Mediasi antara Kreativa, DPM FBS, BEM FBS, Panitia Ospek dan Pihak Dekanat FBS
Selasa (23/08) sekitar pukul 15:30 WIB, LPPM Kreativa, panitia Ospek FBS UNY, BEM FBS UNY, DPM FBS UNY, dan jajaran dekanat FBS UNY bertemu dan duduk bersama di ruang transit Dekan, gedung PLA FBS lantai dua. Pertemuan itu guna membicarakan “pelarangan sirkulasi buletin Aksara edisi Ospek oleh Tim Media Ospek FBS UNY”.
Pihak Kreativa kemudian menjelaskan duduk permasalahan yaitu terjadi perbedaan paham antara panitia Ospek FBS UNY dengan reporter Kreativa yang berada di lapangan. Panitia Ospek FBS UNY, melaksanakan tugasnya berdasar pada UU media yang dibuat oleh DPM FBS, dan sudah disepakati oleh FOM (Forum Organisasi Mahasiswa). Anggota FOM terdiri dari seluruh ketua Ormawa yang ada di FBS, termasuk Pimpinan Umum Kreativa. Sementara, reporter Kreativa yang berada di lapangan berpegang pada pernyataan Wakil Rektor III UNY, Sumaryanto. Pernyataan WR III yang dimaksud yaitu, media bebas meliput dan memberitakan kegiatan Ospek, asalkan berita yang disebarkan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Reporter Kreativa pun juga berpegang pada kode etik jurnalistik, dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
Kemudian dari DPM FBS UNY menjelaskan bahwa setiap tahun DPM membuat UU Ospek, UU media, dan lain-lain. DPM beranggapan bahwa perlu sebuah UU untuk mengatur kebijakan di FBS karena bila tidak diatur akan acak-acakan. Alasan terbentuknya UU media karena ada media ekstra yang menyebar semaunya, sehingga DPM membuat peraturan setiap tahun dan baik-baik saja. Namun, pada tahun 2016 mengalami perbedaan dengan tahun-tahun sebelumnya. DPM mengakui Tim Media terlambat dibentuk dengan beberapa alasan. Salah satu perubahan dalam UU media yang pertama adalah keanggotaan Tim Media. Pada tahun sebelumnya keanggotaan Tim Media terdiri dari panitia Ospek FBS UNY, BEM FBS UNY dan Kreativa. Tahun ini anggota Tim Media hanya terdiri dari panitia Ospek, DPM FBS dan BEM FBS UNY. Kreativa tidak dilibatkan dalam keanggotaan Tim Media karena setelah ditinjau ulang, menjadi lucu ketika ada anggota Kreativa meminta ijin kepada anggota Kreativa juga. DPM mengakui bahwa ini yang mungkin membuat pengetahuan Tim Media berkurang mengenai UU Pers. Kami membuat peraturan ini karena sangat ingin menjaga dari pihak luar (Setelah dikaji ulang secara internal oleh Kreativa, ternyata UU itu tidak sesuai dan dari Kreativa menginginkan perubahan peraturan terkait pers).
Peraturan media (yang dibuat oleh Tim Media) baru terbentuk ketika Technical Meeting (TM) karena Tim Media mengira saat TM belum akan ada media yang meliput. Kemudian Tim Media membuat peraturan sementara. Dalam peraturan sementara tersebut terdapat kata ‘diawasi’, dan sebagainya. Misalnya biasanya Tim Media diberi ploting, jika menemui orang-orang tidak dikenal Tim Media akan bertanya karena panitia Ospek sudah paham dengan media mana yang dari FBS, dan media yang dari luar FBS.
Kemudian, dekan FBS bertanya; mengapa harus sebegitu protektif mengenai peraturan.
Jawaban Tim Media; saya mensurvei mengenai peraturan tahun lalu (2015) sampai 2013. Untuk kata ‘diawasi’ yang dimaksud adalah, apakah pihak medianya mau dicarikan Maba atau mau cari sendiri, terus mengenai tenggat waktu yang diberikan, bukan untuk membatasi, tetapi agar Mabanya tidak kelelahan. Kemudian, peristiwa yang di lapangan berbeda (pemahaman Tim Media dengan reporter Kreativa di lapangan). Reporter Kreativa merasa diawasi penuh sementara panitia menganggap tidak mengawasi, tetapi memang tempatnya di situ (Jika benar demikian, seharusnya bukan diawasi, atau mengawasi tapi memfasilitasi. Sebagai Fakultas Bahasa dan Seni, kesalahan diksi seharusnya bisa diantisipasi. Pada praktiknya di lapangan, Tim Media melakukan pengecekan konten dan melarang produk media diedarkan apabila dinggap tidak sesuai dengan pemberitaan yang diharapkan oleh panitia Ospek).
Wd III; Mengenai adanya UU media ini merupakan pengalaman tahun lalu, di mana tahun lalu ada brosur yang seharusnya tidak beredar, ternyata beredar dan itu sebetulnya menyalahi visi dan misi FBS. Jadi, dengan adanya UU seperti itu untuk menyaring brosur-brosur dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Apalagi Maba itu masih fresh, mereka belum tahu apa-apa, kita mencoba membuat mereka belajar dengan baik. Jangan sampai mereka terpengaruh pada hal-hal yang buruk (Brosur bukan produk Jurnalistik! Dalam UU Media yang dibuat oleh DPM dengan persetujuan FOM pun sudah dijelaskan mengenai apa itu pers, peran dan fungsi pers).
Ketua panitia Ospek FBS; kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mencoba memfasilitasi dan itu pun terjadi pada hari Minggu (sehari sebelum ospek). Kita di situ merasa terberatkan oleh peraturan universitas terkait juga tentang media. Aturan itu seakan-akan pers diberatkan karena untuk media harus meminta seluruh izin ketua panitia Ospek universitas. Kita kalau hari pertama efeknya akan besar, misalnya sulit seperti itu takutnya jadinya nggak boleh. Kita mencoba untuk berusaha, supaya bisa memfasilitasi teman-teman pers di FBS (Kenyataanya, reporter Kreativa bisa masuk dengan bebas lewat fakultas lain atas ijin panitia universitas).
MENGENAI KREATIVA YANG DILARANG SIRKULASI;
Tim Media beranggapan kutipan di dalam berita, bukan wawancara, tetapi kata-kata ketua Ospek FBS yang dicatut (Kreativa memiliki bukti rekaman dan transkrip yang menyatakan kutipan tersebut adalah wawancara). Sebagai ketua Ospek yang merupakan representasi pejabat atau pengampu kegiatan publik di fakultas selama Ospek berlangsung, yang bersangkutan seharusnya memahami bahwa setiap pernyataannya baik dalam wawancara atau yang disampaikan di hadapan publik atau di hadapan media, bisa dikutip oleh media. Media mempunyai mecanism of the record apabila narasumber tidak menghendaki pernyataannya tentang suatu hal tidak dipublikasikan. Hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang Pers, dan bahkan juga tercantum dalam bagian Mengingat pada UU Media yang dibuat DPM FBS.
UNTUK PERATURAN YANG DIUNGGAH;
Ketika TM, Kreativa meminta peraturan yang dibuat Tim Media, kemudian mengunggahnya ke Instagram. Kemudian unggahan Kreativa ini dipermasalahkan oleh panitia Ospek, karena itu bukan peraturan resmi. Ketika Kreativa meminta peraturan tersebut dan diijinkan, Kreativa berasumsi bahwa itu boleh diminta (dari dekanat menganggap tidak seperti itu, karena masalah izin tidak bisa sembarangan. Padahal peraturan tersebut sudah ditandatangani dan diberi stempel panitia).
Selanjutnya dekanat mempermasalahkan judul berita (yang oleh panitia sebelumnya tidak dipermasalahkan). Dari Kreativa kemudian mengklarifikasi judul tersebut memang tidak sesuai dengan isi, karena memang yang tidak siap (secara visual di lapangan) adalah Tim Media. Sementara kepanitiaan lain belum ditelusuri bagaimana persiapannya.
Kemudian dekanat menghimbau kepada teman-teman media, khususnya Kreativa untuk memberi pencerahan yang bagus kepada Maba, yang inspiratif sehingga dapat mendorong Maba ke arah yang lebih baik.
WD III FBS meminta teman-teman FBS untuk tidak mengikuti jurnalis luar, yang menganggap kebebasan pers sebagai kebebasan yang sebebas-bebasnya, seakan-akan suka menjatuhkan, sehingga tidak memberi penerangan. Jurnalistik bisa memberi penerangan, misalnya pada sebuah jalan yang gelap jurnalistik bisa memberi obor, sehingga seseorang atau lembaga atau panitia ini bisa berjalan dengan benar, karena kebanyakan lembaga di negeri ini yang diserimpeti. Ketika diserimpeti, kita tidak akan pernah bisa jalan. Pers di Indonesia saya perhatikan banyak yang seperti itu. Itulah mengapa negeri ini tidak pernah maju. Coba perhatikan perusahaan-perusahaan yang banyak didemo karyawannya adalah perusahaan Indonesia. Kita itu tidak punya pengusaha-pengusaha, karena kita itu mudah diprovokasi (Kami belum paham dengan jurnalis luar yang dimaksud, juga dengan kebebasan pers yang sebebas-bebasnya menurut WD III). Kreativa, sebagai salah satu lembaga pers yang ada di Indonesia, bekerja dengan UU Pers, dan kode etik jurnalistik yang dibuat oleh Dewan Pers Nasional. Mengenai pers yang tidak bebas sebebas-bebasnya, publik memiliki hak jawab atas pemberitaan yang dianggap salah atau merugikan salah satu pihak. Bahkan, dalam kasus-kasus tertentu, wartawan dapat dituntut secara hukum (Meminta pers kampus untuk tidak mengikuti prinsip jurnalistik umum hanya karena adanya praktik jurnalistik yang tidak sesuai dengan UU pers, sama seperti meminta calon dosen untuk tidak mengajar seperti dosen-dosen di kampus hanya karena ada praktik-praktik yang tidak sesuai. Padahal kebijakan yang diterapkan kampus sendiri (UU pers) bertentangan dengan prinsip dasar jurnalistik dan UU pers yang sudah disahkan oleh lembaga negara).
Pernyataan Dekan; pers adalah teman yang baik untuk pemimpin. Ke depannya kita belajar bersama dan pers dengan objektivitasnya, tidak provokatif, tidak sensasional, menjaga dengan data empirik. Teman-teman ini sedang belajar menjadi intelektual, seperti itu dan logis, misalnya menghindari hal-hal yang ambigu. Teman-teman yang menjadi eksekutif, tidak boleh anti media.
Ketua BEM; saya menyayangkan kita berdebat di rumah sendiri. Untuk duduk permasalahan sudah jelas bahwa ini miss komunikasi, untuk solusinya sekarang kita cari bersama-sama.
Kreativa; apabila panitia Ospek merasa keberatan dengan berita yang kami tulis, silahkan gunakan hak jawab dan akan kami muat pada buletin edisi berikutnya (Itu sudah dibahas sebelum Ospek, ketika “LPM EKSPRESI” mengumpulkan teman-teman media dan ketua panitia dari masing-masing fakultas di UNY).
Kreativa merasa keberatan dengan UU media (yang dijadikan landasan membuat peraturan media), karena menyalahi UU pers, sedangkan di dalam bagian Mengingat UU media yang dibuat DPM FBS UNY, mencantumkan UUD Republik Indonesia 1945 pasal 28, UU Republik Indonesia nomor 40 tahun 1999 Tentang Pers, Keputusan Kemendikbud No 155/u/1998 Tentang Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, TAP MPR NO XVII/1998 Tentang Hak asasi manusia. Kemudian, apakah yang membuat UU media, sudah mempelajari semua UU yang dijadikan landasan pada bagian Mengingat? Bila iya, mungkin peristiwa yang seperti ini tidak akan terjadi.
Jawaban WD III; mengenai kebebasan berpedapat, kita juga punya Pancasila kan? tapi bukan berarti kita bebas di dalam semua hal, jadi jangan artikan kebebasan berpendapat sebagai kebebasan yang sebebas-bebasnya.
Jawaban DPM; UU ini tidak dibuat oleh DPM, itu sudah dibahas di teman-teman FOM dan sudah disetujui (FOM tidak ikut membuat, tetapi sekadar memberi pertimbangan setelah rancangan uu dibuat oleh dpm). Kita sudah menyepakati itu, dan kita pengen semua baik-baik saja, serta jika ada yang tidak menyepakati UU media sementara kita sudah menyepakatinya.
Tanggapan WD III; saya rasa kalian sudah punya BEM, DPM dan karena ini lingkupnya adalah fakultas, mungkin itu sudah kuat. Kecuali Kreativa punya apa, karena ini kan lingkungan FBS, jadi kita harus kembali ke lingkup fakultas.
Tanggapan BEM; ini akan kita jadikan evaluasi untuk membenahi setiap pasal. Untuk permintaan menghapus UU media, dari Tama (yang menggugat) kamu juga bagian dari Aini (PU Kreativa), yang sudah menyetujui UU ini di FOM (FOM hanya memberi pertimbangan dan tidak menyetujui, yang mengesahkan UU adalah DPM). Apabila UU media dihapus, BEM tidak setuju, karena nanti banyak pers-pers dari luar yang tidak sesuai kontennya masuk ke FBS. UU ini juga turunan dari UU Ospek.
MENGENAI BULETIN YANG DILARANG SIRKULASI
Dari Kreativa tetap menyebarkan kepada Maba, karena kami merasa sudah menjalankan prosedur jurnalistik dan tidak menyalahi UU pers. Jika ada yang keberatan, mereka punya hak jawab. Awalnya yang dipermasalahkan Tim Media bukan judul, atau paragraf pertama tetapi kutipan dari Ahmad Nur Yazid, yang oleh narasumber tidak mengatakan seperti itu. Jadi, kenapa kami tetap memutuskan untuk menyebar buletin karena menurut kami, tidak ada yang salah dengan isi berita. Kami punya bukti wawancara yang dipermasalahkan oleh Tim Media.
MENGENAI DISPLAY EKSPRESI;
Dekan; kamu (Suntama) tadi ikut nggak pas Ekspresi orasi tadi?
Suntama; ikut
Dekan; kalau pendapatmu bagaimana?
Suntama; kalau saya fine-fine saja, Bu, karena di FBS sendiri ada Maba PBSI yang tidak jadi kuliah karena UKT tinggi.
Dekan; itu kan kasus, kalau kasus beda.
WD III; kan bisa mengajukan penurunan UKT.
Suntama; untuk tahun ini UKT tidak bisa diturunkan karena sudah ada persetujuan tertulis.
Wd I; tahun ini ada tambahan?
Dekan; itu maksudnya ada mahasiswa yang sudah terlanjur. Memang seharusnya waktu memilih UKT harus dipertimbangkan. Tapi itu kasus ya, kamu jangan berpikiran, misalnya datanya satu terus digeneralisir.
Wd III; coba Mas, semua mahasiswa FBS nggak bayar, apa kita bisa kuliah? Nggak bisa dong kita ngajar. Kita butuh materi kan, kita butuh transpor dan lain-lain.
Dekan; mungkin itu sopan santunnya ya, Mas. Itu gak ada sopan santun, masak sama Rektor seperti itu. Kreativa jangan seperti itu. Kritis itu boleh, dan harus bagi mahasiswa, tapi kritis itu tidak harus tidak sopan.
Tama; saya ikut masuk ke dalam, ikut display.
Dekan; Orasinya saya keberatan, orasinya itu nggak pas. Kita refleksi, kita jangan seperti itu. Apalagi Kreativa.
KEPUTUSAN DEKAN;
AKSARA boleh disebarkan, asal tetap konstruktif. Pokoknya kalian (Tim Media) seperti polisilah, terus UU media tetap, tidak apa-apa tapi poin-poin ke depan mungkin dapat diperbaharui.
Wd III; jangan sekali-kali dengan tulisan itu menjatuhkan citra FBS. Jangan sampai orang melihat FBS jadi jelek, tapi tulislah sesuatu yang membuat kita itu semangat, membuat FBS itu hebat. Jangan jelek-jeleknya saja. Jadi bagaimana membuat adik-adik FBS itu terinspirasi dengan tulisan kita. Bukan malah memiliki pandangan buruk tentang FBS.
BEM; bagaimana pun peraturan sudah diunggah di media masa, jadi bagaimana kalau peraturan yang baru diunggah untuk memverifikasi peraturan yang diunggah sebelumnya.
Wd III; iya, Kreativa kan orang FBS, jangan sampai menjatuhkan citra FBS. Itu yang nggak boleh, tidak boleh seperti itu.