
Ahmad Syafii dalam Ruang Jurnalistik dan Kebudayaan: Merayakan 90 Tahun Buya Syafii Ma’arif

Yogyakarta, 26 Maret 2025– Dalam rangka memperingati 90 tahun kelahiran salah satu tokoh intelektual dan jurnalis terkemuka Indonesia, Buya Syafii Ma’arif, diselenggarakan sebuah talk show bertajuk “Ahmad Syafii Ma’arif dalam Ruang Jurnalistik dan Kebudayaan” di Ruang Aula Gedung ISDB FISIP Lantai 4 Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Acara ini merupakan hasil kolaborasi antara Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Bulaksumur Karangmalang (IMM BSKM), Forum Mahasiswa Muhammadiyah Pascasarjana UGM-UNY (FORMMA), Himpunan Mahasiswa Administrasi Publik UNY (HIMA AP), Keluarga Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UNY (KMSP UNY), serta Lembaga Pers dan Penerbitan Mahasiswa (LPPM) Kreativa UNY.
Acara ini juga mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti ADA Sarang Yogyakarta, Yayasan Anak Panah, dan Ma’arif Institute sehingga sukses terselenggaranya talk show bertajuk “Ahmad Syafii dalam Ruang Jurnalistik dan Kebudayaan”. Acara yang berlangsung meriah ini menghadirkan dua pembicara inspiratif yang mengupas tuntas kiprah Buya Syafii dari berbagai sudut pandang.
Acara dibuka oleh MC, dilanjutkan dengan sambutan hangat dari Dekan FISIP UNY dan Ketua Hima Administrasi Publik. Perwakilan Ketua Maarif Institute menjelaskan bahwa talk show ini merupakan acara pemuka dari serangkaian kegiatan dalam rangka memperingati 90 tahun Buya Syafii.
Baca Juga: PKKMB FBSB UNY 2025: Mewujudkan Adaptasi Inklusif bagi Mahasiswa Baru
Dalam wawancara singkat, Nofen selaku ketua pelaksana mengungkapkan, “Tema yang kami ambil adalah ‘Buya Syafii Ma’arif dalam Ruang Jurnalistik dan Kebudayaan’ karena Buya Syafii dikenal sebagai seorang guru besar dan intelektual, namun jarang yang tahu bahwa beliau juga seorang jurnalis. Buya dikenal melalui penyampaiannya yang jujur, independen, serta analisis yang tajam, mampu menjadi jembatan yang baik untuk berbagai etnis, golongan, dan ideologi dalam bingkai kebudayaan.”
Lebih lanjut Nofen menambahkan, “Kami merasa pemikiran Buya yang sangat spektakuler, banyak pesan-pesan yang disampaikan seorang Buya dan didengar serta merupakan hal yang baik. Ini juga upaya untuk mengembalikan Buya ke ‘rumah’ beliau di UNY. Tujuan kami adalah mengatasi sedikitnya mahasiswa yang tahu tentang seorang tokoh, bukan dalam artian mengkultuskan, tapi merawat ingatan dan pikiran Buya. Seringkali kita mencari tokoh panutan, padahal di rumah sendiri dan yang dekat pun ada, yaitu Buya Syafii Ma’arif.”
Peran Buya Syafii dalam Bingkai Kebudayaan
Sesi pertama talk show diisi oleh Dr. KH. Tafsir, M.Ag., ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah yang fokus membahas dimensi kebudayaan dalam pemikiran Buya Syafii. Dr. Tafsir mengawali paparannya dengan menyinggung perjalanan Buya Syafii yang merasakan “kotak sempit” yang kemudian melahirkan Ma’arif Institute sebagai ruang pemikiran yang lebih leluasa.
Dr. Tafsir menekankan bahwa dakwah membutuhkan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM), finansial, dan kultur agar dapat terus berjalan. “Contohnya mengenai poligami di Al-Qur’an ada, tidak bisa dakwah tanpa kultur,” ujarnya. Beliau juga menyoroti bagaimana pemikiran Buya Hamka beradaptasi atau sejalan dengan pemikiran Fazlur Rahman, menunjukkan keterbukaan pemikiran Buya Syafii terhadap berbagai perspektif intelektual.
Baca Juga: Pembina Kreativa: Para Pendidik, Berkisahlah, dan Goreskan Kenangan Indah
Kiprah Jurnalistik Buya Syafii
Sesi kedua menghadirkan Yuanda Zara, Ph.D., dosen sejarah UNY yang mengupas tuntas kiprah jurnalistik Buya Syafii dari tahun 1965-1975. Yuanda Zara menjelaskan bahwa selain sebagai dosen di UNY, Buya Syafii juga dikenal luas sebagai seorang jurnalis. Buya, yang berasal dari ranah Minang, telah tertarik pada sejarah sejak dini dan bahkan telah menunjukkan minat melanjutkan pendidikan di luar negeri sejak masa kolonial.
Masa remaja menjadi titik awal Buya aktif dalam kegiatan jurnalistik, terutama melalui majalah Sinar dan majalah Hikmah. Antara tahun 1965-1972, Buya Syafii mengawali karier jurnalistiknya sebagai korektor naskah yang layak cetak sambil menjadi mahasiswa IKIP, yang kemudian memperkenalkan beliau pada dunia intelektual.
Yuanda Zara, Ph.D., menyoroti tiga peran utama Buya Syafii sebagai jurnalis yang aktif meliput perkembangan Muhammadiyah di berbagai daerah dan mewawancarai tokoh besar seperti Buya Hamka, pengkritik sosial-politik tajam yang mengkaji kemunduran umat Islam dan menolak mitos kepemimpinan negara, serta penerjemah yang memperkaya khazanah intelektual bangsa.
Acara ini sukses merawat ingatan akan sosok Buya Syafii Ma’arif dan dapat membuka wawasan generasi muda tentang kekayaan pemikiran Buya Syafii Ma’arif. Semangat kritis, kejujuran jurnalistik, dan komitmen beliau dalam menjembatani perbedaan melalui bingkai kebudayaan adalah warisan tak ternilai yang relevan hingga hari ini. Mari bersama merawat ingatan tentang Buya, sosok dengan pemikiran yang dekat namun kerap terabaikan.
Penulis: Ghiovita Fatika
Editor: Elsya Putri