Advertisement Section

FBS Rema: Otonomi Tanpa Ada Gangguan

Peristiwa yang terjadi saat parade Ormawa, hari pertama Ospek UNY, Senin, 24 Agustus berujung panjang. Pada saat itu, Ormawa FBS tidak diperkenan­kan masuk ke dalam GOR karena melebihi jumlah kuota yang disediakan panitia Ospek universitas. Mediasi yang dilakukan untuk  memfasilitasi kedua pihak pun tidak mencapai hasil yang memuaskan. Hingga keluar pernyataan bahwa FBS tidak ikut Rema. Hal tersebut diamiini oleh Risky Ariadi, “Iya, betul. Agus mengatakan tidak Rema saat mediasi.”

Mengenai pernyataan bahwa FBS tidak ikut Rema saat mediasi, Agus Setiawan selaku ketua BEM FBS menjawab, “Itu dilema gelagat saja, itu kan klise selalu ada secara lisan. Tidak hanya saya saja yang memutuskan. Pernyataan itu sudah diaminkan teman-teman waktu itu.” Pernyataan hampir serupa juga diungkapkan Mela Melinda ketua DPM FBS, “Itu kan hanya miss-komunikasi dan kebijakan satu lembaga atau golongan. Dalam hal ini dua golongan yaitu BEM Rema dan panitia Ospek,” tuturnya. Selain itu, Risky menyatakan bahwa masalah yang terjadi pada saat parade Ormawa itu murni masalah Ormawa FBS dengan BEM Rema saja. Tidak ada hubungannya dengan sistem Rema.

Bani Asrofudin selaku Menteri Karispol BEM Rema UNY saat konferensi pers dan pengumuman hasil verifikasi partai mahasiswa pada Senin, (16/11) menyatakan bahwa untuk ikut atau tidaknya FBS dalam Rema, dua-duanya tidak ada hitam di atas putih. “Maka suara mahasiswa FBS masih berlaku,” tambahnya.

“Belum ada keputusan bulat yang menyatakan kita tidak ikut Rema. Jadi kita sampai sekarang pun masih mengambang tentang itu,” jelas Agus Setiawan. Hal ini dikarenakan pada saat pengambilan suara, tidak semua perwakilan Ormawa hadir. Hanya ada sepuluh perwakilan Ormawa yang hadir dalam FOM yang membahas tentang Rema. “Belum ada keputusan, tapi intinya FBS tidak bermasalah dengan Rema, hanya yang bermasalah jika yang pertama FOM FBS dibubarkan dan kedua FBS belum siap dengan sistem partai,” tegas Mela Melinda.

Disinggung alasan FBS tidak setuju dengan sistem Rema, Agus Setiawan menjelaskan, “Sebenarnya kita menolak Rema karena Rema itu sifatnya instruktif, dan kita tidak menginginkan garis seperti itu.” Ketika bersifat instruktif, Agus beranggapan bahwa nantinya mau tidak mau FBS harus mengikuti Rema. Sedangkan FBS menginginkan koordinatif, tanpa ada yang di atas dan memerintah yang di bawah. “Kita juga ingin menjaga marwah FBS agar tidak tercampuri oleh urusan politik praktis. Apalagi kalau Pemilwa ada kepartaian.” Agus menegaskan bahwa sistem kepartaian merupakan representatif dari gerakan eksternal di luar.

Mela Melinda mengungkapkan bahwa masalah utama menolak Rema dikarenakan FBS takut otonomi daerahnya diganggu gugat. Padahal FBS mau dibelajarkan dengan sistem Rema asalkan jangan diusik kebutuhannya. “Bukan kami mau seenaknya sendiri, tapi memang kebutuhan FBS seperti itu. Jadi harus saling toleransi kalau menurut saya.”

Atas beberapa pertimbangan, FBS sempat mencanangkan untuk mengajukan otonomi khusus. Namun otonomi tersebut masih kabur dan sekadar wacana. “Ya, karena kan teman-teman melihat, seperti Yogyakarta yang untuk gubernurnya tidak ada pemilihan dan ada kekhususan-kekhususan sendiri. Apakah ketika itu diajukan kepada Rema akan diterima? Kita juga tidak tahu.” tutup Agus Setiawan mengakhiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post Aksara November
Next post FBS Tidak Rema: Sistem Abu-Abu