Advertisement Section

Sunset Bukit Paralayang: Lebih Menakjubkan

Ini kali, saya memperoleh foto sunset Bukit Paralayang yang bagus setelah melalui proses yang cukup dramatis.

Di sekitar Pundong, gerimis kecil menerpa kacamata. Saya melambatkan laju motor dan mengamati langit. Mendung hitam berarak dari arah barat dan melintasi Bukit Paralayang. Padahal, bagian langit yang lain terang benderang oleh cahaya matahari setengah empat sore.

Sempat menimbang-nimbang untuk berhenti dan memasang mantel, tapi urung karena gerimis reda. Motor pun melaju agak lebih kencang melewati jembatan Kretek. Pos TPR Parangtritis dilewati cukup dengan lewat jalur mobil dan membunyikan klakson.

***

Beberapa waktu sebelumnya, saya sudah pernah memotret sunset Bukit Paralayang. Tapi, waktu itu saya hanya membawa kamera aksi Yi Cam. Hasil foto sangat tidak memuaskan walaupun hasil time lapse-nya lumayan.

Ini kali, saya sudah jauh lebih berpengalaman dalam merencanakan pemotretan. Jadi, saya berangkat pukul tiga seperempat dari Jogja. Waktu yang tepat: lebih dari pukul empat sore, semua jalan ke selatan padat oleh orang pulang kerja.

Sekitar 45 menit kemudian, saya sudah tiba di Parangtritis. Itu pun masih disela berhenti sebentar untuk mengambil uang di ATM di sebelah selatan lampu merah perempatan Kretek. Cukup puas: perhitungan waktu saya tepat.

***

Saya baru sadar bahwa ada tempat parkir lain di Bukit Watugupit – nama lain objek wisata sunset Bukit Paralayang. Letaknya lebih rendah dari tempat parkir utama. Ada juga jalur alternatif meniti tebing 90 derajat menuju spot utama.

Fobia ketinggian saya kumat sehingga saya tidak mengambil jalur alternatif itu. Saya hanya memotret sebentar dari pinggir tempat parkir: selain Samudra Hindia, sejauh mata memandang tampak bentangan Parangtritis dan daerah-daerah di sebelah baratnya.

Belum seberapa ramai. Saya berhasil memperoleh tempat duduk yang terbuka ke arah barat. Sambil menunggu pesanan makanan dan minuman dari warung, saya mengatur tripod dan kamera.

Sunset Bukit Paralayang hujan deras di kejauhan
Warna putih yang terbentuk oleh guyuran hujan dan tampak seperti kabut. Foto: Kreativa/An Ismanto

Saat pesanan tiba, saya baru sadar bahwa sisi kanan lanskap di depan saya lebih terang dan putih. Perbukitan tampak menjadi lebih jelas garis-garis tepinya. Lama kelamaan saya sadar bahwa warna putih itu bukan kabut melainkan hujan.

***

Tepat setelah indomie goreng saya tandas, hujan tiba di Bukit Paralayang. Untunglah, ada warung yang tempat duduknya masih kosong. Hanya ada dua pasang kekasih di situ. Sambil menghibur diri, saya memindah beberapa foto dari kamera dan mengeditnya.

Lalu suara kaki-kaki hujan di atap mulai reda. Saya bergegas membawa tripod dan kamera ke spot yang sudah saya pilih sebelumnya. Demi Tuhan! Semua warna yang ada di dunia ini seperti ditumpahkan saat matahari tinggal beberapa jengkal di atas garis laut.

Sunset Bukit Paralayang warna-warni senja 1
Tata warna langit senja yang menenteramkan hati. Foto: Kreativa/An Ismanto
Sunset Bukit Paralayang warna-warni senja 2
Breathtaking. Foto: Kreativa/An Ismanto

Saya sempat termangu-mangu cukup lama lantaran menikmati kecantikan sunset Bukit Paralayang itu. Lalu, bergegas bekerja: mengubah-ubah pengaturan kamera sesuai kebutuhan, berpindah-pindah spot, dan berusaha keras mengabaikan pasangan-pasangan mesra dan romantis di sekitar saya.

Sunset Bukit Paralayang pasangan pencinta senja
Beberapa pasangan romantis pencinta senja yang berusaha keras saya abaikan. Foto: Kreativa/An Ismanto

***

Malam sudah tiba dan hujan kembali mendera. Cepat-cepat saya kembali berteduh di warung memeriksa hasil-hasil foto sunset Bukit Paralayang. Ketika hujan kembali reda, saya cepat-cepat pulang. Tapi, bahkan perjalanan pulang pun sangat mendebarkan.

Jalan menurun curam tanpa penerangan dan licin sehabis hujan. Beberapa kali saya berhenti karena mata minus empat sulit melihat jalur. Akhirnya, dengan motor di gigi satu dan sekujur badan tegang, saya berhasil turun dengan selamat.

Sunset Bukit Paralayang bangku kosong
Mudah-mudahan kali lain saya bisa mengisi bangku kosong itu bersama seorang teman. Foto: Kreativa/An Ismanto

Cukup sulit dan dramatis, tapi saya tak akan pernah kapok memotret sunset Bukit Paralayang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post Untunglah Saya Bukan Profesional Bahasa
Next post Bienalle, Wajah Seni Rupa Indonesia Masa Kini