Pekerjaan Dibalik Topeng
Mencari nafkah merupakan sesuatu yang wajib dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya, seperti halnya di Sunday Morning atau yang lebih dikenal sebagai Sunmor. Pasar tumpah yang dilakukan setiap hari Minggu itu terletak di sebelah barat UNY sampai UGM. Berbagai ide dan kreativitas diciptakan dan dilakukan semata-mata untuk menarik pelanggan. Mulai dari pedagang makanan berat, makanan ringan, minuman, pakaian hingga kebutuhan rumah tangga dijajakan di sana. Dari sekian banyak pedagang jajanan yang memenuhi jalanan, ada sekelompok orang yang menjual jasa foto dengan memakai kostum tokoh kartun yang populer, seperti tokoh Doraemon, Marsha, Princess dan tokoh kartun lainnya.
Salah satu pemakai kostum Princess, Sofia berusia 25 tahun, ia menggeluti pekerjaan itu dari bulan Juli yang lalu, “sudah dari empat bulan yang lalu.” ujarnya saat ditemui di Sunmor Minggu pagi (1/11). Pekerjaannya sebenarnya adalah sebagai seorang pedagang, dan ia bekerja sambilan menjadi badut Sunmor. Dari pekerjaan tersebut, dalam sekali bekerja ia dapat mengantongi uang lebih kurang Rp 150.000. “Alhamdulillah pengunjung Sunmor rame,”ucapnya.
Tidak mencapai lima jam, ember rombongan jasa foto itu sudah terpenuhi uang yang diberikan oleh pengunjung yang berminat foto dengan mereka. Sofia dan komunitasnya hanya bekerja empat hari dalam seminggu, “Senin dan Selasa libur” ungkap Sofia.
Saat ditanyai mengenai perizinan Sofia menjelaskan, “tidak ada perizinan khusus yang diberlakukan untuk pekerjaan tersebut dari pihak Sunmor. Dan juga mengenai pembayaran jasa foto badut tidak ada tarif khusus yang harus diberikan, melainkan sesuai dengan kemampuan dan keinginan si pemakai jasa foto tersebut.” Uang jasa dari para peminat foto tidak ditentukan berapa tarif minim yang harus diberikan, tergantung keikhlasan masing-masing.
Antusiasme pengunjung Sunmor pun terlihat cukup bagus, walaupun jam kerja yang terbilang singkat, tetapi banyak anak-anak yang meminta foto dan bermain bersama para badut tersebut. Lokasi yang dekat dengan jalan menjadikan badut-badut tersebut kebanjiran fans. Namun, pengakuan lain didapatkan pada sekelompok anak SD yang sedang bermain di sekitar lokasi tersebut, mereka mengaku tidak menyukai tokoh kartun maupun badut yang yang ada di dekatnya. “Nggak tertarik, biasa aja,” ungkap Niken (8 tahun). Ia dan teman-temannya mengaku tidak tertarik dan tidak mau berfoto dengan para badut. Hal itu membuktikan bahwa ada rentan usia di antara anak-anak yang menyukai dan mau berfoto dengan badut tersebut. (Dian, Nurul)