
Koko-Cici Yogyakarta 2018 Tidak Harus Keturunan Tionghoa
Yogyakarta — Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) kembali diadakan di Kampoeng Ketandan, Malioboro, Yogyakarta. Acara tersebut berlangsung pada tanggal 24 Februari sampai 2 Maret 2018.
Acara PBTY merupakan acara rutin yang diadakan setiap tahun oleh Pemerintah Kota Yogyakarta (Pemkot Yogyakarta) untuk memperingati hari raya Imlek serta untuk mengawali Cap Gomek (tanggalan musim tanam China).
Acara ini sudah diadakan sebanyak tiga belas kali. Rangkaian acara PBTY tahun ini diantaranya adalah pemilihan Koko-Cici Yogyakarta serta Festival Jajanan Khas China.

Pemilihan Koko-Cici Yogyakarta merupakan sebuah ajang untuk mencari Koko dan Cici Yogyakarta yang akan melaksanakan visi dan misi sebagai Duta Budaya Tionghoa. Di samping itu, mereka juga berperan sebagai Duta Sosial, Budaya dan Pariwisata. Peserta yang terpilih akan menjadi perwakilan dari Yogyakarta di tingkat nasional.
Periodisasi Koko-Cici Yogyakarta tahun 2018 berbeda dari lima tahun sebelumnya. Pada tahun 2013-2017, periodisasi berlangsung setiap dua tahun sekali. Akan tetapi, dikarenakan banyaknya peminat, maka periodisasi 2018 diangsungkan dalam satu tahun.
Pemilihan Koko-Cici Yogyakarta tidak mengharuskan peserta berasal dari Yogyakarta atau berbudaya Tionghoa. Peserta bisa berasal dari luar kota, maupun tidak mempunyai latar belakang keturunan Tionghoa.
Koko Febri, selaku ketua acara pemilihan Koko-Cici Yogyakarta mengatakan, “Untuk Koko dan Cici seluruh Indonesia tidak harus masyarakat Tionghoa, yang terpenting mereka berkomitmen. Selain itu, untuk masyarakat di luar Yogyakarta mereka harus berdomisili di Yogyakarta minimal satu tahun dengan komitmen ingin memajukan budaya Tionghoa.”

Koko-Cici Yogyakarta diharapkan dapat bekerja secara maksimal dalam hal memajukan budaya Tionghoa di tingkat nasional. Selain itu, pemilihan Koko-Cici Yogyakarta pada tahun selanjutnya dapat diikuti seluruh pemuda-pemudi di Yogyakarta.
Persyaratan peserta Koko-Cici Yogyakarta yang berasal dari masyarakat umum ini dimaksudkan agar tidak memandang ras, suku serta agama. “Harapannya untuk peminat Koko dan Cici Yogyakarta dapat meningkat, karena tidak memandang ras, suku dan agama ataupun keturunan Tionghoa atau bukan, yang terpenting adalah mereka mempunyai komitmen untuk memajukan budaya Tionghoa,” tukas Febri. *** (Nurul Aminah)