Advertisement Section

“Titik-Titik Hitam” Menyajikan Masa-masa Kelam

Yogyakarta – Pementasan “Titik-Titik Hitam” oleh Teater Mahesa PBSI E menjadi persembahan kedua dalam rangkaian Parade Teater yang digelar di Laboratorium Teater Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) UNY, Jumat (15/12/2017).

Sebelumnya, Teater Juang membuka rangkaian parade tersebut dengan pementasan lakon berjudul “Guru”.

“Titik-titik Hitam” sendiri merupakan adaptasi dari naskah karya Nasyah Djamin dengan judul yang sama.

Naskah “Titik-titik Hitam” bergerak di seputar keberagaman tokoh, namun setiap tokoh memiliki kesamaan. Walaupun setiap tokoh memiliki latar belakang yang berbeda, tetapi masing-masing memiliki masa kelam atau bagian hitam dalam hidupnya.

“Pemilihan naskah ‘Titik-titik Hitam’ berdasarkan perundingan. Naskah ini sendiri bukanlah sebuah naskah yang sederhana. Banyak sekali mengandung keberagaman karakter. Alur dalam cerita ini tidak bergantung pada satu orang saja. Masing-masing pemain membawa alurnya sendiri. Makanya, kenapa disebut ‘Titik-titik Hitam’, karena dari masing-masing tokoh ini memiliki sisi gelap,” ungkap M. Hanif Burhanuddin, yang akrab dipanggil Udin, selaku pemimpin produksi.

Foto: Lathifah Larasati

Teater Mahesa juga melakukan open casting untuk siapa pun yang termasuk anggota teater tersebut untuk ikut serta dalam memainkan drama ini.

“Untuk pemilihan, semua teman dari Teater Mahesa bisa ikut casting. Jadi, tidak ada yang dibeda-bedakan. Semua ikut casting, kemudian dipilih mana yang cocok,” terang Udin.

Foto: Lathifah Larasati

Untuk persiapan, Udin mengatakan bahwa pementasan ini memerlukan waktu selama kurang-lebih tiga setengah bulan. Baik dari panitia maupun pemain memakan waktu yang sama. Namun, porsi persiapan lebih banyak dilakukan pemain dibandingkan panitia.

Udin menjelaskan, “Kita mulai berproses dari bulan September. Jadi, kira-kira tiga setengah bulan. Untuk porsinya lebih banyak pemainnya dibandingkan produksi. Karena, ketika pemain sedang latihan, teman-teman dari produksi bisa nyambi. Jadi, kita bisa berjalan berbarengan.”

Foto: Lathifah Larasati

Ada beberapa kendala dalam persiapan. Kesibukan masing-masing yang berbenturan dengan jadwal latihan menjadi salah satu kendala dalam proses persiapan pentas.

“Karena masing-masing individu punya kesibukan masing-masing. Jadi, waktu di mana latihan pemain, tidak komplit. Sama halnya dengan kepanitiaan,” imbuh Udin.

Veri, mahasiswa Pendidikan Luar Biasa (PLB) UNY yang menonton pentas ini, mengaku puas akan penampilan tersebut.

“Acara di FBS memang seru, terutama pementasan drama seperti sekarang ini. Banyak pesan moral yang diungkapkan secara tidak langsung. Intinya benar-benar menghibur dan memberi makna tersendiri buat saya,” kata Veri. “Semoga kedepannya bisa lebih baik lagi dalam proses kreatif seperti ini. Harapan saya akan ada pementasan-pementasan selanjutnya yang tak kalah menarik. Jadi, penontonnya juga bisa lebih tertarik untuk datang menyaksikan.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post KRAMAS: L’océan d’art, Ajang Berkesenian Mahasiswa Prancis
Next post Made In Jogja, Wujud Apresiasi Terhadap  Musisi Jogja