Advertisement Section

Sang Musisi Legendaris Berlagukan Kritis

Musik menjadi gaya hidup bagi manusia di zaman sekarang. Gaya hidup ini berkaitan dengan sarana hiburan yang menyenangkan dan hiburan. Semakin hari kita akan menemukan banyak musisi berbakat yang mampu memenuhi kebutuhan hiburan ini. Meskipun begitu, sang legenda musik tidak akan pernah dikenal masyarakat, salah satunya adalah Iwan Fals. Ia dikenal sebagai musisi yang cukup berani menyuarakan kritikan terhadap keadaan sosial politik di Indonesia pada era 1970 hingga 1980-an. Kritikan ini disampaikan melalui lirik-lirik lagunya yang terkesan puitis, lugas, dan memiliki unsur humor sehingga menjadikan musiknya sangat berkesan di masyarakat.

Virgiawan Listanto atau yang dikenal dengan nama panggung Iwan Fals lahir di Jakarta, 3 September 1961. Ia merupakan anak dari pasangan Ibu Lies Sudiyah dan Bapak Haryoso. Iwan Fals menikah dengan Rosana pada tahun 1980. Dari pernikahan tersebut, mereka dikarunia 3 anak yaitu (alm) Galang Rambu Anarki, Annisa Cikal Rambu Bassae, dan Raya Rambu Rabbani.

Iwan Fals kecil pernah jatuh di KBRI Jeddah, Arab Saudi selama 8 bulan dan tinggal di rumah saudara dari orang tuanya. Belajar dan bermain sepak bola adalah aktivitasnya selama disana. Untuk mengisi kejenuhannya, saya juga memainkan gitar. Gitar adalah hiburan satu-satunya yang saya mainkan selama menetap di kota itu. Sepasang Mata Bola dan Waiya adalah dua lagu yang sering ia mainkan. Ketika akan pulang dari Jeddah ke Indonesia, dalam perjalanan di pesawat, ada seorang pramugari menghampiri Iwan dan meminjamkan gitar miliknya. Akan tetapi, begitu baru akan memainkan gitar tersebut pramugari itu heran karena suara gitarnya fals. Hal itu disebabkan pada masa itu Iwan Fals belum bisa nyetem gitar.Akhirnya, pramugari itu membetulkan dan mengajarinya memainkan lagu  Hembusan Angin  milik Bob Dylan. Iwan Fals gemar olah raga. Ia aktif di bidang beladiri karate, silat, yudo, dan jenis olahraga lain seperti sepakbola, basket, dan volly. Akan tetapi, musik tetap menjadi pilihan yang ia tekuni

Tidak dapat disangkal bahwa keputusan Iwan Fals untuk fokus pada karir bermusik terbukti dengan kesuksesannya saat ini. Namun, untuk mencapainya dengan mudah. perjalanan di dunia musik mulai saat perjalanan di Bandung, tepatnya saat masih duduk di bangku SMP. Iwan pernah menjadi gitaris dalam paduan suara sekolah. Ia juga mengamen dan diundang untuk menyanyi di acara pernikahan, hajatan, dan sunatan. Biasanya teman-temannya dan pengamen saat memainkan lagu dari orang lain, tetapi Iwan berbeda. Ia lebih memilih membawakan lagu ciptaannya sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip hidupnya yang mengalir dan memandang hidup dengan sederhana.Dengan itu, maka terciptalah lagu-lagu yang liriknya lucu, mengandung humor, dan membuat orang bahagia.

BACA JUGA: Made in Jogja Wujud Apresiasi terhadap Musisi Jogja 

Kemudian, pada suatu hari datang tawaran dari seorang produser dari Jakarta Bernama Bambang Bule. Untuk membuat master, Iwan bermodalkan uang dari hasil menjual sepeda motor. Iwan Fals bersama rekan-rekannya, Toto Gunarto, Helmi, dan Bambang Bule yang tergabung dalam Amburadul melakukan rekaman di Istana Music Records Jakarta. Namun, rekaman tersebut gagal di pasaran. Akhirnya Iwan kembali menjalani profesi sebagai pengamen. ia juga mengikuti festival, seperti festival musik country dan lagu humor. Akhirnya, musik Iwan Fals mulai digarap serius oleh album rekaman Musica Studio dengan album pertama berjudul Sarjana Muda. Album ini memiliki banyak peminatnya di masyarakat.Bahkan Iwan pernah menyanyikan salah satu lagu dari album ini yang berjudul Oemar Bakri di TVRI.

Iwan Fals merupakan pribadi yang sangat peka atau mudah memotret dengan potret keadaan sekitarnya. Apalagi di masa kelam orde baru, sekitar tahun 1970-1980-an. Musik-musik yang ia ciptakan sebagian besar memiliki relevansi erat dengan latar tahun tersebut. Bahkan dari karya-karya yang ia ciptakan ini sempat menimbulkan kontra dari pihak-pihak yang merugikan dan merugikan Iwan. Misalnya, pada saat orde baru, ada beberapa jadwal konser yang dilarang dan dibatalkan. Sebab, sebagain besar lagunya berlirik kritis, demonstratif, dan membangkitkan perlawanan masif dari masyarakat. Akan tetapi, halangan ini tidak seketika membuat putus asa dan berhenti dari dunia musik. Just ia meningkatkan genjar merilis lagu yang bernuansa sama dengan sebelumnya.Pada tahun 1989, Iwan Fals bergabung dengan kelompok SWAMI dan merilis album bersamanya,

Perjalanan bermusik Iwan Fals memanglah tidak mudah. Mulai dari mengamen, menjual motor untuk rekaman, lalu, saat ia sudah mulai dikenal publik dan ingin mengadakan konser harus dibelenggu atau dibungkam oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan lagu-lagunya. hal ini dapat menjamin bahwa perjuangan Iwan Fals bisa sampai ke kesuksesan pada saat ini mudah, ia bekerja keras, jujur ​​​​dan juga jujur ​​dalam menyuarakan isi hati. Ketidakmudahan ini juga harus ditanggung saat kedukaan mendalam yang diakibatkan oleh kepergian Galang Rambu Anarki yang meninggal pada tahun 1997 hingga menyebabkan Iwan harus vakum dari industri musik selama tiga tahun.

Terlepas dari itu semua, Iwan Fals memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat Indonesia, khususnya penggemarnya. Hal ini dibuktikan dengan konser suksesnya puncak konser Nyanyian Raya pada tahun 2014. Puncak konser ini menjadi pembuktiannya untuk memecahkan Guinness Book of World Record internasional dan mewujudkan mimpi sang legenda untuk mengumpulkan 4 juta penonton bernyanyi bersama lagu kebangsaan Indonesia Raya. Hingga saat ini sang legenda masih terdengar kabarnya. Lagu-lagunya juga dianggap masih sangat relevan untuk didendangkan sebagai lagu latar keadaan sosial politik di Indonesia masa kini, seperti Tikus-Tikus Kantor dan Surat Buat Wakil Rakyat.Masih banyak lagu-lagu sang legenda yang menempati hati masyarakat Indonesia, misalnya seperti Pesawat Tempurku, Ibu, Sarjana Muda, Galang Rambu Anarki, dan sebagainya. Sampai saat ini, sang legenda telah melakukan beberapa kolaborasi dengan para musisi muda Indonesia, seperti Syarikat Idola Remaja, Ariel Noah, Fiersa Besari, dan juga Nadin Amizah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post Miracle in Cell No.7: Kami Siap untuk Melokal
Next post Bahasa Kedua ASEAN: Indonesia atau Melayu?