Dhrta Buana: Wajah Kehidupan yang Tidak Normal Menjadi Normal
Yogyakarta — Teater Dentum menggelar pentas debut teaternya di Societet Militair Taman Budaya Yogyakarta (TBY), pada hari Senin (05/03). Pentas perdana di tahun 2018 ini mengusung tajuk “Dhrta Buana”.
Pementasan “Dhrta Buana” merupakan hasil karya sang sutradara yaitu Garry Cantona. “Jadi naskah ini dibuat dari anggota kami asli, bukan yang lain. Penulis naskah itu sutradaranya,” tutur Khabib, salah satu aktor yang memerankan tokoh Taufik.
“Dhrta Buana” berkisah tentang kehidupan seorang perempuan bernama Ambar, tokoh yang mengalami penyakit jiwa. Penyakit jiwa yang dideritanya dialami karena kejadian pemerkosaan. Orang yang melakukannya tak lain ialah ayahnya. Akan tetapi, masyarakat tak mencurigainya, karena mereka merasa tak mungkin bahwa ayah Ambarlah pelakunya.
Masyarakat selalu menganggap bahwa hal yang sudah umum itu adalah hal yang normal, entah baik maupun buruk. Namun demikian, penonton diajak membuka mata bahwa anggapan tentang hal yang umum tersebut sebenarnya tidaklah normal.
“Kisah ini menceritakan kehidupan di masyarakat, apa yang kita anggap normal tapi sebenarnya tidak normal. Dimana pasti ada kebenaran ada juga keburukan,” terang Khabib.
Teater Dentum melakukan open casting untuk pemilihan naskah ataupun pemain pada debutnya kali ini. Seperti yang diungkapkan Khabib, “Sebelumnya kita cari dulu orangnya. Siapa yang ingin ikut ya boleh ikut. Nah, untuk pengambilan cerita dilakukan open casting.”
Hal yang menarik dari pementasan ini ialah cara sutradara memilihkan peran. Sutradara memilihkan peran pemainnya berdasarkan latar belakang sifat asli mereka. Hal ini diungkapkan oleh Khabib, “Sutradara membuat cerita ini berlatar belakang karakter asli masing-masing pemain.”
Persiapan pementasan ini memerlukan waktu selama kurang lebih dua bulan. “Latihan mulai dari masuk naskah dua bulan sebelum pementasan,” tutur Khabib.
Pementasan ini tidak lepas dari kendala. Namun demikian, pertunjukan “Dhrta Buana” tetap menuai antusiasme yang tinggi dari penonton.
“Kendalanya yaitu yang pertama, naskahnya jadinya mepet, cuma dua bulan sebelum pementasan. Lalu ketika latihan banyak sekali pemain yang nggak dateng, nggak lengkap. Ditambah kita kekurangan pemain figuran,” ungkap Khabib.
Fitri, salah satu penonton mengungkapkan, “Pementasan sangat bagus, menarik, lakon yang ada di teater sangat totalitas akan perannya. Pada akhir cerita, saya cukup geram, kenapa pelakunya tidak diungkap saja. Semoga pementasan selanjutnya makin totalitas, makin kocak, asyik, ngena pokoknya.”
(Wahyu Ami)