Advertisement Section

Kasus Kekerasan Seksual: Keadilan Hukum ?

 

Bagaimana perasaan kalian melihat kasus kekerasan pada anak di bawah umur namun pelaku tidak mendapatkan hukuman yang setimpal? Marah? Kecewa? Atau sedih?

Film berjudul Hope atau dikenal juga dengan Wish adalah film asal Korea Selatan yang disutradarai oleh Lee Joon Ik. Film yang berdurasi 122 menit ini mendapat rating 8.3 dari 10 yang melibatkan 5.716 penilai di situs Internet Movie Database (IMDb). Film ini juga meraih beberapa penghargaan dan nominasi di beberapa acara awards seperti 34th Blue Dragon Film Awards, 50th Baeksang Arts Awards, 51st Grand Bell Awards, dan masih banyak lagi.

Tidak hanya menyuguhkan kisah dan alur yang bagus, film ini semakin menarik karena diangkat dari kisah nyata. Film ini sebenarnya menceritakan kisah dari seorang gadis berusia 8 tahun bernama Na-Young yang menjadi korban kekerasan seksual oleh seorang pria berusia 57 tahun pada tahun 2008 lalu yang juga dikenal dengan Nayoung Case.

Kisah di film Hope dibuka dengan menggambarkan keadaan keluarga Im So Won (Lee Re) yang sangat sederhana. Ayahnya, Dong Hoon (Sol Kyung-gu) adalah seorang buruh pabrik biasanya dengan penghasilan yang cukup rendah sementara ibunya, Mi Hee (Uhm Ji-won) membuka toko kecil dirumahnya untuk membantu ekonomi keluarga. Im So Won digambarkan sebagai gadis berusia 8 tahun yang cerdas dan selalu ceria. Berada di dalam keluarga yang kurang harmonis dan merasa kekurangan kasih sayang dari kedua orangtuanya karena terlalu sibuk bekerja membuat So Won tumbuh menjadi gadis yang lebih mandiri dari anak-anak seusianya.

Kejadiaan nahas pun terjadi ketika So Won hendak berangkat ke sekolah sendirian. Waktu itu cuaca kurang baik, hujan deras mengguyur seluruh kota. Tiba di gang kecil di dekat sekolahnya, So Won bertemu dengan seorang pria berusia sekitar 50an dengan penampilan lusuh. Karena tidak membawa payung, pria itu meminta So Won untuk berbagi payung. Awalnya So Won ragu dan sedikit takut karena sudah tidak ada orang lagi yang berlalu-lalang dilingkungan tersebut, namun karena merasa kasihan ia pun mau berbagi payung.

Ajakan tersebut berakhir tragis bagi So Won. Ia ditemukan dengan tubuh penuh luka dan hampir merenggang nyawa di sebuah gedung. Ia mendapatkan kekerasan seksual dan kekerasan fisik hingga harus mengalami cacat permanen akibat pengangkatan anus dan usus besar. Selain mengalami luka fisik, So Won juga harus menderita trauma akibat kejadian tersebut. So Won bahkan takut bertemu laki-laki dewasa termasuk ayahnya sendiri. Berbagai usaha telah dilakukan sang Ayah agar si anak mau berkomunikasi lagi. Hingga pada akhirnya So Won mau bertemu dan berbicara dengan ayahnya kembali.

Pada akhir cerita, pelaku pemerkosaan akhirnya tertangkap. Namun pelaku berdalih bahwa saat itu dia berada di bawah pengaruh alkohol sehingga tidak bisa mengingat kejadian itu. Karena hal itu, pengadilan memberinya keringanan. Dari hukuman yang seharusnya 15 tahun penjara, pelaku hanya dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.

BACA JUGA: Film Bumi Manusia Diputar pada Layar Yang Terlalu Lebar

Lemahnya Hukum dalam Melindungi Korban Kekerasan Seksual

Payung hukum bagi korban kekerasan seksual seharusnya ada dan terlaksana dengan baik sehingga korban merasa terlindungi dengan adanya undang-undang anti kekerasan seksual. Pelaku harus ditindak tegas dengan sanksi yang sesuai dengan perbuatannya agar pelaku mendapat efek jera dan sadar akan kesalahannya. Namun pada kenyataannya, diskriminasi terhadap korban kekerasan seksual masih kerap terjadi. Korban yang seharusnya dilindungi malah menjadi pihak yang disalahkan. Stigma negatif masyarakat terus berkembang dan menjadikan korban alasan mengapa kasus kekerasan seksual dapat terjadi.

Alasan apapun juga tidak seharusnya menjadi dalih untuk meringankan hukuman pelaku. Sama seperti kasus yang menimpa Na-Young atau di dalam film disebut So Won, banyak pelaku kejahatan yang diringankan hukumannya atau malah dibebaskan karena mengaku di bawah kendali alkohol. Di dalam persidangan, Na-Young yang saat itu sedang dalam pemulihan dimana 80% organnya masih berdarah dan memakai pembalut yang cepat kotor, mau tidak mau harus bersaksi di pengadilan. Ketika pengacara pembela bertanya “Apakah Anda mencium bau alkohol padanya?”, dengan polos Na-Young menjawab “ya”. Berdasarkan pernyataan tersebut, hukuman penjara seumur hidup dikurangi menjadi 12 tahun penjara selama persidangan kedua.

Kasus yang menimpa Na-Young seharusnya bisa menjadi pelajaran penting bagi dunia, terutama di Indonesia. Dalam menangani kekerasan seksual seperti ini, hukum seharusnya memihak kepada korban, bukan malah melindungi pelaku. Korban yang telah menerima banyak luka harus hidup dalam penderitaan traumatis dan terus bersembunyi. Sedangkan pelaku dengan bebas berkeliaran di luar sana tanpa rasa bersalah. Kasus Na-Young menjadi representasi korban-korban kekerasan seksual, dimana penderitaan yang mereka dan keluarganya alami tidak sebanding dengan hukuman yang diterima oleh pelaku. Lalu, dimanakah keadilan itu berada?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post Memahami Inner Child Bersama BTS
Next post Kiat Hidup Produktif Ala Maudy Ayunda