Surat Marteen kepada Ursula di Tahun 1965
Ursula yang manis! Waktu kau baca surat ini, aku telah jauh meninggalkan kampung kecil kita yang damai. Juga kau aku tinggalkan. Maafkan aku tidak katakan padamu akan pergi, walau pada malam sebelum aku berangkat, kita masih bertemu dan sedikit bercerita. Maafkan, karena akupun tak punya rencana untuk pergi secepat ini.
Memang, aku punya rencana akan pergi. Pergi ke negeri jauh di Utara sana. Kan kau sudah tahu, malah punya rencana akan menyusul. Akan tetapi tak pernah terbayang sebelumnya, aku pergi secepat ini. Bahkan tak punya cara buat menunda, sekadar pamit padamu pun tidak.
Ursula, pada akhirnya pun aku akan berangkat. Meninggalkan kau dengan terlebih dahulu pamit atau diam-diam. Pilihan manapun yang aku tempuh, aku akan timbulkan tangis pada dirimu. Dan aku memilih tidak katakan langsung padamu, tentang keberangkatanku.
Malam itu, waktu akan pergi, aku tahu tak akan ada kepulangan aku dapat di kemudian hari. Kepergianku, adalah pergi buat selama-lamanya dari kampung halaman. Sekali aku tinggalkan rumah, tak dapat lagi aku pulang, sebab yang disebut rumah, sekali waktu tiba-tiba hilang tak bersisa.
Waktu menulis surat ini, aku berada di dalam kapal yang mengantarkan aku pergi ke negeri jauh. Negeri indah yang senantiasa ingin kau kunjungi pada suatu hari. Negeri yang memuliakan namamu, Ursula.
Pada dongeng-dongeng yang pernah kita baca tempo hari, sebuah nama tiba-tiba saja muncul di tengah-tengah cerita. Nama yang sama dengan namamu. Nama yang buat aku dan kau, sama-sama memiliki cita-cita akan datang ke negeri yang ada di dalam dongeng itu pada suatu ketika.
Kita mulai merangkai-rangkai mimpi. Berharap dapat mendayung perahu pada sungai yang ada di tempat impian kita. Sungai yang kita dapat dan ketahui dari buku dongengan yang kita baca bersama pula. Buku dongengan yang indah, yang dapat membikin kita jadi cepat tambah dewasa.
*
Ursula, aku bertemu seorang teman. Dia memberi aku sebuah buku yang berisi tentang kota dongeng yang sama dengan negeri impian kita. Ada juga namamu terdapat di dalamnya. Dalam buku dongengan itu, ada seorang perempuan bernama Ursula yang memiliki kemuliaan teramat besar. Kemuliaan yang ia dapat karena kehilangan kekasihnya.
Ia yang terus menanti kekasihnya datang untuk menjemputnya. Membawa ia pergi, keluar dari rumah suci yang memenjarakannya. Menunggu kekasihnya yang telah berjanji akan kembali.
Tapi penantiannya itu tidak berakhir dengan manis. Tahun demi tahun telah lewat dan yang ditunggu tak kunjung datang.
Akhirnya pada tahun ketujuh dari penantiannya, sebuah pemberontakan terjadi di negerinya. Kekacauan terjadi di mana-mana. Pembakaran rumah terjadi diseluruh kota. Rumah suci yang ditinggali Ursula juga turut terbakar.
Tapi Ursula tidak mencoba untuk pergi, walau seluruh penghuni rumah telah keluar. Ia tetap menanti seorang yang telah berjanji akan membawanya pergi dari rumah suci. Ia enggan pergi dari rumah suci tanpa orang yang dicintainya itu.
“Dan kalau kau tak pernah datang ke rumah suci ini, maka aku tak akan pernah pergi dari rumah ini.” Begitu katanya pada Herodus, sebelum Herodus pergi.
Dan ia merelakan dirinya mati terbakar di rumah suci.
*
Begitulah, Ursula. Aku tak ingin kau membuat sebuah sumpah atau janji. Sebab aku tak ingin kau memiliki nasib yang sama dengan Ursula dalam cerita itu. Tak usah kau menungguku, sebab aku tak mungkin kembali, sekalipun aku sangat ingin.
Tapi aku tak dapat mengerti kau. Aku tak tahu apa yang akan kau lakukan. Sebab tak mungkin bagimu untuk menerima pesanku ini. Cerita tentang namamu yang juga tak akan dapat kau baca.
Barangkali, menuliskannya merupakan satu kegilaanku. Tapi kerinduan ini tak dapat tertahankan. Dan aku kirim juga pesan ini. Tidak melewati pos atau burung merpati. Pesanku aku lipat jadi perahu dan layarkan ia ke samudera.
Yogyakarta, 2017
sumber gambar: kompasiana
One thought on “Surat Marteen kepada Ursula di Tahun 1965”