Sepasang Sulung: Tentang Perjuangan Pahit
Sepasang Sulung
Dini hari yang selalu sepi begini
Berjuta pasang mata telah menutup
Dibawa jiwa-jiwa melayang di alam mimpi
Merajut indah memori khayalan yang tak pernah terjadi
Menepis lelah, bingung, takut, dan lara untuk sementara
waktu sebelum menyapa lagi
Sudah lebih dari lima belas menit saya melihat saya
dan lagu favorit saya, bersama menemani
Potret Anda melintas di
mimpi saya ingin datang ke alam, begitu inginku
hanya pikiran yang melayang-layang kali ini
Beri yang sejak dulu selalu kubiarkan mengusik
4 menit 27 detik kali sepuluh kali rekam cerita aku putar
Aku butuh 100 tahun cahaya untuk menjauh
Dari keluh yang selama ini hanya menuduh
Aku mau 100 tahun tidur untuk meneduh
Dari ego dan ragu yang katanya akan patuh
Dari obat bernama waktu yang katanya ampuh
Aku mau pulang dari ikhlas yang nyatanya palsu
Sungguh, begitu besar rasa ingin tahuku
Atas amarah yang berubah menjadi
Hal apa yang sebenarnya mencekat lidahmu
Pada obrolan santai kita di kala waktu itu
jika kita boleh bertemu dalam mimpi, jelaskanlah
BACA JUGA: D andelion dan Puisi-Puisi Lainnya
Sudah, sudah, diam itu emas?
Begitu kata-kata yang terucap dari lisanku
Menggema, merasuk, menusuk dalam benakku
Seperti halnya hujan pada hari terakhir kau bertamu
Masih derai air matamu, kuhapus dengan pelukku
Juga bagaimana aku membisu, diam berharap lidahku tak kelu
Selepas ini tak akan kubiarkan bingung mengetuk pintu rumahku
Tentang bagaimana kau membunuhmu lelahmu sehabis ricuh sebelum tidur Biarlah
doa ibu yang membawakan kokoh seisi tubuh yang kau huni
Dan izinkanlah sinar matahari untuk menemaniku berdansa malam ini, kan ku usahakan untuk menunggu
Saat kau sudah menjadi versi terbaikmu, juga aku
Terbangkan sayapmu di langit-langit yang kau mau
Jadi sosok perkasa, nikmati yang selama ini aku tahu
Jangan sampai remuk kau terbalut
Supaya luka lama ini tak lagi membiru
Soal ekspektasiku, itu bukan tanggung jawabmu
Aku kidungkan segala salam perpisahan tak sampai
Pergi aku ke negeri antah berantah di seberang
Mengejar seluruh asasa ke kota-kota terpelajar
Demi masa depan baru dan kebahagiaan
Yang seolah-olah begitu pasti
ada meskipun jika kau pikir itu fana
Sampai bertemu
nanti Semoga Tuhan mengilhami
Semoga cemerlang kita menjadi
Semoga harapku dan pulih kembali
“Sepasang Sulung” merupakan puisi yang menceritakan tentang perjuangan seseorang untuk melawan pengalaman pahit perpisahan yang membekas dalam ingatannya. Ia selalu membangun di tengah malam dan tidak bisa membangunkan lelap karena mengingat tentang kejadian tersebut. Meski begitu, layaknya seorang sulung yang selalu berusaha keras, ia pelan-pelan berusaha menerima kenyataan dan mengikhlaskan yang sudah terjadi. Perlahan ia kembali dan memaafkan semua perlakuan pahit dari orang yang telah menderitanya. Ia memutuskan untuk menikmati kebahagiaannya yang semu pada orang tersebut dan mencari arti baru bahagia dengan dirinya sendiri.