Menilik Kesamaan Masyarakat Indonesia dan Korea Melalui “Lelaki Harimau” dan “Vegetarian”
Apakah Anda percaya bahwa masyarakat Indonesia dan Korea itu sama?
Barangkali di antara pembaca sekalian telah ada yang khatam membaca karya fenomenal Eka Kurniawan berjudul Lelaki Harimau. Tidak menutup kemungkinan pula telah tuntas membaca novel Vegetarian yang ditulis Han Kang, penulis perempuan asal Negeri Gingseng. Namun, sudah pernahkah Anda mencoba membandingkannya untuk membuktikan bahwa masyarakat Indonesia dan Korea memiliki kesamaan?
Ada yang menarik jika kita menyandingkan dua novel yang ditulis oleh penulis dari dua negara yang memiliki indeks pembangunan berbeda ini. Secara sekilas, dua novel ini memang jauh dari kesan sama. Lelaki Harimau bercerita tentang seorang lelaki yang di dalam tubuhnya terdapat seekor harimau, sedangkan Vegetarian berkisah tentang seorang perempuan yang terobsesi menjadi sebuah pohon. Akan tetapi, bila ditelisik lebih jauh kedua novel ini memiliki persamaan, yakni sama-sama menunjukkan sisi irasional masyarakat Indonesia dan Korea Selatan.
Lelaki Harimau merupakan novel terbitan PT Gramedia Utama tahun 2004. Adapun novel Vegetarian pertama kali terbit pada tahun 1994 dalam bahasa Korea dengan judul asli Ch’aesikjuuija. Dua novel bergenre realisme magis ini telah diterjemahkan ke sejumlah bahasa. Selain itu, keduanya juga masuk dalam nominasi The Man Booker International Prize pada tahun 2016. Novel Lelaki Harimau masuk dalam daftar “long list” dalam ajang bergengsi ini. Novel Vagetarian berhasil masuk daftar “short list” dan bahkan memenangkan penghargaan The Man Booker International Prize tahun 2016.
Kesamaan Pemikiran Irasional Masyarakat dalam Kedua Karya
Pada novel Lelaki Harimau Eka mengawali cerita dengan peristiwa irasional berupa pembunuhan sadis yang dilakukan oleh tokoh utama dengan cara menggigit leher korbannya hingga hampir putus. Tokoh utama mengaku bahwa di dalam dirinya terdapat seekor harimau yang membantu ia untuk menghabisi nyawa korbannya. Harimau itu keluar hanya saat sang pemilik merasakan amarah luar biasa. Peristiwa tersebut menjadi gambaran bahwa di kalangan masyarakat Sunda berkembang kepercayaan akan maung sebagai jin penjaga manusia.
Pada novel Vegetarian karya Han Kang juga diawali dengan peristiwa irasional mengenai kepercayaan pada mimpi buruk. Tokoh utama membuang semua daging, membuang semua produk sandang dari kulit, dan memutuskan menjadi seorang vegetarian, didasari pada pengalamannya mendapat mimpi buruk. Mimpi tentang wajahnya yang terpantul di kubangan darah dan ia menjelma makhluk buas. Tokoh utama berpikir bahwa mimpi buruk yang setiap hari menerornya akibat ia memakan daging. Hal tersebut menjadi indikator bahwa masyarakat Korea yang notabene masyarakat maju pun masih memercayai sesuatu di luar batas logika manusia.
Berdasarkan peristiwa yang digambarkan pada awal cerita, menunjukkan salah satu bukti kemiripan kedua novel dari latar sosial yang berjauhan, yakni Indonesia dan Korea. Baik Eka maupun Han Kang mengawali cerita langsung pada adanya sikap irasional yang terjadi di masyarakat kedua negara tersebut. Sikap irasional para tokoh kemudian berkembang menjadi pokok permasalahan dalam cerita.
Eka agaknya ingin menunjukkan bahwa di negara berkembang seperti Indonesia hingga kini tumbuh subur kepercayaan pada hal-hal di luar logika. Sebagai contoh adalah masyarakat Sunda, khususnya yang tinggal di pesisir Pantai Selatan wilayah Jawa Barat. Mereka sampai saat ini masih memelihara mitos mengenai maung atau harimau putih sebagai jin penjaga manusia. Mitos yang paling terkenal adalah cerita Prabu Siliwangi yang memiliki panglima kerajaan seekor harimau putih gaib. Menurut sejarah, bangsa harimau putihlah yang membantu Prabu Siliwangi memindahkan kerajaannya ke alam gaib. Dalam novel Lelaki Harimau, Eka mengangkat kembali mitos tersebut melalui cerita realis. Cerita seorang anak laki-laki yang diwarisi harimau putih dari kakeknya untuk membantu ia dalam melewati ketertekanan hidup.
Tidak berbeda dengan Eka, Hang Kang juga tampak ingin menunjukkan sisi lain dari masyarakat Korea. Sebagai negara maju pun, masyarakat Korea pun masih memercayai mitos-mitos yang sulit diterima oleh akal sehat. Mitos tersebut diantaranya adalah larangan memakan makanan licin saat akan ujian untuk menghindari ilmu yang sudah dipelajari hilang dari pikiran; larangan menggunakan kipas angin sepanjang malam untuk mencegah kematian; larangan memberi hadiah berupa sepatu pada pasangan agar pasangan tetap setia; dan larangan mencuci rambut pada saat tahun baru agar keberuntungan tidak hilang (lifestyle.okezone.com). Masyarakat Korea juga masih percaya pada tafsir mimpi, takhayul mengenai mimpi yang berkembang di sana adalah akan mendapat keberuntungan jika mimpi bertemu babi. Kepercayaan pada mimpi itulah yang tampaknya kemudian menginspirasi Han Kang untuk menulis cerita seorang perempuan yang begitu percaya pada mimpi buruk.
Geografi sebagai Faktor Penyebab Kesamaan
Ditinjau dari aspek geografis, Indonesia dan Korea Selatan merupakan negara yang terletak di Benua Asia. Indonesia terletak di Asia Tenggara, sedangkan Korea Selatan terletak di Asia Timur. Meski saat ini keduanya memiliki indeks pembangunan yang berbeda, negara Korea Selatan sebagai negara maju dan Indonesia sebagai negara berkembang, tetapi pada tahun 1950-an dua negara ini memiliki nasib yang sama.
Dilansir dari harian online okezone.com, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia, Bambang Brodjonegoro, menyatakan bahwa pada tahun 1950-an Indonesia dan Korea Selatan memiliki status yang sama yakni negara miskin di Asia (03/04/2019). Oleh karena kondisi yang sama inilah, tidak menutup kemungkinan ancaman, hambatan, gangguan, tantangan, perubahan, dan pola pikir masyarakat keduanya memiliki kesamaan. Pun demikian dengan perkembangan dunia sastra di kedua negara ini tidak mustahil memiliki kesamaan
Secara sederhana, dapat dismpulkan bahwa kemiripan yang terdapat pada novel Lelaki Harimau dan novel Vegetarian disebabkan oleh faktor analogi. Kesamaan ekonomi yang dulu pernah dialami dan kesamaan letak geografi dapat menyebabkan pola pikir masyarakat keduanya terhadap mitos memiliki kesamaan. Baik masyarakat Indonesia maupun Korea sama-sama masih memercayai hal-hal irasional yang tumbuh di negaranya masing-masing. Hal-hal itulah yang memungkinkan munculnya karya sastra dari dua negara dengan kesamaan pada aspek tertentu.
Nah, sekarang apakah Anda sudah percaya bahwa masyarakat Indonesia dan Korea itu sama?
— — — — —
Baca kolom SASTRA di lppmkreativa atau tulisan Nadhila lainnya