PBSI Gelar Semnas Kebahasaan

               Bulan Bahasa Oktober 2015, HIMA PBSI mengadakan agenda Semnas Kebahasaan. Acara tersebut dilaksanakan pada Selasa (20/10) di ruang seminar PLA lantai 3. Semnas tersebut mengundang tiga pembicara yang ahli pada bidangnya, yaitu Maman S. Mahayana, Prof. Dr Suminto, dan Iman Budi Santosa. Acara yang dipublikasikan sebelumnya digelar di auditorium, harus menuai kecewa karena dipindah ke ruang seminar PLA,. Hal senada diungkapkan oleh peserta yang bernama Prisna dari Prodi Bahasa Sastra Indonesia, “Tempat seminarnya ga nyaman, kecewa saja dari auditorium pindah ke PLA . Tempatnya jadi penuh, sesak aja”

         Acara dimulai pukul 08.00 wib tersebut dipadati oleh 194 peserta. Saat ditanya mengenai pemidahan tempat tersebut, Yopi selaku Ketua Hima PBSI mengatakan bahwa ada kesalahan komunikasi antara Hima dengan jurusan. Sehingga H-1 acara harus dipindah ke PLA. “Respon peserta yang mendaftar sangat terlambat H-2 baru daftar, sehingga bangku tempat duduknya kurang”, imbuhnya. Acara dimulai dengan sambutan dari Ketua Pelaksana, Ketua Hima PBSI, dan Dekan FBS UNY Widyastuti Purbani, Dr. M.A. dilanjutkan oleh diskusi kebahasaan yang dimoderatori oleh Eko Triyono sebagai alumni dari jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 20 . Semnas kali ini mengangkat tema Transformasi pengajaran Bahasa Sastra Indonesia antara abad 20 menuju abad 21: Kemajuan antara Kemunduran?. Tema tersebut diangkat karena merebaknya kesalahan berbahasa khususnya di Yogyakarta baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa. Kesalahan-kesalahan tersebut umumnya terjadi dalam lisan seperti salah ketik, anggapan kesalahan yang menjadi salah kaprah, ketidaktahuan, anggapan individual yang salah, dan banyaknya pengaruh bahasa lisan terhadap tulisan.

       Dalam kajiannya, Iman Budi Santosa juga menjelaskan bahwa kesalahan berbahasa yang terjadi di masyarakat bukan semata-mata akibat pengajaran bahasa di sekolah yang buruk. Melainkan, lebih cenderung disebabkan oleh sikap pandangan umum yang cenderung meremehkan kebenaran berbahasa. Contohnya penggunaan nama daerah yang bakunya adalah Yogyakarta menjadi Jogjakarta.. Hal tersebut dikarenakan kita lebih berpedoman dalam penggunaaan bunyinya. Hal sepaham juga disampaikan oleh sastrawan Maman S. Mahayana bahwa pengajaran bahasa dilingkungan sekolah perlu diluruskan ke jalan yang benar. Maksudnya ilmu bahasa dan sastra harus benar-benar dipisahkan dalam pengajaran di sekolah.

       Banyaknya siswa yang mengeluh karena merasa kesulitan terhadap pelajaran Bahasa Sastra Indonesia, membuat calon-calon guru dari jurusan PBSI juga mengeluh kesahkan bentuk pengajaran apa yang harus diberikan kepada murid-muridnya. Acara berakhir pukul 14.00 wib ditutup dengan penampilan musikalisasi puisi dari Misbah PBSI.

        Yopi selaku ketua Hima PBSI juga mengharapkan untuk Semnas tahun depan diperbaiki lagi sistemnya agar tidak terjadi kesalahan komunikasi baik dengan jurusan maupun sesama panitia. Begitu pula publikasi dengan peserta harus dimaksimalkan, karena jika terjadi kelebihan kuota, bisa dikoordinasikan dengan baik. (I)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post PKM; ANTARA NIAT DAN TERPAKSA
Next post Rochmat Wahab Kejutkan ICAH #2