Advertisement Section

Quarter Life Crisis, Pendapat Umum Masyarakat, dan Pandemi yang Belum Usai

Quarter life crisis atau krisis kehidupan seperempat abad adalah keadaan emosional yang tidak stabil yang biasanya dialami orang-orang yang berusia 20 hingga 30 tahun. Keadaan emosional tersebut meliputi segala bentuk kesangsian terhadap hidup yang sedang dijalani, entah ragu terhadap cita-cita, karier, pendidikan, percintaan, juga dalam hal lainnya. Tiba-tiba saja saat usia beranjak dewasa semuanya menjadi semakin nyata dan tekanan datang dari berbagai penjuru, dari dalam dan luar yang membuat napas menjadi sesak.

Quarter life crisis sangat umum terjadi pada peralihan remaja ke dewasa, saat kita masih meraba-raba apa tujuan hidup, saat kenyataan dunia dewasa tidak sesuai dengan apa yang diimpikan, dan saat kita masih teracuni oleh pendapat umum dan standar dalam masyarakat. Masyarakat pada umumnya menentukan standar, sukses umur tertentu, pekerjaan yang layak seperti ini, bahagia jenisnya seperti ini, menikah umur tertentu dan masih banyak lagi standar lainnya yang membuat manusia seperti dikejar-kejar usia.

Di tengah pandemi seperti ini, tekanan dari krisis seperempat abad ini semakin menjadi. Hidup yang dibatasi dengan hasrat yang masih melambung tinggi membuat manusia tertekan dalam ambisi. Apalagi ketika melihat si A, B, C, D, dan lain-lain sudah bisa mencapai kesuksesan seperti standar masyarakat, sedangkan mereka yang belum memenuhi standar akan merasa dikucilkan dari lingkungan sosial.

Keterbatasan di tengah pandemi dan pemikiran-pemikiran umum membuat orang-orang yang mengalami krisis ini mempertanyakan lagi eksistensinya, meragukan jalan hidupnya, dan selalu bertanya tentang arah yang seharusnya ia tempuh. Apalagi ekonomi di tengah pandemi sedang tidak baik-baik saja, banyak sekali pemuda-pemudi yang tambah meragukan hidupnya karena susah mencari pekerjaan, juga banyak mahasiswa terancam drop out dari kuliah.
Bukan hanya di sektor ekonomi, di sektor kewarasan pun terkurung di dalam rumah dan tidak melakukan hal yang berarti terkadang membuat frustrasi, apalagi tidak bertemu dengan kekasih, ups. Banyak sekali rencana-rencana yang ditunda, banyak keinginan yang dipendam, juga banyak hal yang bercabang-cabang memenuhi pikiran yang membuat kita bingung. Kita ingin teriak, “Waktu cepat banget berlalu!” Ya, waktu cepat sekali berlalu dan kesempatan lewat begitu saja, sedang pendapat umum dan standar masyarakat tetap stabil seperti itu.

Saya teringat perkataan Pramoedya Ananta Toer, “Pendapat umum perlu dan harus diindahkan, dihormati, kalau benar. Kalau salah, mengapa harus dihormati dan diindahkan?” Saya sangat setuju dengan perkataan beliau, jika pendapat umum itu benar ya hormati, jika salah mengapa harus disetujui. Kita itu dianugerahi Tuhan akal untuk berpikir dan hati untuk merasakan, jadi gunakan kedua hal tersebut dengan sebaik mungkin untuk mencerna semuanya.

Setiap orang di dunia ini berhak mendapatkan hak yang sama, keadilan yang sama. Tetapi ada hal yang tidak sama, yang tidak bisa disamaratakan, yaitu nilai. Nilai tidak mesti sama, tidak ada yang tinggi atau rendah, semuanya punya nilai yang istimewa, yang bisa ditentukan oleh diri sendiri, bukan orang lain. Lha, bagaimana kalau krisis itu datangnya dari dalam diri? Ya, ubah mindset! Aku rasa mengalami krisis itu di tengah pandemi adalah hal yang wajar, aku juga pernah mengalaminya, tetapi itu seharusnya tidak menjadi alasan untuk berlarut-larut pada kegelisahan. (nia)

Baca tulisan Milennia lainnya di sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post Si Putih: Konspirasi Pandemi dalam Novel Fantasi
Next post Sweet Home: Serial Netflix yang Duduki Peringkat 1 di 8 Negara