudian membentuk pedesaan yang dijuluki Desa Somongari. Dinamainya Somongari dari kata somo yang berarti sama dan ngari atau ngarai yang diyakini penduduk bukan pegunungan dan persawahan yang terjal sehingga mudah dijangkau orang dari berbagai penjuru.