
Resensi Novel Jalan Tak Ada Ujung
FJalan Tak Ada Ujung merupakan novel yang ditulis oleh seorang penulis novel, penulis cerpen, penerjemah, pelukis, sekaligus seorang jurnalis ternama asal Indonesia. Beliau adalah Mochtar lubis, sastrawan Angkatan 1960-an yang lahir di Padang pada 7 Maret 1922 dari keluarga Batak Mandailing. Beliau meninggal di Jakarta pada 2 Juli 2004. Salah satu kekhasan Mochtar Lubir ialah menggunakan latar revolusi dalam penulisan beberapa novelnya, seperti Tidak Ada Esok, Maut dan Cinta, serta Jalan Tak Ada Ujung.
Novel Jalan Tak Ada Ujung berkisah mengenai seorang tokoh yang bernama Guru Isa dengan segala ketakutannya. Guru Isa sendiri merupakan guru sekolah dasar. Kepribadian Guru Isa digambarkan sebagai sosok yang penyayang dan berhati sensitif. Latar cerita ini berada di zaman revolusi, di mana kejahatan para penjajah yang begitu luar biasa, jelas sedikit banyaknya mengusik Guru Isa. Ditambah lagi, semesta seakan tak berpihak kepadanya. Perekonomiannya memburuk, sang istri Fatimah bahkan harus meminjam uang hanya untuk makan. Selain itu, Guru Isa juga terdiagnosisi impotensi sehingga tak dapat memberi kepuasan batin terhadap istrinya. Menanggapi hal ini, Fatimah memutuskan untuk mengadopsi seorang anak bernama Salim yang berusia 4 tahun. Akan tetapi, hal ini tentu saja tak dapat langsung mencairkan suasana rumah tangga Guru Isa dan Fatimah.
Baca Juga: Buku Bu Guru Cantik: Perempuan dan Pelecehan Seksual
Latar revolusi terasa jelas ketika Guru Isa sedang berjalan untuk mengajar namun sunyi paginya harus ternodai oleh suara tembakan. Di saat itu pula ia melihat seorang tionghoa separuh baya terbaring di atas tanah dengan darah mengalir dari rusuknya. Saat akan melanjutkan perjalanannya ke sekolah Tanah Abang, ia diajak untuk mampir sejenak dan mulai mengerti situasi menyeramkan yang memang sering dialami oleh para gadis-gadis PMI.
Guru Isa dipertemukan dengan Hazil, seorang pemuda yang pandai bermain biola.
Hubungan Guru Isa dan Hazil menjadi dekat dikarenakan kegemaran yang sama terhadap biola. Kedekatakan antara Guru Isa dan Hazil menyebabkan Hazil juga sering bertemu dengan Fatimah. Sejatinya Guru Isa dapat merasakan keganjilan atas kedekatan Fatimah dan Hazil. Ia bahkan menemukan sebuah bukti yang secara tak langsung membuatnya sadar bahwa Hazil sempat berkunjung ke kamarnya. Namun Guru Isa memilih untuk tidak bertanya atau memperpanjang masalah. Rasa ingin tahu belum melebih rasa takutnya. Takut bila ketakutan yang ia duga merupakan sebuah realita.
Kemudian Guru Isa bergabung dengan Gerakan pemberontakan. Meski awalnya Guru Isa tidak mau bergabung, namun ia terpaksa untuk bergabung dikarenakan takut dicap pengecut. Guru Isa mendapatkan misi, di misi tersebut ia bertemu dengan Hazil dan Rakhmat .Puncak pemberontakan mereka kala ketiganya menyerang Belanda. Namun kemudian Hazil ditangkap. Hazil yang sempat Guru Isa kagumi berkat kepribadiannya, membeberkan siapa saja yang terlibat dalam penyerangan tersebut. Beruntung Rakhmat dapat kabur setelah melarikan diri. Berbeda halnya dengan Guru Isa yang tertangkap. Baik Hazil dan Guru Isa akhirnya mati lantaran disiksa.
Hal paling menarik dari novel ini menurut saya ketika sang penulis membangun tokoh dengan sangat realistis, tidak ada yang sempurna. Bahkan dari rentetan kata yang menjelaskan perselingkuhan antara Fatimah dan Hazil pun membuat para pembaca tak dapat menyalahkan Fatimah sepenuhnya. Mengingat wanita itu juga mengalami penderitaan dalam hidupnya. Kemudian Hazil, seakan menunjukkan bahwa para pemuda zaman penjajah yang membela negara juga memiliki sisi egoisme.
Selain itu, penulis juga seakan menyaratkan pesan perihal sejatinya yang dapat kita percaya adalah diri sendiri. Serta perihal ketakutan akan membesar saat kita membiarkan ketakutan itu membesar.