Advertisement Section

Naskah Chanda: Eksistensi Anak Tempo Dulu

Gedung Laboratorium Karawitan FBS UNY meriah dengan berbagai kostum anak-anak dari para pemain pementasan teater pada Sabtu (7/12/19) kemarin. Rupanya, UKMF Teater Sangkala mengadakan acara pentas kolaborasi bernama Srawung Sasanti #2 yang dihadiri beberapa teater di Kampus dan teater Kampung yang ada di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Acara ini diselenggarakan dalam waktu tiga hari, yang diisi dengan pementasan naskah “Chanda” oleh Teater Kuncup Mekar, Diskusi Publik Teater, dan Pentas Keluarga Baru Sangkala 2019.

Naskah Chanda telah dipentaskan di 3 tempat, yakni Semarang (UNNES), Yogyakarta (FBS UNY), dan Surakarta (ISI SURAKARTA) sebagai wujud Teater Kuncup Mekar road to campus.

Menurut, Marudut Bagaskara, selaku ketua BEM FBS UNY, sebuah prestasi yang sangat luar biasa ketika sebuah teater kampung bisa pentas di kampus. Selain itu, Bagas juga mengungkapkan bahwa pentas ini sebagai kilas balik kita ke masa kecil di mana kebercandaan, kejahilan, dan kenakalan itu bukan sebagai perundungan seperti zaman sekarang.

“Kalau sekarang kan kita kenalnya bully ya, nah kalau zaman dulu kan kita gak kenal itu sebagai bully, tapi ya cuman sebagai candaan aja, gak ngadu ke orang tua. Jadi selesai maghrib berkumandang, itu saatnya pulang, ya sudah masalah [bully] itu selesai.”

Foto: Nursaid

Pentas berjudul Chanda ini mengusung tema kehidupan anak-anak. Menurut penuturan dari Isna Amalia Fadlilah, selaku Pimpro pementasan Chanda, tema tersebut diusung untuk mengenalkan kembali kepada penonton tentang masa kanak-kanak yang riang gembira dengan bermain bersama dan bermakna tanpa kehadiran sebuah gawai. Hal ini tampak dengan jelas pada penampilan pentas Chanda di mana para pemain mampu memposisikan dirinya sebagai anak-anak kecil yang polos, lugu, dan apa adanya. Perwatakan yang dimunculkan pun khas anak-anak desa yang suka bermain dengan mainan anak-anak khas desa seperti tembakan yang terbuat dari pelepah pisang, mobil-mobilan, ular naga, jingkring, petak umpet dan lain-lain.

“Uniknya adalah teater ini mampu lahir dengan kebercandaan yang tidak dibuat-buat, kebercandaan yang lahir secara murni dan tulen. Bisa kita lihat tadi ada anak kecil yang nonton dan ketika nyanyian-nyanyian dilagukan dia ikut nyanyi, dia ikut bergerak, dan gerakannya itu sama seperti [pementas] di panggung. Berarti itu adalah sebuah gerakan yang murni anak-anak, bukan sebuah gerakan yang mengada-ngada,” tutur Bagas

Isna mengungkapkan bahwa selain menampilkan keseruan permainan anak-anak, pentas ini juga menampilkan kritik sosial yang terjadi pada anak-anak di zaman sekarang. Bahwasannya keberadaan gawai sudah merambah ke tangan anak-anak, dampak gawai bukan lagi mendekatkan yang jauh, tetapi juga menjauhkan yang dekat, dan akibatnya membuat pribadi anak-anak tidak berani, tidak mandiri, dan tidak bersosialisasi.

Teater Kuncup Mekar ini adalah teater yang berasal dari Kudus, Jawa Tengah. Teater ini berdiri pada tanggal 15 Januari 1991 dibawah pimpinan Alm. Aryo Gunawan yang merupakan budayawan dan sastrawan Kudus. Keberhasilan Teater Kuncup Mekar dalam pementasan ini ternyata diperankan oleh para pemain yang berasal dari berbagai kalangan. Karena Teater ini bernapaskan teater kampung yang membuka seluas-luasnya bagi masyarakat yang ingin bergabung dalam teater ini.

Foto: Nursaid

Menurut Isna, hal ini dilakukan sebagai ajang menunjukkan bahwa berteater itu mudah, menyenangkan, tidak menakutkan, dan bisa dilakukan oleh semua orang asalkan berani. Sebab itu orang-orang yang berproses dalam teater ini bukan orang-orang yang profesional, tetapi orang-orang yang mau belajar.Teater bukanlah hal yang menakutkan.

“Teater [Kuncup Mekar] ini biasanya latihan 2 kali dalam seminggu untuk memaksimalkan di setiap penampilan,” tambah Isna.

Isna juga mengungkapkan bahwa kendala-kendala yang dihadapi selama proses produksi pentas ini adalah penyesuaian jadwal latihan karena latar belakang pemain dari berbagai kalangan maka ada yang masih ujian, sekolah, kuliah, kerja, sehingga para pemain harus mencari jadwal yang sesuai untuk berlatih teater. Selain penyesuaian jadwal, karena kesibukan masing-masing dari pemain, maka selama roadshow di tiga kota kemarin selalu berganti-ganti pemain. Bahkan terhitung untuk estimasi latihan teater Kuncup Mekar ini cenderung sedikit, pada roadshow pertama di Semarang teater ini mereka hanya latihan sebanyak 5 kali, dan di Yogyakarta hanya 3 kali.

Teater Kuncup Mekar berharap agar nantinya bersama teater Sangkala dan teater-teater lainnya bisa terus menyambung silaturahmi, belajar dari pengalaman selama roadshow dan bisa menguatkan persaudaraan.

Foto: Nursaid

“Nah kita itu di teater Kuncup Mekar mengutamakan persaudaraan. Dan teater Kuncup Sendiri punya slogan, kita adalah saudara dan selamanya akan tetap menjadi saudara. Nah makanya bisa jalan terus dari dulu sampai sekarang karena slogan itu,” tutur Isna.

Selain itu, Marudut Bagaskara selaku BEM FBS UNY juga mengucapkan selamat kepada Teater Kuncup Mekar dan Teater Sangkala yang sudah membuka berkolaborasi tidak hanya dengan teater kampus, namun juga dengan teater kampung, seperti Teater Kuncup Mekar ini.

“saya ucapkan selamat karena Sangkala telah berhasil berkolaborasi dan seperti tagline-nya Srawung Sasanti, bahwa mereka berhasil merangkul temen-temen yang dia tidak hanya berada di teater kampus”.Tutur Bagaskara.

(Anisa/Salma)

Baca TERAS di lppmkreativa.com atau tulisan Anisa Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Previous post Ikhlas dalam Cinta, Cinta dalam Ikhlas
Next post Stop Prank! Ojol juga Seorang Manusia