Advertisement Section

Rahasia Langit Ramadhan

Langit yang indah dengan corak khas menuju bulan suci ramadhan kali ini. Tak ada yang spesial hanya beberapa untaian puisi yang berusaha kulibatkan dalam setiap suara hatiku.

Katakan kepada Anda melalui umpan-bait rasa yang dia sampaikan melalui
puisi yang dia utarakan
Juga mimpi yang dia rangkai
Katakan, kisah yang tak pernah pernah terangkai itu selamanya akan tetap menjadi legenda
Tiada jiwa yang baik-baik saja jika dia paksa
Tiada diri yang tenang jika sanubarinya dia
karena Tiada mungkin terbina dia, siapa-siapa
Katakanlah kepada Anda melalui ayat-ayat-Nya bahwa dunia ini fana
Cintanya adalah sementara bukan termaktub selamanya
Adalah Tuhanku Maha melindungi Hidupku
bukan tak
seberapa Katakanlah mimpi itu akan sia-sia
Renggutnya, biarlah renjana alamnya semoga semoga

“Sekarang apa lagi?”

“Aishhh… Kenapa selalu diksi yang salah!”

Namaku Nadia, sudah Nadia saja tanpa titik koma. Usiaku 17 tahun genap sudah di Maret lalu, mengenai puisiku tadi sudahlah jangan dibahas lagi. Aku selalu gagal dalam menciptakan karya, diksi aku kalah pasal itu.

“Nad!”
Itu pasti mamaku, selalu begitu memanggilku saat aku butuh waktu untuk merebahkan diri.

“Iyah?”

Kulihat mama mengernyitkan dahi setelah mendengar jawabanku. Sedetik kemudian berubah, dengan cepat mengganti ekspresi.

“Belikan Mama es batu sana! Bentar lagi maghrib sana!” titahnya seraya mengarahkan jari telunjuk ke arah pintu.

Belum lama aku melangkahkan kaki, lagi-lagi ada saja yang mencegatku. Buru-buru aku berlari tanpa mempedulikan suara nyaring yang menguasai ruang.

“Bukankah di bulan ramadhan para setan dikurung ya? Ini senja yang seram.”
Bibirku komat-kamit mengambil langkah panjang, aku sungguh ketakutan. alay memang, tapi apa boleh buat.

Suasana buka puasa kali ini tak sekhidmat tahun lalu hanya ditemani oleh mama dengan senyum merekah yang terkesan sangat dipaksakan. Aku menghela napas sewaktu-waktu sebelum akhirnya memberanikan diri untuk bertanya pada mama.

“Ma…” cicitku ragu. Lamat-lamat kuperhatikan sorot mata mama tertuju pada. Sedikit horor menurutku.

“Habiskan makanmu dulu,” lalu masukkan sesuap nasi ke mulutnya.

“Ah iya.”

Menyantap makanan seadanya menurutku sudah dilengkapi dengan kangkung hijau yang telah layuk sebagai pelengkap sipiring nasiku.

“Apa yang ingin kau cinta?”

Entah mengapa pertanyaan mama barusan sukses membuat cairan bening di mataku tiba-tiba ingin jatuh. Padahal aku telah menyediakan jawaban sejak tadi.

“Hiks… A-ayah. A-aku rindu ayah.”

Kulirik wajah mama, lalu ia melihat wajah dan berlalu dari hadapanku.

“Bisakah kau berhenti menanyakan, pasal ayahmu?”
Nyaliku menciut sewaktu-waktu setelah mendengar penuturan mama yang terdengar dingin. Siapa sangka bulan yang selama ini kutunggu, kini menghantam harapanku.

“Bereskan makananmu, lalu pergilah ke masjid.”
Aku menoleh ke arah mama yang membelakangiku.

“Iya, Mah.”

“Bentar lagi isya’ jangan sampai salatmu terpangku dengan tarawih.”

Aku hanya mengangguk, benar-benar lelah dengan keadaan seperti ini. Hanya senyum palsu yang selalu kusaksikan setiap pagiku. Andaikan apa yang terjadi hanya mimpi, pastilah kusegera bangun dan meludah ke kiri.

***

“Assalamu’alaikum…”

“Wa’alaikumussalam, sudah tadarus?” tanya mama kehadiran berbedaku, kali ini ia terlihat.

“Alhamdulillah.”

“Istirahat sana, jangan lupa besok sahur. Usahakan bangun lebih awal.”
Aku berhenti, ada yang aneh dengan penuturan mama barusan.

“Mama gak masak.”
Seperti peramal saja dengan cepat mama menjawab kebingunganku menyisakan mulutku yang membeo.

“Mah?” kataku ragu, saksikan mama yang tengah duduk sambil bersantai televisi.

“Hmmm…”

“Andaikan ramadhan kali ini ada Ayah,” ucapku sendu.

“Mama sudah berhenti bertanya tentang ayahmu.”
Mama kecewa, setelah itu menghela nafas.

“Mah..”

“Nadia!” bentakan mama kali ini cukup membuatku kaget.

“Jika saja manusia mengerti… Jika saja mereka mau menuruti aturan pemerintah. Tapi apa? Tanpa mereka tanpa memperhatikan bagaimana nasib para dokter yang rela mengorbankan nyawa, meninggalkan keluarga yang tiada henti-hentinya mencemaskannya lewat doa. Kini ayahmu benar-benar pergi. Tiada. Pergi untuk selamanya.”
Mama berdiri tegap menghadapku yang tengah duduk bersimpuh. Aku sungguh merasa sangat bersalah.

“Mah… Maaf Nadia, maaf karena sudah membuat mama,” kataku penuh sesal, lalu pegang tangan mama.

“Sudahlah. Percayakan semuanya pada Allah, karena ini adalah kehendaknya,” jawab mama setelah menepis aur mata di pipinya.

Sesaat aku mendengarkan nasihat-nasihat mama barusan.

BACA JUGA: Perempuan Yang Pergi di Bulan Mei

Tidak ada bencana tanpa alasan dan hikmah di dalamnya, mungkin ini adalah teguran dari-Nya. Sesungguhnya kehidupan dunia adalah negeri ujian dan penuh dengan cobaan sayang. Tidaklah seorang hamba hidup di dunia kecuali dia akan diuji dan nantinya akan kembali ke Allah Ta’ala Allah Ta’ala berfirman;

لِيَجْزِيَ الَّذِينَ اا ا لُوا الَّذِينَ ا ال

“Supaya Dia melakukan balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka lakukan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (An-Najm : 31).”

“Mah… Kata Pak ustadz tadi sewaktu tausiyah berkata bahwa bulan Ramadhan kali ini akan terjadi bencana besar. Benarkah itu, Mah?”

“Kita tidak ada yang tau pasti sayang.”
Aku tersenyum haru mendengar penuturan mama yang terkesan lembut itu.

“Ada hadistnya, Mah,” sahutku sambil terkekeh.

“Serahkan semuanya pada Allah, kita harus bersabar terutama di bulan Ramadhan ini. Kita harus mengendalikan hawa napsu, pahalanya berlipat ganda.”

“Iya, Mah.”

“Ya sudah sekarang kamu istirahat, besok jangan lupa bangun pagi.”

Setelah itu mama mencium keningku sambil tersenyum manis, meskipun sebenarnya aku tahu ada luka yang mama simpan sendiri tanpa ingin membaginya denganku.

“Rahasia langit. Kita yang sering khawatir menjadi berlebihan karena penemuan Tuhan. Sadarkah kita yang kerap lupa bagaimana indahnya mengatur semua urusan kita lebih mudah.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post Cermin Pemisah Kebahagiaan
Next post All of Us are Dead: Sebuah Misi Penyelamatan Diri