Parade Pementasan Lima Naskah Drama “Orkes Madun” oleh Teater Triyasa

Teater Triyasa dari Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia 2017 menyelesaikan pementasan dramanya yang bertajuk “Parade Pementasan Orkes Madun” karya Arifin C. Noer pada Jumat (26/4) malam. Orkes Madun terdiri dari lima naskah, namun Teater Triyasa meringkasnya menjadi tiga pementasan yang digelar selama tiga hari berturut-turut. Diawali dengan pementasan “Madekur dan Tarkeni”, kemudian “Umang-Umang Sandek”, dan sebagai puncaknya ialah “Magma Ozon”.

Orkes Madun memperlihatkan kehidupan orang-orang pinggiran yang sarat akan kelaparan dan kemiskinan. Tokoh utama dalam drama ini yaitu Waska−yang diperankan oleh Ilham Cahyono−merupakan simbol keserakahan manusia akan kekuasaan di bumi. Waska menginginkan kehidupan abadi, dia mendapatkan keabadian setelah meminum jamu penangkal ajal. Ternyata keabadian pun menyiksa, mereka selalu dibayangi dosa-dosa. Pada pementasan “Magma Ozon”,  Waska, Borok, dan Ranggong meninggalkan bumi dan pergi ke bulan. Mereka mencari kematian karena sudah lelah akan dosa-dosanya seperti mencopet dan membunuh.

Pada pementasan kedua, yaitu “Umang-Umang Sandek”, Waska mengambil peran Semar sebagai sutradara pementasan. Waska dan Semar adalah representasi sifat manusia yang bertolak belakang. Semar merupakan sosok yang selalu meredakan nafsu akan kekuasaan dan Waska yang terlalu mengiginkan kekuasaan. Hal ini biasa terjadi dalam diri manusia. Bagaimana seseorang sangat menginginkan suatu hal namun juga harus megontrol keinginan itu.

Perjalanan Waska dan anak-anak buahnya dalam mencari kematian berakhir di bumi. Mereka menemui Wiku, seorang petapa tua di bukit Himalaya. Namun, Wiku pun tak dapat memberikan kematian itu kepada mereka. Akhir dari pementasan drama ini dapat dibilang mengejutkan. Waska, Borok, dan Ranggong menjadi muda kembali. Bukan kematian yang didapat. Namun, awal yang baru untuk memulai kehidupan dengan lebih baik lagi.

Melalui “Orkes Madun”, ditangkap suatu pesan bahwa terdapat suatu energi di alam yang mempengaruhi manusia. “Seperti di Umang-Umang Sandek, Waska ingin menguasai dunia. Tetapi, setelah itu tersampaikan, ia bingung cara untuk mati. Itu mungkin karena ada sesuatu yang bekerja di luar diri kita sendiri, ada yang menggerakkan roda semesta,” ungkap Janu Wisnanto, salah satu sutradara pementasan “Orkes Madun”.

Hal lainnya yang disampaikan pada pementasan terakhir melaui dialog tokoh Embah Putri−istri Wiku−adalah mengenai laki-laki yang selalu ingin berkuasa dan senang mengurusi kepentingan alat kelaminnya saja.

Janu Wisnanto mengungkapkan alasan dibalik pemilihan naskah drama ini. “Melihat perkembangan seni teater di FBS, banyak yang memilih cerita yang ending-nya mudah ditebak. Nah, kami memilih naskah milik Arifin C. Noer dilihat dari ideologi dan juga sejarah bagaimana ia mengkultuskan sebuah pementasan drama itu selalu unik,” ungkapnya.

Tantangan setelah pemilihan naskah drama, Janu Wisnanto mengungkapkan, bagaimana naskah ini akan dikemas menjadi pemetasan yang berbeda, karena Teater Triyasa tidak berpaku pada pementasan-pementasan yang klasik.

“Parade Pementasan Orkes Madun” kali ini merupakan pementasan naskah drama pentalogi pertama di prodi Sastra Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

“Menyenangkan, dalam artian kita melakukan suatu hal yang baru. Meskipun sedikit susah karena hampir jarang dilakukan sebelumnya di FBS. Meskipun banyak kendala, namun banyak juga hal-hal baru yang dapat dipelajari,” ungkap Janu Wisnanto sekali lagi.

Tak hanya para pemain dan kru, Amaira dari PGRI pun mengatakan bahwa pentas drama Teater Triyasa ini sangatlah menarik. “Bagus, pemainnya sangat menguasai panggung,” ungkap Amaira.

Setelah dirampungkannya pementasan, Teater Triyasa mengharapkan pementasan ini dapat dijadikan contoh bagi pegiat teater agar bisa mementaskan sesuatu yang unik dan lebih segar. Selain itu, mereka berharap penonton dapat mengetahui bahwa manusia tidak hidup sendiri serta pentingnya memanusiakan manusia.

One thought on “Parade Pementasan Lima Naskah Drama “Orkes Madun” oleh Teater Triyasa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post Seni Rupa dalam Edukasi Art Edu Care #10
Next post Trans Jogja Hati [Ny]aman Jogja