
Trans Jogja Hati [Ny]aman Jogja
Langit sedang mendung siang itu (29/04). Bus Trans Jogja melaju lalu berhenti di halte portable depan gerbang Fakultas Bahasa dan Seni. 4B, terbaca pada sisi depan bus. Saya menaiki bus itu, memulai perjalanan.
Setelah sesaat perjalanan saya lalui, seorang laki-laki kemudian naik dari salah satu halte di Kota Baru. Ia mengenakan kemeja dan celana hitam, terlihat rapi. Di tangan kanannya ia menenteng helm putih. Lelaki itu memilih duduk di dekat sopir.
Lelaki itu diketahui bernama Adam. Seorang pria berusia 24 tahun, asal dari Magelang. Ia bekerja di sebuah outlet Kentucky Fried Chicken di dekat UIN Sunan Kalijaga. Adam mengaku bahwa dirinya sudah lebih dari satu setengah tahun hidup di Yogyakarta dan mulai menggunakan Trans Jogja sejak saat itu.

Sebagai angkutan kota, Trans Jogja terus menciptakan rasa aman dan nyaman pagi penggunanya. begitu pun Adam yang mengaku bahwa dirinya merasa nyaman menggunakan Trans Jogja.
“Trans Jogja merupakan angkutan yang murah. Walau memang lama untuk sampai tujuan, tapi Trans Jogja cocok untuk menghemat pengeluaran. Apalagi karyawan seperti saya,” ucap Adam.
Slogan “Ayo naik bus biar nggak bikin macet” yang terpampang di badan Trans Jogja rupanya tidak menghindarkan bus itu dari kemacetan. Belum ada fakta terkait peningkatan kendaraan yang menyebabkan kemacetan di Kota Yogyakarta dari tahun ke tahun, tetapi salah satu pegawai Trans Jogja, Indar, mengatakan bahwa arus kendaraan di Yogyakarta terus memadat seiring bertambahnya waktu.

Indar, Perempuan yang sudah lebih sepuluh tahun bekerja menjaga halte Trans Jogja tersebut menjelaskan tentang perkembangan Trans Jogja dari tahun ke tahun. “Sepuluh tahun terakhir sudah ada penambahan armada dan halte di titik-titik tertentu,” ucap Indar. “Walau begitu, jumlah pasti penambahannya saya kurang tahu,” imbuhnya.
Indar mengaku senang bekerja di Trans Jogja, seperti menjaga toko, katanya. Andi, yang sudah bekerja selama lima tahun di halte Trans Jogja, mengungkapkan keunikan yang terjadi di Trans Jogja. Salah satunya, Andi mengatakan bahwa Trans Jogja sering digunakan untuk mengantarkan pelaku kriminal ke kantor polisi.
“Misalkan hari ini ada tindak kriminal di dalam Trans Jogja, seperti pencopetan. Besoknya, ketika pencopet itu naik Trans Jogja lagi, sopir akan diarahkan menuju polsek terdekat,” ucap Andi sambil mengenang. Tindak kriminal bisa dipantau lewat CCTV dalam bus, ucap andi. Kemudian diinformasikan lewat pesan grup WhatsApp.
Andi mengungkapkan bahwa kejadian serupa (tindak kriminal) biasa terulang. Khususnya pada hari-hari ramai dan liburan. Hal itu (mengantar kriminal ke kantor polisi) dilakukan guna meningkatkan kenyamanan pengguna Trans Jogja. Pun jika ada kehilangan barang atau barang tertinggal, aktivitas penumpang bisa dipantau lewat kamera CCTV.

“Jika ada kehilangan barang, petugas langsung mengecek di dalam Trans Jogja yang melaju,” ucap Andi, menjelaskan lebih dalam. “Dilakukannya hal itu guna meminimalisir kecurigaan kepada penumpang tertentu,” ucap petugas berbadan tinggi itu.
Demi kenyamanan penumpang, Trans Jogja bisa mengubah rutenya jika rute yang biasa dilalui sedang macet/ramai.
“Kami lebih mengutamakan kenyaman penumpang,” ucap Indar, lalu ia kembali menyambut calon penumpang. Setelah calon penumpang dilayani, ia kembali melanjutkan pembicaraan, “Jika masih mengikuti rute yang ada, kemungkinan akan terjadi penumpukan bus, sehingga bus berderet-deret.”
Setelah berbagi cerita dengan Andi dan Indar, saya kembali melanjutkan perjalanan. Halte saat itu tidak terlalu ramai oleh calon penumpang, beberapa saja. Saya memasuki salah satu bus yang menepi di halte itu. Para penumpang diam menunggu sampai tiba di tujuan masing-masing, atau sekadar transit seaat. Lalu dalam keheningan itu saya bertanya dalam hati, mengapa memilih merantau ke Yogyakarta?
(Said/Arsi)
Baca KOLOM lain di lppmkreativa.com atau tulisan Nursaid/Mulia Arsi lainnya.