Wujud Persahabatan Papua-Jawa Melalui Pameran
Yogyakarta – Tanah Papua memiliki kekayaan alam dan budaya yang melimpah ruah. Hal ini menyebabkan penduduknya memiliki kreativitas dan keunikan dalam seni tradisional mereka. Karya seni yang mereka ciptakan sangat erat hubungannya dengan alam yang mereka tinggali.
Sebagai wujud dari upaya pelestarian budaya Papua, Galeri Jiwa Seni bekerja sama dengan Museum Ulen Sentalu menampilkan pameran karya seni Persahabatan Papua-Jawa. Pameran yang bertajuk “Papuaku Jiwaku Nafasku” ini digelar pada tanggal 15 Mei hingga 17 Juni 2018, di Museum Ulen Sentalu, Kaliurang.
“Biar orang-orang yang tahu budaya Papua, khususnya Papua Selatan itu lebih luas. Untuk memperlihatkan ke orang-orang di luar Papua, khususnya di Jawa tentang budaya Asmat dan Kamoro,” kata Ibrahim Hane, salah satu panitia.
Masyarakat Mimikawe (Kamoro) dan Asmat merupakan suku di Papua Selatan yang menonjol dalam seni tradisionalnya. Ukiran-ukiran yang mereka ciptakan dimaksudkan sebagai media untuk menceritakan kehidupan sehari-hari dan pengajaran bagi generasi seterusnya.
Oleh karena itu, pameran ini menampilkan berbagai macam karya seni yang menggambarkan kondisi sosial dan ekologi Papua. Puluhan karya yang dipamerkan adalah hasil karya para seniman dari Kamoro dan Asmat.
“Ini adalah karya dari seniman yang ikut lelang, ikut pameran. Jadi ada acara pameran di Papua sana, di mana seniman-seniman dari seluruh Papua bisa masuk kesana untuk menjual karyanya,” jelas Hane.
Hane menjelaskan, pameran ini dibagi dalam lima skema khusus. Skema tersebut diantaranya adalah bagian A dan E yang merupakan simbol dari leluhur mereka. Terdapat panel khusus yang menampilkan ukiran Yesus, ini menunjukkan bahwa di Papua sudah ada keberagaman sejak lama. Mereka menggambarkan kondisi ketika agama dan tradisi dipertemukan.
Bagian B merepresentasikan kehidupan mereka yang ditunjukkan dengan ukiran alu, ibu yang menyusui dan bapak-bapak yang mengenakan tas khas Papua. Pada bagian C terdapat tombak dan perisai yang menunjukkan senjata yang mereka gunakan ketika perang. Pada bagian D menggambarkan cara mereka mempertahankan hidup dengan berburu ikan, hiu, dan buaya.
Pameran yang baru pertama kali digelar ini akan melangsungkan acara puncaknya pada tanggal 26 Mei 2018. “Saat acara puncak akan ada ada beberapa seminar tentang alam dan hubungannya dengan budaya serta tradisi Papua. Akan ada pertunjukan tarian Papua dan pemutaran film kehidupan Papua, sekarang masih dalam konfirmasi,” tutur Hane.
“Tanggal 26 akan ada lelang untuk beberapa koleksi kami,” tambahnya.
Meskipun animo masyarakat belum signifikan, Hane berharap dengan jangka waktu yang disediakan akan meraih banyak apresiasi. “Ke depannya kami mau bikin di tempat lain atau nanti menunggu animo masyarakat yang di sini. Kalau di sini memang banyak peminatnya bisa kami selenggarakan di sini lagi,” tutur Hane.
Melalui pameran ini, imbuh Hane, “Kami harap mereka tetap bisa hidup dari melestarikan tradisi ini dan melestarikan kebudayaan.” ***