Advertisement Section

Apakah HAK Peserta Didik dalam Dunia Pendidikan Sudah Terpenuhi?

Pandemi Covid 19 mulai melanda Indonesia sejak bulan Maret 2020. Banyak peraturan dan kebijakan baru bermunculan karena pandemi ini, tidak terkecuali dalam bidang pendidikan. Kebijakan tersebut dimulai dengan libur sekolah selama dua minggu dan UN bagi siswa kelas akhir ditiadakan. Hal ini membuat para siswa menjadi senang karena ada libur dadakan. Banyak para siswa rantau yang memanfaatkan kesempatan libur ini untuk pulang ke kampung halamannya masing – masing, terlebih hal itu dilakukan untuk berjaga – jaga jika nantinya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Benar saja, pandemi semakin parah dan tidak bisa dikendalikan. Banyak masyarakat yang terpapar Covid 19 sehingga pemerintah di setiap daerah membuat kebijakan karantina dan segala aktivitas dilakukan secara daring

Pembelajaran daring sudah menjadi rutinitas tersendiri dalam dunia pendidikan selama masa pandemi. Berbagai platform dipergunakan untuk menunjang keberlangsungannya pembelajaran secara daring, dimulai dari WhatasApp, Google Meet, Zoom Meeting, Google Classroom hingga Youtube. Beberapa platform tersebut dinyatakan cukup efektif dalam pembelajaran daring, namun beberapa hak siswa dalam pendidikan semakin tidak terpenuhi terutama hak peserta didik yang tertera pada pasal 12 ayat (1) poin 2  Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi, “ Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai bakat, minat, dan kemampuannya.”

Baca Juga : Covid-19 dan Hal-Hal yang Menjadi Daring

Pembelajaran secara daring sangat ditentunkan oleh perangkat yang digunakan oleh siswa serta kondisi jaringan di lingkungan siswa itu berada, akan tetapi banyak lembaga dan para tenaga pendidik yang kurang menyadari akan hal tersebut. Jika saja sebelum pandemi setiap siswa selalu dipaksakan untuk memiliki kemampuan dalam berbagai bidang atau pelajaran, di masa pandemi ini banyak siswa yang dipaksakan untuk bisa mengikuti pembelajaran seceara penuh seperti menyalakan kamera dari awal sampai akhir, menjawab setiap pertanyaan yang diberikan oleh pengajar dengan cepat, dan bisa memahami setiap apa yang disampaikan atau ditugaskan oleh pengajar. Padahal tidak semua siswa bisa mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung, apakah itu karena jaringan internet yang tidak baik, perangkat yang digunakan kurang memadai, susah mencari berbagai macam refernsi atau mungkin tidak memiliki biaya untuk membeli kuota karena uangnya telah habis dibayarkan buat SPP.

Berbicara mengenai SPP, banyak siswa yang merasa dirugikan karena pembayaran SPP yang masih sama seperti pembelajaran luring. Para siswa selalu mempertanyakan hak – hak mereka tentang pelayanan yang didapatkan tidaklah sesuai dengan pembayaran yang mereka berikan. Kadangkala banyak para pengajar yang hanya memberikan tugas saja di setiap pertemuannya tanpa memberikan penjelasan apapun, terlebih tugas yang diberikan selalu melebihi porsi lebih dari  pembelajaran luring seakan – akan para siswa dituntut untuk memperhatikan pendidikannya di suatu lembaga dalam waktu 24 jam.

Hal inilah yang banyak membuat siswa selalu dibebani dan tidak mempunyai waktu untuk mendapatkan kebebasan bermain ataupun berkumpul bersama keluarga. Memang pembelajaran daring dari rumah terlihat seperti mendekatkan siswa dengan keluarga namun pada kenyataannya justru membuat siswa tidak mempunyai waktu bersama keluarga karena tugas – tugas yang diberikan pengajar bahkan yang lebih mengkhawatirkan bukannya siswa yang belajar dan mengerjakan tugas tetapi orang tua mereka sendiri yang mengerjakannya. Hal tersebut benar – benar sudah melanggar pelayanan dari lembaga bagi siswa.

Baca Juga : Humor Polisi: Mulai dari Kucing Hingga Kekerasan Seksual

Permasalahan pembelajaran daring tersebut memang berkaitan dengan pemenuhan hak peserta didik. Namun kita tidak pernah mengetahui alasan dibalik semua itu jika tidak adanya transparansi alasan dan sebagainya. Oleh karena itu, alangkah lebih baiknya jika pihak lembaga memberikan sebuah ketegasan dalam kebijakan dan peraturan yang dibuat serta pengajar  bisa lebih memahami tentang kondisi para peserta didiknya, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Previous post Humor Polisi: Mulai dari Kucing hingga Kekerasan Seksual
Next post Kriminalitas: Ragam Imbas Sosial Masyarakat Akibat Covid-19