Advertisement Section

Warisan Si Binatang Jalang

Usai pemakaman di Karet Bivak, Sam Soeharto memberikan sebungkus gula merah, sepasang sepatu, selembar uang rupiah, dan sata bundelan kertas kepada Hapsah Wiriaredja, mantan istri Chairil Anwar.

Sam bertutur kepada Hapsah bahwa semua itu adalah peninggalan Chairil untuk ahli warisnya, Evawani Alissa. Dengan mata yang masih sembab, perempuan itu menerima warisan untuk putrinya dari mendiang sang bapak — tak lain mantan suaminya.

Dengan berat, ia terima barang-barang milik Chairil yang sebetulnya enggan ia lihat. Bukan karena barang-barang itu tak memiliki nilai, tetapi bundelan kertas itu senantiasa mengingatkannya pada hari-hari buruk bersama Chairil.

Barangkali, buku dan coretan-coretan kertas Chairil, jadi salah satu musabab perceraian mereka – perihal ini Hapsah tak pernah menceritakan.

Namun, di kemudian hari ia insaf bahwa barang-barang milik Chairil itu benar-benar warisan. Ini ketahuinya setelah Hans Bague Jassin (H.B Jassin), meminta warisan Chairil itu.

Kekaguman Jassin, kepada kawan yang ia kenal di Medan beberapa tahun sebelumnya membuatnya ingin tahu isi dari bundelan kertas yang telah sah jadi milik Evawani. Tanpa pikir panjang, Hapsah memberikan warisan itu kepada Jassin.

Di tangan H.B Jassin inilah, kertas-kertas usang penginggalan Chairil itu menjelma master piece, puisi-puisi yang dianggap mendobrak khasanah kesusasteraan Indonesia modern (terutama puisi).

Jassin, kemudian mengumpulkan sejumlah sajak yang tersebar di beberapa surat kabar dan majalah, serta sajak-sajak yang pernah diberikan Chairil kepada Jassin.

Dalam wawancara dengan Majalah Tempo pada tahun 1989, yang dikutip kembali dalam edisi khusus 15 Agustus 2016 Chairil Anwar, Bagimu Negeri Menyediakan Api, H.B Jassin, bertutur bahwa sajak-sajak Chairil Anwar, harus dibaca oleh masyarakat luas.

“Saya merasa sajak Chairil, perlu diketahui publik,” ujar Jassin.

Setelah menerima bundelan kertas dari Hapsah, Jassin, langsung membaca tulisan-tulisan yang ada di dalamnya. Sebagian besar isinya adalah puisi-puisi Chairil yang belum terbit, puisi yang belum selesai, atau ungkapan-ungkapan pendek (aforisme).

Dari tulisan-tulisan tangan di bundelan kertas itu, Jassin mengetik ulang puisi-puisi Chairil Anwar, yang jadi cikal bakal dua kumpulan puisi Deru Campur Debu;  dan Kerikil Tajam, Yang Terampas dan Yang Putus.

Jejak tulisan tangan Chairil Anwar dan manuskrip yang diketik oleh H.B Jassin saat ini masih tersimpan di Pusat Dokumentasi Sastra H.B Jassin, di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.

Warisan Chairil, yang semula ditujukan untuk anaknya, Evawani Anissa, telah menjadi warisan untuk ahli waris kebudayaan Indonesia (yang disebut Chairil dalam surat kepercayaan gelanggang).

Warisan itu telah diterbitkan ke dalam jutaan keping buku dan dikutip oleh banyak generasi setelahnya. [redaksi/Pandan]

– – – – –

Baca KOLOM di lppmkreativa.com atau tulisan Suntama lainnya

One thought on “Warisan Si Binatang Jalang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Previous post Money Heist: Mendobrak Tatanan, Merayakan Kejahatan
Next post Mengunjungi Pelabuhan Kecil Chairil Anwar