Mengunjungi Pelabuhan Kecil Chairil Anwar
“Ibu Sri Ajati, masih terlihat rupawan meski sudah menginjak kepala sembilan,” kenang Alwi Shahab dalam wawancara dengan Majalah Tempo, untuk edisi 16 Agustus 2016.
Alwi adalah wartawan senior Republika yang berkesempatan untuk mewawancarai perempuan yang disebut pada baris persembahan di dua sajak Chairil Anwar “Hampa” dan “Senja di Pelabuhan Kecil”.
Menurut Alwi, wajar belaka jika Chairil jatuh hati kepada Sri Ajati. Karena perempuan itu masih terlihat rupawan, bahkan di usianya yang ke-90 tahun .
Ia pun mengamini ucapan H.B Jassin yang menyebut, “Kiranya, pada tahun 40-an, tak ada pemuda yang sehat jiwa raganya yang tidak jatuh hati pada Sri Ajati.”
Menurut penggambaran Jassin, Sri Ajati, muda adalah gadis yang memiliki tubuh tinggi semampai, kulitnya hitam manis, rambutnya berombak, dan kerling matanya sejuk serta tajam.
Dalam salah satu laporan di Majalah Tempo, Fragmen Cinta Penyair Ahasveros, bukan hanya Chairil Anwar yang mengabadikan Sri Ajati dalam puisinya, tetapi seniman-seniman lain yang hidup semasa dengannya juga mengabadikan keanggunan Sri Ajati dengan cara masing-masing.
Menurut dugaan Jassin, Chairil Anwar sudah jatuh hati sejak pertama melihat Sri. Hal ini dikarenakan matanya kerap curi-curi pandang tiap kali Sri datang ke Hoso Kyoku (radio Jepang yang kemudian jadi RRI setelah Indonesia merdeka).
Chairil memang sering nongkrong bersama teman-teman yang sesama penyair. Namun intensitasnya jadi bertambah sejak melihat Sri Ajati bekerja di sana.
Chairil selalu kikuk tiap bertemu dengan Sri, bahkan kepada Alwi Shahab perempuan itu mengaku tak begitu dekat dengan Chairil meski sering bertemu.
Ia pun mengaku kaget ketika diberi tahu bahwa penyair bermata merah – karena kurang tidur – itu membuatkan sajak untuknya. Adalah keponakan Chairil, Mimiek (anak angkat Sutan Sjahrir), yang memberi tahu Sri bahwa ia dibuatkan sajak oleh pamannya.
Namun, Sri, mengaku tak langsung membaca sajak yang dipersembahkan kepadanya itu. Ia baru membaca Senja di Pelabuhan Kecil setelah Majalah Pedoman menerbitkan ulang puisi itu di tahun 1950, setahun setelah Chairil meninggal.
“Saya baca [Senja di Pelabuhan Kecil] di Pedoman, di situ saya baca bahwa Chairil itu cinta sama saya, tapi dia tak pernah mengatakan cinta sama saya,” ujar Sri Ajati kepada Alwi Shahab, seperti dikutip dari Tirto.id.
H.B Jassin, memaparkan alasan Chairil Anwar, tak pernah mengungkapkan perasaanya secara langsung kepada Sri. “Itu karena dia tahu, Sri sudah memiliki tunangan.”
Misalkan Sri Ajati, masih sendiri, Jassin amat yakin bahwa temannya sejak masih di Medan itu akan mengungkapkan perasaannya. Seperti kepada Ida Nasution, yang tetap ia kejar meski jelas-jelas ditolak. Kemudian Sumirat, yang tetap ia lamar walau sudah pasti ditolak orang tuanya.
Sri Ajati, adalah satu-satunya perempuan yang membuat Chairil, jatuh hati tetapi tak pernah mengungkapkannya secara langsung. Puisi yang ia buat untuk Sri, juga sangat berbeda dengan puisi-puisinya kepada perempuan lain, yang dipenuhi keyakinan.
Menurut Jassin, “Senja di Pelabuhan Kecil” adalah bentuk suatu kerawanan hati, kesedihan mendalam yang tak pernah terucapkan. [redaksi/Nursaid]
– – – – –
One thought on “Mengunjungi Pelabuhan Kecil Chairil Anwar”