Hidden Figures: Aksi Melawan Diskriminasi
Hidden Figures
Siapa yang tidak mengetahui NASA, lembaga antariksa milik Amerika Serikat yang maju dalam usaha penelitiannya mengenai luar angkasa? Di balik kesuksesan besar NASA, tentunya ada sosok-sosok berjasa yang bekerja di balik layar yang terkembang. Namun, apa jadinya jika orang-orang di balik layar itu merupakan perempuan kulit hitam yang terkucilkan karena gender dan rasnya? Film yang diangkat dari kisah nyata bertajuk “Hidden Figures” menceritakan kisah Katherine Goble, Dorothy Vaugan, dan Mary Jackson, tiga perempuan hebat yang mengambil bagian dalam NASA meskipun menerima perlakuan diskriminatif yang menimpa kaum minoritas seperti mereka.
Berlatarkan tahun 1960-an, Katherine, Dorothy, dan Mary merupakan staf perempuan NASA yang berdarah Asia-Afrika, menjadikan mereka sasaran empuknya segregasi ras yang marak terjadi di Amerika Serikat pada tahun itu. Orang dengan kulit “berwarna” sering kali mendapat perlakuan tidak mengenakkan dari masyarakat lokal berkulit putih yang menganggap mereka sebagai manusia yang derajatnya rendah. Pemisahan ini diperparah dengan budaya patriarki yang menempatkan jati diri perempuan dalam ujung tanduk. Sebagai kaum minoritas yang tidak memiliki kuasa, ketiga heroin ini hanya bisa mengandalkan kecerdasan otaknya untuk memperbaiki nama baik.
BACA JUGA: The Sound Of Magic Mengungkap Arti Menjadi Dewasa
Saat itu, Amerika Serikat dan Rusia berada di bawah Perang Dingin dengan persaingan yang ketat, bahkan dalam bidang aeronautika. Saat ini berlomba-lomba untuk menjadi pemenang dalam “space race” , sebuah usaha mencarian ruang angkasa. Kedua negara tersebut bersaing untuk merebut rekor peluncuran satelit ke orbit hingga menempatkan astronot dalam roket menuju ke luar angkasa. Dalam usaha ini, NASA membutuhkan banyak teknisi dalam memecahkan masalah yang rumit. Di sinilah peran Katherine sebagai salah satu divisi penelitian luar angkasa diuji. Sebagai seorang perempuan berkulit hitam pertama yang mendapat beasiswa terbaik dari orang kulit putih terbaik di Virginia, Katherine tentu memiliki kecerdasan yang mengesankan.Hal ini ditunjukkan melalui kinerjanya yang memuaskan. Namun, sebagai masyarakat minoritas yang terkucilkan, Katherine masih saja mendapat perlakuan yang tidak setara dengan rekan-rekan kantornya, mulai dari tidak tersedianya toilet untuk orang hitam, teko kopi yang dipisah, perlakuan rekan kantornya yang diskriminatif, dan banyak hal lainnya yang menonjolkan sistem segregasi rasial yang penuh dengan ketidaksetaraan. Di sisi lain, kisah Dorothy sebagai pengawas ruangan juru hitung NASA juga tidak jauh berbeda. Saat Dorothy ingin memperjuangkan harga dirinya, atasannya justru menerapkannya.Hal tersebut menjadi semakin parah dengan hadirnya mesin hitung otomatis yang bisa menjadi ancaman lapangan pekerjaan bagi juru hitung NASA yang dianggap sebagai perempuan berkulit hitam. Selain menimpa Katherine dan Dorothy, Mary juga merasakan diskriminasi yang serupa. Melalui kecerdasannya, Mary mendapatkan promosi untuk menjadi teknisi perakitan roket. Namun, jabatan tersebut hanya bisa diterima oleh seseorang yang merupakan lulusan universitas khusus orang berkulit putih. Dengan segala usaha, Mary berharap semua orang terutama hakim agar bisa memutuskan Mary untuk mengenyam pendidikan di universitas orang berkulit putih.Dengan segala diskriminasi yang diterima ketiganya, mereka berusaha menunjukkan untuk bentuk harga diri meskipun memiliki latar belakang ras yang tidak.
Diangkat dari buku bertajuk Hidden Figures: The American Dream and the Untold Story of the Black Women Mathematicians Who Helped Win the Space Race yang ditulis oleh Margot Lee Shetterly, film ini menunjukkan bentuk dedikasi yang diberikan oleh Katherine, Dorothy, dan Mary dalam perjuangan mereka yang turut meraih kesuksesan NASA. Melalui film ini, publik menunjukkan tentang pentingnya sosok di balik layar dari sebuah kesuksesan. Tokoh ketiga dalam film ini berhasil mengedukasi bahwa diskriminasi kepada kaum minoritas merupakan tindakan yang salah dan tidak beradab.