Advertisement Section

Cermin Pemisah Kebahagiaan

Tedapat sebuah hutan belantara yang letaknya tak begitu jauh dari perkotaan, di sana hiduplah seorang nenek yang sudah tua renta dengan cucunya yang cantik jelita. Numa, ya namanya adalah Numa Kemala. Kegiatan gadis bermata indah itu akhir-akhir ini hanyalah merawat neneknya yang sedang sakit. Alhasil Numa harus rela keluar masuk kebun yang berada di tepian hutan samping sumur tua. Numa tak keberatan dengan itu semua, dia sangat sayang dengan neneknya. Apapun akan dia lakukan untuk neneknya itu.

Suatu malam, Nenek Numa mengalami pening kepala. Gadis itu panik bukan kepalang, namun persediaan air sudah habis, setelah berpikir keras. Numa tahu apa yang harus dia lakukan.

“Apakah aku bisa menimba air di sumur tua yang menyeramkan itu? Ah sudahlah, aku tidak peduli dengan mitos-mitos yang nenek ceritakan waktu itu,” ucap Numa.

Numa pun bergegas untuk mengambil air di sumur. Dengan penuh keyakinan dan keberanian, dia keluar dari rumahnya dan berjalan menuju sumur yang bersebelahan dengan kebun miliknya. Sebenarnya Numa dilarang untuk mendekati sumur tua itu ketika matahari mulai terbenam, tapi dia tidak peduli dengan cerita seram sumur tua itu. Ia berjalan dengan terburu buru. Selang beberapa menit sampailah dia di sumur itu. Numa bergegas untuk menimba airnya. Namun, saat sedang menimba airnya ada sesuatu yang menarik dia hingga tercebur kedalam sumur tua itu. Setelah itu dunianya gelap. Numa tidak tau apa yang terjadi.

Keesokan harinya, Numa bangun ketika cahaya matahari masuk ke celah celah jendela. Saat mengerjapkan mata, ia sangat bingung dan ketakutan.

“Dimana aku?” ucapnya dalam hati.

“Mengapa aku bisa ada disini? Mengapa ada tulisan namaku di foto bayi itu?” Ucap Numa dalam hati.

Seribu satu pertanyaan terus berputar dalam pikiran Numa. Lamunannya berakhir ketika ada seseorang yang memasuki kamarnya.

Sontak mereka berteriak.

Baca juga: Si Putih: Konspirasi Pandemi dalam Novel Fantasi 

“Aaaaaaaa siapa kau!!” teriak Numa.

“Maaf Nona, pertanyaan itu seharusnya aku yang bertanya,” ucap perempuan paruh baya itu.

“Namaku Numa Kemala bukan Nona,” ucapnya dengan penuh ketakutan

“Apa? Numa Kemala? Apakah benar Nona adalah Numa Kemala?” ucap wanita paruh itu sembari berjalan menuju Numa.

Tiba tiba gadis itu teriak lebih keras dari sebelumnya

“Pergi!!! Pergii!!!! Jangan dekati aku. Pergi!!!” teriak Numa sembari melempar sesuatu yang ada di dekatnya.

Kejadian itu membuat kegaduhan yang luar biasa sehingga penghuni rumah menghampiri kamar itu termasuk Tuan dan Nyonya pemilik rumah.

Kegaduhan itu terus berlanjut. Nyonya tercengang ketika mendapati penjelasan dari salah satu pembantunya bahwa gadis itu adalah Numa Kemala. Nyonya langsung mencoba menenangkan Numa dengan perkataan halusnya.

“Numa sayang, tolong berhenti, Nak. Tolong dengarkan ibu. Stop, Numa, stop,” ucap nyonya

Numa berhenti melemparkan semua barang yang ada di dekatnya. Sesuai permintaan Nyonya, semua orang yang ada di situ untuk meninggalkan tempat itu.

Kini tersisalah dua orang di dalam kamar yang berantakan itu. Nyonya pelan pelan mendekati Numa. Numa tidak keberatan dengan itu.

“Nak, boleh ibu duduk disini?” ucap Nyonya sembari menunjuk tempat yang akan didudukinya.

Numa hanya mengangguk sambil memeluk boneka beruang yang ada di dekatnya.

“Nak bukankah boneka beruang itu sangat lucu dan menggemaskan?” ucap Nyonya.

Numa masih terdiam.

“Oke, tidak apa apa jika kamu tidak mau menjawab pertanyaan ibu. Apakah kamu mau mendengarkan cerita ibu nak?” ucapnya lagi.

Numa mengangguk.

“Wah, baik ibu akan bercerita. Jadi, boneka itu adalah milik anak ibu yang hilang sekitar 18 tahun yang lalu. Anak ibu bernama Numa Kemala, dia hilang ka-,” ucap Nyonya dipotong oleh Numa.

“Sebentar ibu, mengapa nama anak ibu sama denganku?” ucap Numa

“Pertanyaan yang ibu tunggu tunggu, Nak,” ucap nyonya sembari mengusap air matanya yang hendak jatuh.

“Mengapa ibu menangis? Apakah pertanyaanku membuat ibu sedih?” ucap Numa.

“Tidak Nak, percaya atau tidak kamulah Numa Kemala anak ibu,” ucap nyonya sembari mendekati Numa.

Namun, saat ibu berjalan mendekatinya, Numa berteriak.

“Stop!! Apa apaan ini, aku tidak percaya dengan semua perkataanmu, Ibu! Aku tidak punya ayah atau ibu, aku hanya punya nenek yang sedang sakit keras di sana,” ucap Numa sembari mengusap air matanya.

“Baik, ibu jelaskan ya, Nak. 17 tahun yang lalu ibu melahirkan seorang anak perempuan yang cantik jelita. Ayah dan ibu bahagia atas kehadiranmu. Sampai pada suatu ketika salah satu pembantu di rumah kita melakukan kesalahan dengan tidak sengaja menumpahkan air susu yang masih panas ke tanganmu. Itulah mengapa di tangan kananmu ada tanda merah yang membekas karena susu panas itu. Ayah dan ibu memarahi pembantu itu dan ternyata pembantu itu tidak terima. Dia kembali setelah kami usir. Dia kembali dengan memakai baju hitam. Lalu, mengutuk kamar ini, terutama kaca itu. Kamu dan pembantu yang ternyata penyihir itu masuk kedalam kaca besar yang ada di pojok sana. Ibu selalu berusaha mencarimu dengan meminta bantuan siapapun. Hasilnya nihil, tapi setelah beberapa hari ibu masuk kedalam kamarmu lagi. Ibu menemukan sepucuk kertas sihir yang bertuliskan Dia bisa kembali dengan selamat setelah dia 17 tahun dan menemukan jalur penghubung antara dunia sihir dan dunia nyata,” Ucap nyonya dengan panjang lebar

“Bagaimana hal semacam itu bisa terjadi ibu?” ucap Numa.

“Ibu dan ayah yang salah Numa, kami terlalu hati-hati dalam setiap hal yang berhubungan denganmu,” ucap Nyonya dengan isakan tangisnya.

“Boleh ibu memelukmu untuk yang pertama kali?” ucapnya lagi.

Numa hanya mengangguk dan merasakan pelukan ibu kandungnya untuk yang pertama kali.

“Kamu lapar kan? Mari kita makan. Semua ini biar dibereskan sama Simbok,” ucap Nyonya.

Nyonya menggandeng tangan Numa. Mereka berdua saling bercerita tentang segalanya. Malam pun tiba dan semua orang sudah tertidur, kecuali Numa. Dia tengah memecahkan segala misteri ini. Gadis itu mencoba mendekati kaca besar itu dan benar saja ketika Numa berada tepat di depan kaca itu, dia tercengang karena melihat nenek tua itu sedang tertawa puas sambil melihatnya. Saat Numa tengah bingung dengan segalanya, gadis itu hampir saja ditarik masuk kembali ke dalam cermin itu. Namun, tidak bisa karena Nyonya segera menarik kembali Numa. Dengan sigap, Tuan mengambil vas bunga yang ada di sampingnya dan dilempar ke kaca hingga pecah.

Selang beberapa menit, Numa sadar dan menangis-sejadi jadinya di pangkuan ibunya.

“Tidak perlu dipikirkan lagi, biarlah itu menjadi masa lalu saja. Sekarang Numa anak ibu yang cantik ini sudah bersama ibu. Ibu harap Numa bisa lebih menerima semua kenyataan yang telah terjadi itu ya, Nak. Maafkan ibu karena ibu lalai saat menjagamu dulu,” ucap nyonya sembari mengelus-elus kepala Numa.

“Numa janji ibu, Numa tidak akan merepotkan ayah dan ibu. Numa janji,” ucap Numa dengan penuh keyakinan.

Senyum kebahagiaan terpancar jelas pada wajah Nyonya, Tuan, dan Numa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Previous post Inventing Anna: Kisah Penipu Berkedok Sosialita
Next post Rahasia Langit Ramadhan