Cerpen “Guru” terhadap Pandangan Masyarakat
Cerpen “Guru” karya Putu Wijaya yang diterbitkan tahun 2005 memberikan pandangan baru mengenai dunia pendidikan yang digambarkan melalui karakter-karakternya. Putu Wijaya dapat menggambarkannya secara epik melalui tokoh-tokohnya yaitu Taksu, ibu, dan bapak. Tema yang diangkat dalam cerpen “Guru” karya Putu Wijaya tentang semangat seorang anak dalam meraih cita-citanya. Ditengah konflik dengan kedua orang tuanya yang tidak menyetujui cita-cita anaknya karena guru dianggap sebagai profesi yang tidak dipuji. Cerpen “Guru” memang menarik untuk dikaji karena pesan moralnya yang mampu memberikan pandangan baru.
Putu Wijaya memiliki nama lengkap yaitu I Gusti Ngurah Putu Wijaya yang lahir 11 April 1944. Ia dikenal sebagai sastrawan yang serba bisa. Sebab, ia mampu menjadi seorang penulis naskah drama, cerpen, esai, novel, skenario film, dan sinetron. Putu Wijaya sudah menulis kurang lebih 30 novel, 40 naskah drama, sekitar seribu puisi, ratusan esai, artikel lepas, dan kritik drama.
BACA JUGA: Lakon “Guru” Menyoal Pendidikan
Cerpen “Guru” karya Putu Wijaya menggambarkan suatu kritik terhadap pandangan umum seorang guru yang sering diremehkan. Kehadiran Taksu dan orang tuanya menggambarkan antara anak dan orang tua dalam menentukan masa hubungan. Hal itu dimulai dari Taksu yang menginginkan untuk menjadi seorang guru namun ditentang keras oleh orang tuanya. Hal ini membuat pembaca yang mengalami hal serupa dikehidupannya, seolah-olah melihat kisahnya dalam sebuah karya sastra. Memang lumrah terjadi hal seperti itu dilingkungan keluarga. Orang tua selalu merasa benar atas apa yang dia lakukan untuk anaknya. sebagian orang tua merasa bahwa anak adalah aset yang berharga, yang harus mendapatkan yang terbaik sesuai dengan arahnya. Hal itu tergambar jelas dalam karakter Taksu.
Cerpen “Guru” karya Putu Wijaya mengkisahkan tetntang adanya ketidakpercayaan terhadap pemerintah pada masa itu. Dalam cerminan ini banyak masyarakat memandang rendah profesi guru yang dinilai kurang bermanfaat. Profesi guru pada masa itu memang tidak semenarik sekarang yang kehidupanya sudah dijamin oleh pemerintah. Dalam hal itu tentu mempengaruhi sudut pandang masyarakat. Bapak dan Ibu Taksu adalah simbol masyarakat yang dan profesi guru sebagai suatu masa depan. Dalam hidup realistis memang diperlukan, apalagi untuk kesejahteraan anak semata wayang. Bapak Taksu memandang guru hanya sebatas profesi yang memiliki gaji yang kecil. Realitanya didunia ini banyak pekerjaan yang lebih berkembang dengan gaji yang menggiurkan.Sebagai sebuah profesi,
Dapat Kunci bhwasanya, cerpen ini yang memiliki tokoh ayah, ibu, dan Taksu mengulas mengenai global dan relaistis dalam kehidupan. Orang tua yang menginginkan anaknya tidak menjadi seorang guru, karena profesi ini dianggap rendah. Hidup harus mempertimbangkan dari segi ekonomi, jangan sampai anak semata wayangnya ini merasakan pahitnya kehidupan ditengah era globalisasi. Taksu tidak mau mendengarkan apa kata kedua orang tuanya, namun ia berhasil meraih cita-citanya. Taksu menjadi guru bukan hanya sebatas murid dan siswa namun guru untuk banyak kariyawanya. Jadi, cita-cita Taksu menjadi guru adalah dalam arti luas tidak dengan arti sempit seperti yang dimaksud oleh orang tuanya.
Cerpen Guru karya Putu Wijaya mengulas tentang realita kehidupan, bagaimana orang tua begitu ikut andil untuk kesuksesan anaknya. Orang tua merasa bahwa, seorang anak harus mengikuti mau mereka karena itu pilihan yang terbaik. Pada kenyataanya, oarang tua dan anak adalah individu yang berbeda. Dimana memiliki pola pikir masing-masing, memang saran orang tua diperlukan tapi alasan anak terhadap pilihanya perlu dipertimbangkan oleh orang tua. Cerpen ini mengajarkan untuk melihat satu hal kecil dari berbagai sudut pandang, agar tidak salah terhadap hal tersebut.