Advertisement Section

Memilih dengan Waras

Acara “Srawung Demokrasi” dilaksanakan di Warung Mojok pada Senin (4/3) lalu, dengan mengusung tema Pemilu Waras, Indonesia Cerdas. “Srawung Demokrasi” menghadirkan Puthut, selaku kepala suku Mojok, dan Sabrang, selaku inisiator Pantau Bersama. Acara ini dimoderatori oleh Iqbal Aji.

Dalam acara ini sedikit menyinggung mengenai aplikasi Pantau Bersama. Pantau Bersama merupakan aplikasi berbasis android yang bersifat independen nonpartisipan. Dibangun bersama-sama dengan semangat untuk merayakan dan mewujudkan Pesta Demokrasi Pemilu 2019. Hal ini direalisasikan melalui konten-konten dalam aplikasi yang mengajak masyarakat untuk memilih berdasarkan gagasan calon presiden.

Sabrang mengawali diskusinya dengan menganalogikan pertumbuhan politik di Indonesia. Ia mengatakan bahwa potret politik sama dengan pertumbuhan simpanse dan manusia.

Sabrang mengatakan bahwa, “Induk simpanse cenderung tidak memilih kuatilas yang baik untuk pertumbuhan anaknya, sedangkan induk manusia tidak demikian. Sehingga anak manusia cenderung menjadi cerdas selama masa tumbuhnya,”

Potret antara simpanse dan manusia kemudian diterjemahkan ke dalam kondisi Indonesia yang sedang menuju proses memilih presiden. Sabrang berpendapat bahwa masyarakat Indonesia saat ini cenderung memilih seadanya, tidak memperhatikan kualitas dari para kandidat.

“Potret itu saya terjemahkan pada Indonesia. Karena bagaimanapun demokrasi adalah proses memilih. Kalau sedikit dianalogikan, saya mulai berpikir bahwa sebenarnya kita memilih secara simpanse atau secara manusia? Kita memilih kualitas yang terbaik atau memilih seadanya yang bisa dipilih? dengan pandangan subjektif, saya merasa pilihannya pada simpanse”, ucap Sabrang.

Menurut Sabrang, Hal yang harus dilakukan oleh pemilih adalah menyamakan persepsi tentang  Indonesia yang ideal, minimal tidak mengalami kemunduran.

“Indonesia yang ideal adalah Indonesia yang mempunyai pertumbuhan yang cepat,” ucap Sabrang.

Selaras dengan Sabrang, Puthut memaparkan bahwa dalam politik tidak ada yang benar-benar waras. Salah satunya adalah polaritas politik, hal ini dikarenakan polaritas politik yang semakin meningkat. Faktor peningkatan polaritas politik berbeda-beda, mulai dari fakor tunggal, emosional, primodialisme, termasuk kekecewaan.

Sabrang mengungkapkan bahwa permasalahan politik seharusnya dapat diselesaikan menggunakan teknologi, salah satunya media sosial.  Media sosial diharapkan menjadi alat untuk mempersatukan dan memberikan informasi tentang hal yang baik.

Puthut juga sepakat bahwa aplikasi Pantau Bersama bisa menjadi salah satu inisiatif untuk memperbaiki permasalahan politik yang tidak merusak persepsi masyarakat. Melalui Pantau Bersama, masyarakat dapat berkompetisi dengan formal, dengan mempertimbangkan argumen-argumen kandidat yang dijawab langsung oleh tokoh politik pada bidangnya.  Orientasi kedepannya, melalui Pantau Bersama dapat memperbaiki  hierarki kompetisi politik di Indonesia.

Baca TERAS di lppmkreativa.com atau tulisan Nurul Aminah lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post Pentas Ketoprak “Jaka Endhol-endhol”: Sebuah Proyek Kebersamaan
Next post Pada Dusta Aku Percaya