Mendeskripsikan Makna Cantik dalam Balutan Sebuah Luka

  • Judul buku : Cantik Itu Luka
  • Pengarang buku : Eka Kurniawan
  • Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
  • Cetakan pertama: Mei 2004
  • Jumlah halaman : 505 halaman
  • ISBN : 978-602-03-1258-3

Dewi Ayu, seorang pelacur termasyhur di Halimunda, di akhir pekan bulan Maret tiba-tiba bangkit dari kubur setelah dua puluh satu tahun kematiannya. Kemudian ia berjalan menuju rumah lamanya, di mana pada akhirnya ia bertemu dengan si Cantik, yang bahkan sebelum kematiannya datang ia belum sempat melihat wajah anak terakhirnya itu.

Dewi Ayu muda menjalani hidupnya dengan kehidupan yang sangat memilukan. Ia ditangkap dengan gadis lainnya, kemudian dikirim ke Bloedenkamp hingga akhirnya dipaksa menjadi pelacur yang melayani para tentara Jepang. Dari hasil pelacuran itulah ia melahirkan tiga orang anak perempuan yang cantik bernama Alamanda, Adinda, Maya Dewi, dan satu anak perempuan yang didoakannya agar memiliki wajah buruk rupa bernama Cantik. Beberapa alasan diutarakan Dewi Ayu mengapa ia mendoakan agar anak terakhirnya memiliki lubang hidung seperti colokan listrik dan kulit hitam legam seperti jelaga.

Buku Cantik itu Luka tidak hanya menggunakan Dewi Ayu sebagai tokoh dan peran utama, tapi juga keempat anak dan suami serta cucunya untuk menceritakan kisahnya secara lebih mendetail lagi. Sesuai dengan judulnya, buku ini menggunakan alur maju-mundur untuk mencoba menceritakan tentang sakit yang dirasakan oleh para tokoh pada waktu itu.

Tak hanya itu, buku yang berlatarkan kisah sejarah ini juga menceritakan tentang keadaan Halimunda pascakolonialisme Belanda dan Jepang, bahkan sejarah tentang wanita Indo dan Totok yang dijadikan pelacur secara paksa oleh tentara Jepang, sampai masa perlawanan G30SPKI.

Eka Kurniawan menggunakan bahasa yang lumayan vulgar dengan menarasikan beberapa adegan seksual lengkap dengan narasinya. Maka dari itu, target buku ini adalah mereka yang sudah berusia 17 tahun lebih.

Poin utama yang ingin diceritakan bukanlah jenis cerita yang semacam itu. Ia juga menambahkan kesan horror pada awal dan akhir cerita, romantis serta pilu di pertengahan dan akhir cerita, serta tragis di akhir cerita.

Eka Kurniawan mengemas cerita ini secara apik, alurnya dibuat sedemikian kompleks sehingga keseluruhan dari ceritanya tidak mudah ditebak.

baca RESENSI di lppmkreativa.com atau tulisan Fannisya lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post Perihal Plagiarisme di Kampus Kita
Next post Pengamatan Gerhana Matahari di Alun-alun Utara Yogyakarta