Athirah: Perjuangan Wanita Berhati Surga
Athirah merupakan novel karya Alberthiene Endah yang diangkat dari kisah nyata kehidupan tokoh politik Indonesia, Jusuf Kalla. Alberthiene Endah lahir di Bandung, 16 September 1970. Ia merupakan seorang penulis dan jurnalis Indonesia. Beliau dikenal karena karya-karya biografinya tentang tokoh politik, konglomerat, dan tokoh hiburan tanah air sehingga disebut sebagai biografer yang paling diminati di Indonesia.
Sebuah pelajaran yang sangat berharga tentang cinta, kesetiaan, dan keikhlasan. Bagaimana cinta tetap bekerja begitu keras di tengah situasi yang sangat mendukung menciptakan sebuah perpecahan.
Mengangkat perjuangan perempuan, tokoh dalam novel memiliki tekad yang kuat untuk memperjuangkan perjuangan meski merasakan sakitnya poligami. Novel Athirah menggunakan pendekatan feminisme liberal yang membahas tentang perjuangan perempuan untuk mendapatkan haknya di segala bidang kehidupan seperti pendidikan, politik, sosial, ekonomi, juga bidang pribadi. Hak-hak inilah yang dapat memicu para perempuan untuk memperjuangkan kehidupan. Perjuangan perempuan di bidang pribadi lebih mengacu pada diri seseorang dengan lingkungannya yang berarti berjuang untuk kehidupan pribadinya.
Jusuf adalah laki-laki yang dibesarkan di alam poligami. Hidupnya ditemani seorang ibu yang menapaki hari dengan batin terluka. Tokoh Emma dikisahkan sebagai perempuan indah dan perkasa. Setelah badai yang luar biasa, ia muncul lagi di tengah waktu dan waktu. Kisah Emma menghadirkan keberanian sepanjang masa.
BACA JUGA: Resensi Novel Kubah Sastra Mencatat Sejarah
Athirah berusaha melewati hari-harinya dengan keadaan yang semestinya. Ia ingin melupakan rasa sakit karena suaminya, Hadji Kalla. Tokoh Athirah yang ditampilkan oleh pengarang memiliki jiwa perjuangan yang besar. Hal ini selaras dengan tujuan feminisme liberal yang menginginkan agar perempuan berpikir dan demi harga dirinya. Athirah memiliki tekad yang kuat untuk keluarganya. Ia mulai terbiasa dalam menyikapi masalah yang dihadapinya. Bermula dari kisah poligami, membuat Athirah berjuang untuk keluar dari permasalahan batin maupun keuangan keluarga dengan cara berbisnis. Ia setiap hari seperti biasa. Melayani suami, merawat dan juga menjalankan sebagai ibu sekaligus ayah bagi anak-anak. Ia menjalankan sebuah bisnis kain dan berlian yang dijadikan sebagai perahu kebangkitan demi anak-anak dan untuk menentukan pikirannya terhadap masalah yang dihadapinya. Kini, suami menjadi objek utama lagi dalam kehidupannya. Kisah poligami yang dilakukan suaminya tidak menjadi penghalang untuk meraih kebahagiaan.
Fase di mana rasa sakit yang mendalam ia rasakan karena poligami mampu ia lewati. Pada awalnya, saat berhubungan dengan rumah maka ia akan menyaksikannya di muka jendela dengan begitu memperhatikan mata. Namun, hal itu tidak ada lagi. Tanpa melihat pemandangan di wajah, ia merasa khawatir dengan kepergian suaminya. Bahkan, Athirah mampu menghilangkannya dengan cara bersenandung. Hal ini membuktikan bahwa ia telah berhasil dalam perjuangannya melewati perang batin dan melanjutkan hidup dengan hati yang hilang.
Novel ini memberikan sebuah pelajaran yang sangat berharga tentang cinta, kesetiaan, dan keikhlasan. Bagaimana cinta tetap bekerja begitu keras di tengah situasi yang sangat mendukung menciptakan sebuah perpecahan. Berfokus pada tokoh Athirah, Tuhan penulis terlalu memberikan porsi yang berlebihan untuk tokoh-tokoh lainnya seperti Jusuf dan Mufidah. Terdapat beberapa bagian dalam buku ini yang menghilangkan sosok Athirah. Namun buku ini sangat layak dibaca. Tokoh Athirah mengajarkan kesetiaan bisa terus bertahan dalam ketidaksetiaan. Kisah di dalam buku ini digambarkan dengan sangat manis oleh Alberthiene Endah. Sebagai sebuah karya yang berlatar belakang kisah nyata, novel ini menjadi sangat menarik untuk dibaca karena memiliki gaya tersendiri. Kita dapat membaca sebuah riwayat hidup dengan gaya bahasa yang tidak terlalu kaku.