Garis Waktu oleh Babad Alas #2
Yogyakarta – Babad Alas #2 “Garis Waktu” merupakan pameran seni kriya kolaborasi yang diadakan oleh komunitas babad alas, SMK SMSR, dan beberapa universitas seperti ISI Yogyakarta, UST, serta kriyawan-kriyawan muda. Pameran ini berlangsung selama empat hari, mulai tanggal 16—20 Maret 2019.
Babad Alas #2 mengambil judul “Garis Waktu” karena pameran tersebut berasal dari perjalanan para kriyawan yang berproses bersama komunitasnya. Pameran tersebut bertujuan agar masyarakat bisa mengapresiasi karya komunitas Babad Alas. Juga sebagai ajang pembuktian bahwa mereka juga bisa membuat karya seni kriya yang bagus.
Acara pameran bertajuk kriya tersebut membutuhkan persiapan selama enam bulan. Garis Waktu dibuka dengan tari-tarian kemudian diikuti dengan pemotongan pita tanda dibukanya pameran.
Ikmal Taji, selaku panitia, mengatakan bahwa pameran tersebut sangat mengesankan. Kedepannya dia ingin mengembangkan pameranya dengan merekrut anggota baru dari kriyawan berbagai universitas, seperti UGM, UIN, dan UNY. Dia berharap semoga akan banyak seniman-seniman muda yang berkarya, menggantikan seniman yang sudah tua.
“Para seniman-seniman muda jangan takut, jangan minder. Teruslah berproses dalam berkarya, dan juga jangan tidur sebelum semua karya terselesaikan,” ujar Ikmal.
Rudan, selaku mahasiswa UNY, mengaku tertarik mengunjungi pameran Babad Alas. Menurutnya, itu Medan seni kriya dan dia mengatakan bahwa belajar itu tidak harus di kampus.
“Kamu harus belajar di dunia luar juga, seperti di pameran atau di komunitas seni. Terkadang, materi yang kampus berikan kurang. Oleh sebab itulah kita belajar di luar kampus,” ujar Rudan.
Rudan tidak semata-mata melihat pameran saja, tetapi mengapresiasi karya-karya dan juga mencari inspirasi-inspirasi baru yang bisa ia kembangkan. Dia juga takjub dengan karya komunitas babad alas, karena berani memainkan warna yang baru. Menurutnya, banyak karya yang memiliki makna tersembunyi.
“Pameran seperti Babad Alas ini harus dilestarikan agar para kriyawan-kriyawan yang sudah tahu jadi lebih tahu, dan yang belum tahu menjadi tahu,” ucap Rudan. Ia menambahkan, “Para pegiat seni dan seniman agar terus berkarya. Jangan takut dengan kegagalan, karena orang yang tidak takut kegagalan dia akan semakin bagus karyanya.”
Ahmad Supriyono, selaku kurator acara pameran, mengatakan bahwa ia belum menemukan karya yang sesuai degnan tema “Garis Waktu”. Menurutnya, karya-karya di babad alas belum sesuai dengan temanya. Konektivitas tema dan materi pameran belum terlihat dalam pameran tersebut.
Supriyono menjelaskan, “Dalam membuat karya, seniman tidak boleh semaunya sendiri, tetapi harus mengikuti selera pasar.”
Menurutnya, pameran di Babad Alas ini sudah layak disebut pameran kriya, walaupun masih banyak kekurangan. Akan tetapi, variasi karya di pameran ini sangat bagus dan keren.
Supriyono berpesan, “Mahasiswa itu tidak hanya mengandalkan ilmu dari dalam kelas, karena ilmu dari sana itu hanya mengikuti kurikulum. Kurikulum kitastuck di pembelajaran batik saja, tidak ada pengaplikasian, sehingga mematikan kreativitas mahasiswa.
“Kampus-kampus seharusnya mengajarkan cara membranding hasil karya, atau mengajarkan cara pemasaran hasil karya seni, baik rupa maupun kriya,” pungkas Supriyono. *** (Syah/Fitriyani)
Baca TERAS di lppmkreativa.com atau tulisan Syah Dilana/Fitriyani Setyo lainnya.