Bimbo: Tak Lekang oleh Zaman
Bulan Ramadhan tidak pernah lepas dari lagu-lagu religius. Lagu-lagu bergenre pop mulai surut, digantikan oleh pop-religi. Namun, bagaimana jika lagu-lagu tersebut terus hidup bahkan di luar bulan Ramandhan?
Hal ini nampaknya berlaku bagi karya-karya grup musik Bimbo.Dapat dipastikan bahwa setiap bulan Ramadhan tiba, lagu-lagunya dikumandangkan dari masjid satu ke masjid lain.
Bimbo yang merupakan grup musik kelahiran Kota Kembang tahun 1967 ini memang sudah lama menyandang predikat band religius. Karya-karyanya sarat akan petuah namun tak pernah terkesan menggurui. Mungkin dikarenakan lirik-liriknya yang lebih menyerupai puisi.
Sebut saja lagu Sajadah Panjang. Liriknya mengingatkan akan pentingnya salat. Namun, bukan dengan terus terang, melainkan dengan perumpamaan dalam lirik “Ada sajadah panjang terbentang, kaki buaian sampai ke tepi kuburan hamba”.
Mirip dengan puisi, baris “Ada sajadah panjang terbentang” itu juga diulang-ulang pada lirik-lirik berikutnya.
Bimbo juga piawai menciptakan klimaks yang mengena. Aisyah Adinda Kita, misalnya. Liriknya diakhiri dengan penyimpulan bahwa semakin banyak yang menyerupai Aisyah, maka akan semakin banyak “adinda kita” atau “wanita idaman”.
Meski bukan tergolong nasyid, namun Bimbo mampu mewakili nuansa religi dengan lagu-lagunya. Terbukti dengan masuknya lagu-lagu Bimbo ke masjid-masjid. Tak jarang dalam acara keagamaan selain pada bulan Ramadhan, lagu-lagu Bimbo menjadi pilihan untuk diputarkan.
Jika dibandingkan dengan lagu-lagu religi zaman kini, nampaknya Bimbo tetap lebih unggul. Dilihat dari segi lirik saja, mari kita bandingkan dengan lagu saat ini. Misal dengan lagu Dengan Nafas-Mu milik Ungu:
Dan demi nafas yang telah kauhembuskan dalam kehidupanku
‘Kuberjanji ‘ku ‘akan menjadi yang terbaik
Menjalankan segala perintah-Mu menjauhi segala larangan-Mu
Adalah sebaris doaku untuk-Mu
Pada lagu milik Ungu tersebut, pesan yang akan disampaikan sangat jelas karena kalimat yang digunakan juga langsung kepada intinya. Pada lirik lagu pertama saja sudah dapat ditebak maksud dari lagu tersebut. Selain itu juga menggunakan kalimat yang cukup panjang.
Sedangkan pada lagu-lagu milik Bimbo, lebih banyak penggunaan gaya bahasa.Kalimatnya pendek-pendek dan penyampaian pesan disampaikan secara kronologis. Kalimat pertama pada lagu tidak langsung menggambarkan apa isi lagu tersebut. Misal pada lagu Ada Anak Bertanya Pada Bapaknya:
Ada anak bertanya pada bapaknya
Buat apa berlapar-lapar puasa
Ada anak bertanya pada bapaknya
Tadarus tarawih apalah gunanya
Lapar mengajarkanmu rendah hati selalu
Tadarus artinya memahami Kitab Suci
Tarawih mendekatkan diri pada Ilahi
Lagu-lagunya mungkin lebih menonjolkan kesederhanaan lirik. Akan tetapi pesan yang terkandung tidak sesederhana lirik-liriknya. Sedangkan pada lagu milik Ungu mungkin lebih menonjolkan pada lirik yang langsung dapat menjelaskan pesan.
Meskipun dikenal sebagai grup musik religi, Bimbo rupanya tidakhanya menciptakan lagu religi saja. Dari 200 album yang pernah dirilis, juga terdapat album yang bertemakan lingkungan seperti pada album “Lestarikan Indonesiaku”.
Tidak hanya itu, mereka juga tajam mengkritik keadaan sosial politik negeri ini. Seperti pada lagu berjudul “Tante Sun”. Lagu yang mendapat sambutan baik dari masyarakat tersebut merupakan kritik terhadap rezim Orde Baru.
Bukan hanya soal kritik-mengkritik, soal humor pun ada dalam lagu-lagu mereka. Seperti pada lagu Abang Becak, Kumis, Tangan, dan Mata. Meski begitu, hal tersebut tidak menghilangkan predikat Bimbo sebagai band religius.
Terakhir, saya tidak dapat membayangkan bagaimana rasanya jika lagu-lagu Bimbo tidak diputarkan lagi. Khususnya pada bulan-bulan Ramadhan. Bukankah selama ini Ramadhan tiba sama dengan lagu-lagu Bimbo mulai berkumandang?