Advertisement Section

Mata di Tanah Melus: Dongeng Masa Kini

Judul               : Mata di Tanah Melus
Penulis            : Okky Madasari
Penerbit          : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku     : 192 hlm; 20 cm
Kota Terbit     : Jakarta
Tahun Terbit  : 2018

   Perjalanan ke salah satu wilayah terluar Indonesia mengantarkan Matara, gadis berusia dua belas tahun pada petualangan menakjubkan yang belum pernah ia bayangkan. Dunia yang serba ganjil pun menjadi sebuah kenyataan baru untuknya.

Pertama kali mengambil buku ini di rak sebuah toko buku di Jogja, saya dibuat penasaran akan deskripsi singkat di bagian sampul belakang novel. Ditambah lagi dengan ilustrasi pada bagian cover depan yang cantik dan eye catchy serta judulnya yang menarik. Cerita macam apa yang ada dalam novel berjudul Mata di Tanah Melus ini? Pikir saya. Jadilah novel ini ada di genggaman saya sekarang.

Novel karangan Okky Madasari ini bisa dibilang sangat berbeda dari karya-karya sebelumnya yang banyak memasukkan kritik-kritik sosial. Mata di Tanah Melus adalah buku pertama dari serial anak yang ia buat. Novel ini ia khususkan agar bisa dibaca oleh kalangan anak, karenanya sudut pandang serta bahasa yang digunakan pun menyesuaikan dengan kacamata anak-anak pula.

Novel ini mengisahkan tentang petualangan seorang gadis bernama Matara. Matara, atau Mata ialah seorang gadis yang sejak kecil telah disuguhi dengan cerita-cerita dongeng yang ajaib. Siapa sangka bahwa suatu hari, dalam perjalanannya bersama sang Mama di Belu, Nusa Tenggara Timur, dapat mengantarkannya pada petualangan yang tak kalah ajaib dan menegangkan bak di negeri dongeng.

Petualangannya bermula ketika dalam perjalanannya mengelilingi Belu, mobil yang ditumpanginya bersama sang mama menabrak seekor sapi. Semenjak itu, hal-hal ganjil pun dialami Mata dan Mamanya, hingga kemudian mengantarkan mereka pada upacara ritual yang misterius yang menyebabkan Mata terpisah dari mamanya dan membawanya terdampar di padang rumput luas yang indah bernama Fulan Fehan.

Di tempat itulah ia bertemu dengan orang-orang Melus, penguasa Lakaan yang nantinya akan menjaganya sekaligus menobatkannya sebagai orang Melus. Statusnya sebagai orang Melus membuatnya tidak bisa keluar dari tempat itu untuk mencari sang mama. Dengan bantuan Atok, temannya dari tanah Melus, ia berhasil melarikan diri. Selanjutnya, ia bersama Atok melewati perjalanan penuh tantangan yang menegangkan demi bersatu kembali dengan sang mama.

Foto: Pandan

Bagi saya, Okky Madasari, dengan karyanya ini memberikan angin segar serta warna dan referensi baru bagi dunia sastra Indonesia, khususnya kalangan anak. Kini, dongeng Indonesia tak melulu soal kancil mencuri timun, keong mas, Malin kundang, serta dongeng-dongeng lainnya yang sering diceritakan oleh orang tua atau guru kita. Dengan hadirnya serial petualangan Mata ini, muncullah harapan bagi anak-anak, khususnya di Indonesia untuk kembali lagi menikmati hiburan yang konvensional, tak melulu soal gadget atau kembali percaya pada hiburan lokal, khusunya cerita/dongeng asli Indonesia yang kini hadir dengan kisah yang lebih segar; tokoh-tokoh yang relatable dengan kehidupan masa kini, serta petualangan yang membangkitkan imajinasi yang tak kalah mendebarkannya dengan dongeng/cerita luar negeri.

Selain itu, Mata juga mengajak pembacanya untuk berkeliling dan lebih mengenal Indonesia Timur. Kita akan diajak berkeliling Belu, Nusa Tenggara Timur yang terkenal akan Fulan Fehan-nya, sebuah lembah di kaki Gunung Lakaan dengan sabana yang sangat luas dan indah, juga mengunjungi situs bersejarah Benteng Ranu Hitu. Terakhir, kita akan mengenal cerita mengenai suku Melus, suku pertama yang mendiami wilayah Belu yang dikenal kuat dan sakti.

Meskipun novel ini ditujukan kepada pembaca anak, namun novel ini masih bisa dinikmati oleh kalangan dewasa. Kisah Mata yang penuh petualangan, teka-teki, dan membangkitkan imajinasi tak hanya disukai oleh anak-anak, orang-orang dewasa pun menyukainya.

Bagi orang-orang dewasa yang penat akan tugas atau pekerjaan, serta jenuh akan bacaan yang berat, Mata di Tanah Melus merupakan pilihan yang tepat untuk menghabiskan waktu bersantai, sekaligus bernostalgia akan masa kanak-kanak.

Baca KOLOM di lppmkreativa.com atau tulisan Pandan Ayu lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post Panggil Aku Aziza dalam Pentas Laboratory Teater Mishbah
Next post Mr. Sunshine: Dimulai dengan Love Berakhir dengan Sad Ending