
Pers: Antara Pengabdian dan Kepentingan
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, menolah, dan menyampaikan informasi baik berupa tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Dalam hal ini pers memiliki keterkaitan dengan literasi masyarakat. Masyarakat adalah apa yang mereka baca, sehingga bacaan atau tayangan menjadi tolok ukur kualitas masyarakat Indonesia. Untuk itu jurnalis menjadi penentu bacaan atau tayangan yang akan dikonsumsi oleh khalayak.
Lantas, apakah pemberitaan di media massa sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat? Sayangnya masih saja ada tayangan yang kurang berkualitas dan bahkan tidak penting. Padahal teknologi semakin maju, namun tidak diimbangi dengan pemahaman dalam menyediakan bacaan atau tayangan yang berkualitas.
Fungsi pers adalah memberikan informasi kepada masyarakat. Namun, jika informasi itu tidak penting, apakah sudah sesuai dengan fungsi pers di Indonesia? Memang pers memiliki kewenangan mengelola informasi ke dalam tulisan atau penayangan di televisi. Akan tetapi, sudah sepantasnya kualitas tayangan dan tulisan itu kita tingkatkan.
Pada dewasa ini, sering kita temukan stasiun televisi yang menayangkan berita tidak penting bagi masyarakat, seperti berita pernikahan dan kehidupan keseharian para artis. Pasalnya masyarakat tidak membutuhkan informasi tersebut. Hal ini dikarenakan lembaga penyiaran berita dinilai akan melenceng dari tugas utama. Pemberitaan mengenai kehidupan artis dianggap tidak penting karena hanya akan mengajak masyarakat bergosip. Tidak ada keuntungan yang didapatkan masyarakat dan justru bisa memberikan dampak buruk.
Seperti hanya dijadikan gimik, artis ikut menjadi sasaran dalam penyuguhan pendapat narasumber. Padahal narasumber harus dari pakar atau pihak ahli sesuai kejadian yang diberitakan. Jika para artis yang tidak memiliki pengetahuan sesuai kejadian di dalam berita, tentu akan menyesatkan masyarakat.
Tidak hanya itu, dalam penyuguhan bacaan sering kali ditemukan judul-judul berita yang terlalu vulgar dan kontrofersi. Kata-kata yang kurang pantas seharusnya tidak diikutsertakan dalam bacaan. Hal ini karena tidak semua media bisa dipertanggungjawabkan. Kemudahan dalam membagi informasi dan mendapakan informasi menjadi salah satu faktor munculnya media yang tidak berkualitas.
Baca Juga: Penutupan Festival Presma UNY: Diskusi Framing Media dalam Konflik Agraria
Hal yang disayangkan lagi adalah adanya kesalahan penulisan yang tentunya berakibat fatal. Selain itu, kesalahan penulisan dapat merusak nama baik pers di Indonesia. Beberapa kejadian kesalahan ejaan pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Belum lama ini juga terdapat kritik dari pers luar negeri yang diberikan kepada pers di Indonesia terkait kesalahan penulisan. Hal ini harus menjadi cambukkan bagi kita untuk membenahi dunia pers di Indonesia.
Di samping itu, tentu pasti ada yang mendasari mengapa berita tidak berkualitas tetap ditayangkan. Misalnya, adanya dorongan untuk meningkatkan rating di televisi. Memang komersial menjadi alasan kuat dalam keputusan yang diambil oleh pihak pers. Namun, seharusnya pers bekerja untuk masyarakat, bukan untuk uang.
Pada kenyataannya media ingin meningkatkan minat pemirsa terhadap tayangan yang disuguhkan dengan iming-iming berita kehidupan para artis. Walaupun masyarakat Indonesia memang lebih tertarik pada kehidupan para artis, kualitas tayangan harus tetap diperhatikan. Jangan sampai hal ini membuat dunia mencatat pers di Indoesia tidak berbobot.
Terlebih pada masa pandemi ini pers sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi terkini. Sehingga kita tidak bisa menghancurkan kepercayaan masyarakat dengan menyuguhkan berita atau informasi yang tidak berbobot. Pers sebagai penyedia informasi bisa menjadi penggerak dalam mewujudkan literasi yang baik di masyarakat. Selain itu, dengan pembenahan pers akan meningkatkan kualitas masyarakat, sehingga dapat selektif dalam menampung informasi yang beredar. Sedangkan jurnalis perlu diberi bekal mengenai kode etik dan cara penulisan serta penyampaian informasi. Pada hakikatnya pers mengabdi kepada masyarakat bukan kepada kepentingan suatu kelompok atau golongan.